Bahagia

59 16 10
                                    

"Jangan pulang dulu, gue masih pengin berduaan sama lo."

"Ha... APA!"

"Gak apa-apa."

"Em gimana kalo kita makan dulu ajah."

"Yah udah deh."

Zidan serta Lina kemudian mencari tempat makan. Kemudian mereka memasuki salah satu restoran.

"Lo mau pesen makan apa? Ntar biar gue yang pesenin," tanya Zidan.

"Sekalian lo yang bayar?"

"Siapa elo? Minta dibayarin sama gue, pacar juga bukan," Zidan kemudian duduk dan memanggil pelayan restoran tersebut.

"Ya udah sih... gue juga masih mampu bayar."

"Mau pesen apa Mas, Mba?" tanya pelayan tersebut sambil memberikan buku menu makannya.

Zidan menerima buku tersebut.

"Saya pesen yang ini mba," tunjuk Zidan ke salah satu menu makanan tersebut.

"Kalo lo mau pesen apa?" lanjut Zidan.

"Sama in aja deh."

"Minum nya apa Mas, Mba?"

"Saya jus mangga aja, lo minumnya apa?" tanya Zidan lagi.

"Sama in aja deh."

"Yah udah Mba itu aja."

"Baik Mas di tunggu ya."

Zidan menatap Lina dengan kesal, pasalnya Lina sendari tadi fokus dengan handphone nya. Rasanya Zidan ingin merebut handphone tersebut kemudian Zidan masukan ke kantong celananya.

"Lin... lo dari tadi fokus terus sama handphone, lagi chat sama siapa? Gebetan. Pesen makan juga bilang sama in aja, sama in aja. Emang lo tau gue pesen apaan?" tanya Zidan.

"Emmm... emang lo tadi pesen apaan Zid?" tanya Lina sambil terkekeh kemudian memasukan handphone nya kedalam saku nya.

"Semur jengkol."

"What! Semur jengkol, ko lo gak bilang sih kalo pesen jengkol. Gue gak suka Zid sama jengkol," rengek Lina.

Zidan berusaha menahan tawanya.

"Terus lo sukanya sama gue gitu?" tanya Zidan.

"Jangan bercanda deh Zid, pokoknya ganti pesenan gue," ucap Lina sambil memukul lengan Zidan.

"Lah itu makanannya udah dateng, jadi gak bisa di ganti donk. Udah sih makan aja."

"Nyebelin banget sih lo Zid. Lagian ganteng-ganteng ko suka sama jengkol." gumam Lina yang masih bisa didengar Zidan.

"Orang ganteng mah bebas."

Makanan mereka pun sudah diatas meja. Lina mengira Zidan beneran pesen jengkol, tapi nyatanya makanan yang sekarang di atas meja nya berupa makanan favorit nya.

"Lo tadi jailin gue, katanya pesen jengkol."

"Ya kali pesen jengkol, udah buruan makan. Terus jangan main handphone mulu kalo lagi sama gue, gue gak suka dikacangin.

"Iya Zidan."

*****
Mereka sudah selesai makan, sekarang mereka ada di tepi pantai.

"Zid... pulang aja yuk, gue gak mau ntar lo kecapaian. Eh terus lo udah minum obat belum?" tanya Lina.

"Perhatian banget sih sama gue, udah sayang ya sama gue. Apa udah cinta?" tanya Zidan sambil menaik turunkan alisnya.

"Apaan sih lo, di tanya apa jawabnya apa. Gak jelas banget."

"Ya udah tinggal di per jelas aja."

"Apanya yang di per jelas?" tanya Lina.

"Hubungan kita lah," batin Zidan.

"Udah lah Zid, kita pulang aja. Gue juga pengin baca novel gue nih. Belum di baca semua, gue udah kepo." rengek Lina.

"Padahal gue masih pengin berduaan sama lo, lo gak betah amat kalo jalan sama gue. Baru juga bentar udah ngajak pulang."

"Gue juga sebenarnya masih pengin sama lo Zid, cuman gue gak mau lo kenapa-napa. Gue sayang sama lo," batin Lina.

"Kapan-kapan lagi aja deh, ntar kita jalan-jalan lagi. Sekarang pulang ya," rengek Lina.

"Hmmm... ya udah deh."

Mereka akhirnya memutuskan untuk pulang, Zidan terlebih dahulu mengantar Lina pulang. Sampai di rumah Lina mereka turun dari motor.

"Sana pulang, istirahat! Terus hati-hati di jalan," suruh Lina.

"Tapi masih kangen," rengek Zidan.

Sejujur nya Zidan mengucapkan dengan tanpa sadar.

"Udah ya lo pulang, besok gue main ke rumah lo. Kangen nya udahan dulu," ucap Lina sambil merapikan rambut Zidan.

Seketika pipi Zidan langsung berwarna merah, cuman gara-gara Lina benerin rambutnya. Pipi Zidan udah merah.

"Zid lo kenapa? Ko pipi lo merah, lo sakit jangan bikin gue khawatir donk," Lina sudah panik saat melihat pipi Zidan yang merah.

"Gue baper Lin, gara-gara elo elus-elus rambut gue," batin Zidan.

"Lo sih elus-elus rambut gue, kan jadi nya merah pipi gue," gumam Zidan.

Lina masih bisa mendengar gumam man Zidan, langsung melongo. Setelah sadar Lina kemudian tertawa kencang.

"Ya ampun Zid lo lucu banget sumpah, gue udah panik tadi. Kirain lo kenapa-napa."

"Udah ah gue pulang," Zidan kemudian memakai helm nya lalu menyalakan motornya.

"Hati-hati dijalan, sampai rumah harus langsung istirahat," teriak Lina.

"Siap calon pacar."

"Ha... Zidan tadi ngomong apa ya? Calon pacar, apa telinga gue rada eror ya, Ahhh Zidan hati dedek gemeteran," Lina kemudian masuk kedalam rumah.

****
"Dari mana aja lo, jam segini baru pulang?" tanya Syallif.

"Lo kepo deh bang kaya monyet nya Dora."

"Orang nanya bener juga, lo dari mana, udah makan belum?"

"Terus dari menurut lo jawaban gue salah, udah ah gue mau istirahat."

"Woy! Lo dah makan belum, kalo belum makan dulu, terus minum obat nya," teriak Syallif.

"Gue dah makan, nih mau minum obat. Terus istirahat, jadi gak usah bawel."

"Adek kurang ajar."

"Bodo amat."

Zidan masuk ke kamar nya, lalu meminum obatnya. Kemudian membaringkan tubuhnya di kasur empuk nya.

"Kapan gue mau nembak Lina, apa Lina juga cinta sama gue. Gue jadi ke inget perkataan Lina yang tadi, apa gue nembak Lina besok aja ya di taman sekolah."

"Tau ah besok aja gue susun rencananya. Sekarang tidur dulu, siapa tau mimpi jadi suaminya Prilly eh maksudnya Lina."

Zidan pun mulai memejamkan matanya, dan larut ke dunia mimpi. Syallif perlahan menghampiri Zidan yang sudah terlelap.

"Gue tau lo lagi jatuh cinta Zid, semoga lo bisa selalu bahagia sama orang yang lo cintain," Syallif mengusap kepala Zidan dengan penuh kasih sayang.

"Gue yakin lo bakal sembuh, gue bakal terus ada buat lo. Lo harta gue satu-satunya."

"Tidur yang nyenyak Zid terus bangun dengan keceriaan," Syallif kemudian pergi meninggalkan Zidan.

KUTUNGGU KAU DI KEABADIANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang