"Bang ngebut Zidan mimisan," teriak Lina.
Ucapan Lina tersebut membuat Syallif khawatir setengah mati, Syallif langsung menambah cepetan mobilnya. Tidak perduli umpatan pedas dari pengendara lain, bahkan lampu merah pun Syallif terobos karna sangking panik dan khawatirnya.
"Zid lo harus tahan yah, bentar lagi sampai rumah sakit. Please lo harus bertahan demi gue, gue gak sanggup kalo lo harus ninggalin gue juga kaya Bunda sama Ayah," batin Syallif.
"Gue gak papa Lina ... jangan nangis, entar cantiknya ilang," lirih Zidan.
"Gue gak perduli kalo gue gak cantik lagi, yang penting lo gak sakit."
"Kalo gue sakit pun lo gak boleh nangis, lo harus tetep senyum. Karna gue gak suka kalo lo nangis, apalagi nangis cuman gara-gara gue," lirih Zidan sambil meringis kesakitan.
"Bentar lagi sampai rumah sakit, gue mohon lo tahan yah."
Zidan hanya menganggukkan kepala, detik berikut Zidan sudah tidak sadarkan diri.
"Zid... Zidan!" Lina memanggil Zidan berkali-kali sembari menepuk-nepuk pipinya. Tetapi tak ada pergerakan apapun.
"Bang, cepetan! Zidan pingsan. Kenapa gak sampai-sampai sih. Gue takut Zidan kenapa-napa."
**********
Sudah hampir dua jam Zidan ditangani oleh dokter, tapi dokter yang menangani Zidan belum keluar juga. Syallif maupun Lina sudah sangat-sangat cemas menunggu kabar dari dokter yang menangani Zidan."Brengsek! kenapa lama banget sih? Mereka apain aja adek gue," teriak Syallif sambil menonjok tembok.
"Bang sabar, gue yakin Zidan baik-baik aja," ucap Lina sambil mengusap punggung Syallif.
Dokter tersebut pun akhirnya keluar, menghampiri Syallif dan Lina.
"Dok gimana kondisi adek saya? Dia gak kenapa-napa kan dok?" tanya Syallif.
"Penyakit adek mas sudah parah, penyakitnya sudah memasuki stadium tiga. Menurut saran saya, adek mas harus segera melakukan kemoterapi," jelas dokter tersebut.
Lutut Syallif terasa lemas mendengar ucapan dokter tersebut, energi yang ada di tubuhnya seakan hilang begitu saja. Berbeda dengan Lina yang sangat bingung dengan ucapan dokter tersebut, dalam pikirannya penyakit parah? Apakah Zidan mempunyai penyakit parah? Rasanya sangat tidak memungkinkan orang seceria, setengil dan sebelagu Zidan kena penyakit mematikan.
"Saya permisi dulu, untuk memiksa pasien lain. Jika pihak keluarga sudah sejutu untuk melakukan tindakan kemoterapi terhadap saudara Zidan, segera tanda tangan surat persetujuannya."
"Baik dok," lirih Syallif.
Dokter tersebut pun pergi.
Lina menghampiri Syallif, kemudian jongkok dihadapan Syallif."Bang maksud dokter tadi apa?" tanya Lina.
Syallif hanya diam tanpa berniat menjawab pertanyaan Lina.
"Bang tolong jawab, jangan diem ajah," paksa Lina supaya Syallif menjawab pertanyaannya.
"Apa yang harus gue jawab? gue rasa lo gak perlu tau tentang penyakit Zidan. Lo bukan siapa-siapanya Zidan," bentak Syallif.
Mendengar bentakan Syallif air mata Lina lolos begitu saja membasahi pipinya.
"Bang gue emang bukan siapa-siapanya Zidan, tapi asal lo tau gue sayang bang sama Zidan. Bahkan gue udah cinta, tingkah dia yang udah bikin gue jatuh cinta sama dia," lirih Lina.
Lina langsung berdiri, berniat meninggalkan Syallif. Tapi Syallif langsung memegang pergelangan tangan Lina.
"Jujur gue kaget banget pas lo bilang suka sama Zidan, cinta sama Zidan. Apa kalo gue cerita lo bakal tetap suka, tetep cinta sama Zidan?" tanya Syallif.
"Insya Allah bang, anggap saja penyakit Zidan adalah kekurangan Zidan. Toh manusia gak ada yang sempurna bang."
"Zidan terkena penyakit kanker otak, pas umur lima tahun Zidan sering sakit. Gue kira sakit biasa, karna Zidan belum nerima kalo Ayah sama Bunda meninggal. Dan pas waktu SMP gue, Zidan serta bibi pergi kerumah sakit buat periksa kondisinya Zidan. Awalnya gue sama bibi gak percaya kalo Zidan kena penyakit sialan itu, gue terus nyalahin dokter, gue gak terima Zidan kena penyakit kaya gitu. Gue bener-bener takut kalo Zidan bakal ninggalin gue, cuman Zidan keluarga gue satu-satunya. Akhirnya gue sama bibi mutusin kalo kita gak akan kasih tau ke Zidan, gue gak mau kalo Zidan terpuruk cuman gara-gara penyakit sialan itu. Sampai saat ini pun Zidan belum tau tentang penyakitnya, gue selalu kasih alesan ke dia kalo dia cuman kecapean, dan kena penyakit lambung. Gue sangat-sangat bersyukur Zidan percaya sama gue."
"Terus mau sampai kapan bang lo nyembunyiin dari Zidan? Apalagi Zidan harus kemoterapi. Lo mau cari alasan apa lagi bang? Penyakit lambung gak bakal sampai dikemoterapi."
"Gue cuman takut Lin kalo Zidan gak terima tentang keadaannya," Syallif terlihat sangat frustasi, bingung harus bersikap bagaimana.
"Gue bakal bantu lo bang, kita sama-sama semangatin Zidan biar sembuh. Gue yakin Zidan bakal sembuh bang," ucap Lina sambil mengusap pundak Syallif.
"Makasih banyak yah Lin, gue mohon lo jaga rahasia yah," suruh Syallif.
Lina hanya menganggukkan kepalanya.
"Bang, apa Zidan udah boleh di jenguk? Gue pengin banget lihat kondisinya Zidan," tanya Lina.
"Kayaknya boleh Lin, bentar gue tanya dulu," setelah berkata demikian, Syallif meninggalkan Lina untuk bertanya pada Dokter.
KAMU SEDANG MEMBACA
KUTUNGGU KAU DI KEABADIAN
RomanceTerkadang hal yang paling kita harapan adalah kebahagiaan bersama dengan orang orang yang kita sayang, tapi apakah kita akan selalu bahagia bersama mereka selalu tersenyum dalam kedamaian. Tentu tidak bukan? Ada kalanya kita merasakan hal yang pait...