📎ㅡ seize.

115 21 14
                                    




malam gulana ditengah rembulan, indah. tapi tidak ada keselarasan dengan hati aca yang gamang.

"udah nangis aja, sampe rasanya lo nggak bisa nangis lagi," ucap seorang lelaki yang kini menjadi sandaran terakhir bagi aca.

aca mengangkat kepala, sesekali mengusap  kasar sungai dipipinya, "makasih ya jen."

aca memaksakan senyum, kemudian pandangnya beralih melihat kaos jeno yang benar-benar basah dan kotor, ulah siapa kalau bukan karena air mata aca yang nggak ada habisnya?

"lah, jen? ini jadi kotor banget ternyata!" sergah aca sambil membersihkan kaos jeno dibagian dada yang basah.

jeno terkekeh, "iya tuh, ingus lo ke kaos gue semua kan?" kelakarnya.

aca menghentikan kegiatannya, sesekali bersibobrok dengan jeno yang masih asyik tertawa, "tapi aku nggak lagi ingusan jeno! ini tuh cuma keringet!"

aca memukul perlahan bahu jeno, jeno terus menerus memberikan celotehan menggelikan yang membuat aca terpingkal-pingkal.





"udah nggak sedih?" tanya jeno.

aca diam. lantas aca bukanlah wanita kuat, secepatnya merasa lebih baik bahkan ketika dibohongi mati-matian oleh tunangannya sendiri.

aca menggeleng perlahan, citra seorang mark kini hadir lagi. berputar kusat menampilkan kenangan indah wajah meyakinkan seorang penghianat besar. aca tertawa remeh, "selama ini mark akting ya depan gue? bagus banget, bodohnya gue percaya, harusnya dari dulu gue dengerin lo."

aca menunduk lagi, membiarkan airmatanya jatuh untuk kesekian kalinya. punggungnya mulai naik-turun, isak tangis yang mulai terdengar menjelajahi indera pendengar.

jeno mengusap rambutnya pelan, sesekali menepuk bahunya pelan. sementara perlakuan jeno itu membuat aca semakin larut dalam nestapa.

"ck, tadi udah ketawa, ini nangis lagi," jeno. mencoba menghibur sambil menusuk-nusuk pipi aca, tapi nihil. sang hawa masih setia dengan airmatanya tak sedikitpun acuh kepada jeno.

jeno menghembuskan nafas residunya, kemudian merentangkan kedua tangannya, "sini pelukan lagi."

aca menggeleng keras.

"kenapa? bau?"

"bukan."

"terus? kan gue ganteng, ngapain nggak mau?"

"jeno! bisa nggak sih ga usah bercanda dulu!"

jeno tertawa, kemudian memutar bahu aca agar lebih menghadapnya, "you're not the only one who is lied to, we are both hurt, right?"

aca menatap jeno, menatap manik baskaranya yang tertutup mega malam namun tetap menenangkan. perlakuannya masih sama, penuh perhatian seperti saat dulu dirinya dengan jeno masih sama-sama merajut hibat.

jeno benar, bukankah jeno juga dibohongi? bukankah jeno juga terluka? disini bukan satu-satunya aca yang korban, jeno jugaㅡ, sakitnya samaㅡ, dihianati setelah semua rasanya ia relakan pergi bersama yang tercinta.

tapi jeno tegar, sesekali masih sempat memulas senyum bahkan melemparkan candaan garing tetapi membuat aca tersenyum walau sifatnya temporary.

jeno tersenyum, diikuti  kedua matanya yang juga ikut hilang membentuk pelangi, "lo tau? gue juga sakit waktu tau dihar ninggalin gue demi orang lain, fatalnya laki-laki itu bukan orang lain, melainkan kakak gue sendiriㅡ, ini kedua kalinya kak mark curang dibelakang gue."

aca faham, pertama kali ada dirinya yang meninggalkan jeno demi mark. aca kira kejadian kelam tempo dulu adalah perbuatan jeno, ternyata itu perbuatan mark sendiri.

"maafin gue ya, jeno."

jeno menggeleng, "bukan salah lo."

terlihat satu genangan airmata membendung di sisi korneanya, kemudian jatuh meluruh. jeno segera menunduk, merasa malu menangis didepan wanita.

aca menahan tangannya, kemudian tangannya bergerak mengusap airmata jeno, "kalo saat ini lo sedih bahkan sampe nangis pun, gue wajarin kaliㅡ, sini nangis bahkan sampe dirasa lo nggak bisa nangis lagi. lo gitu kan tadi sama gue?" aca merentangkan tangannya persis seperti yang jeno lakukan.

namun diluar praduga, jeno mengambil kedua tangan aca lalu meletakkannya diatas paha, "gue nggak mau nangis, tadi kelepasan aja."

"hah kenapa? sedih itu manusiawi."

jeno menggeleng,"nangisin mereka itu buang waktu, gue mau lupain dihar, sedikit-sedikit, gue yakin gue bisa, karena lebih baik gitu kan daripada nangis terus?"

aca mengangguk, jeno benar, aca terlalu banyak membuang waktu untuk menangis saja.

jeno memegang kedua bahu aca, "jadi mau kan? gue sama lo sama-sama cari kebahagian lain? bahagia itu bukan cuma cerita cinta. bahkan ketika kita nggak jatuh sejatuh-jatuhnya dalam kesedihan, bukannya itu kebahagiaan juga?"

aca memulas senyum, menjamah segala perkataan jeno.

"mulai sekarang lo lupain mark, gue juga lupain dihar, kita harus sama-sama nggak perduli gimana lanjutnya mereka, ㅡ semua orang pantas bahagia."








































satu/dua part lagi tamat yey!

NABASTALA |✓|Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang