5

6.8K 270 1
                                    

Happy Reading 🌸🌸🌸

🍁🍁🍁

"Ok." Dessy dan hendak naik keatas brankar, tapi tiba-tiba ia terpeleset dan tubuhnya limbung.

BRUUKK

Kok empuk banget sih lantainya? hangat lagi. ucap Dessy dalam hati seraya menutup mata.

Lalu ia pun membuka mata, dan betapa kagetnya ia saat mengetahui posisinya saat ini, yaitu berada dalam dekapan seorang pangeran tampan.

Ces!

Tanpa sengaja mata mereka pun saling bertemu dan mengunci satu sama lain.

Matanya sangat indah, -batin Fais.

Keduanya terdiam begitu lama, hingga sebuah suara mengejutkan mereka berdua.

"Ekheeemmm...."

"Gw mah jadi nyamuk disini," ujar Diana sambil mengibaskan tangannya di udara layaknya orang sedang mengusir nyamuk.

Fais pun tersadar, dan langsung melepaskan Dessy dari dekapan. Mengatur posisinya dengan benar, seraya merapikan snellinya yang berantakan.

"Terimakasih." Ucap Dessy cukup pelan, tetapi masih bisa didengar oleh Fais.

"Kapan kelar nya nih? Kayaknya tu penyakit udah ilang aja?" Ledek Diana sambil memainkan pulpen di atas meja Fais.

"Maaf, silakan Mbak berbaring. Biar saya periksa," ucap Fais begitu tenang seperti tak terjadi apa pun.

"Dessy dok bukan Mbak, saya masih muda." Dessy mulai kesal dan memilih untuk langsung berbaring.

"Iya maksud saya Dessy," ucap Fais mengalah sambil tersenyum begitu manis.

Ya ampun senyumnya. Fiks aku jatuh cinta padanya.

Dessy terus menatap dokter Fais yang tengah memeriksa dirinya. Meminta agar Dessy membuka mulut dan memeriksa mata, lalu menyentuh wajahnya. Untuk melihat kondisi Dessy saat ini. Semua yang Fais lakukan menjadi pusat perhatian Dessy.

"Sudah, silahkan turun." ucap Fais.

"Hah?" Dessy kaget dan tak menyadari dokter Fais sudah selesai memeriksanya.

"Saya sudah selesai memeriksa, silakan turun." Fais memperjelas ucapannya.

"Yah kok cepet banget sih?" tanya Dessy tanpa sadar.

"Eh maaf dok," lanjutnya saat menyadari apa yang ia katakan barusan.

Fais hanya tersenyum dan langsung beranjak ke meja kerjanya.

"Bagaimana dok?" tanya Diana memasang wajah serius.

Dessy pun duduk kembali di tempatnya semula.

"Teman Mbak cuma alergi, mungkin salah makan. Apa sebelumnya ada alergi makanan?" Fais menatap Diana dan Dessy bergantian.

"Saya alergi udang dok. Tapi tadi saya cuma makan gudeg gak makan udang." Dessy menjawab apa adanya.

"Kemungkinan didalam gudeg ada di tambah udang, makanya kamu bisa alergi seperti ini. Ini saya buat kan resep, tolong diminum sampai habis obantnya." Fais menulis sebuah resep dan menyerahkan pada Dessy.

"Huuffftt... Kenapa harus pakai obat sih. Bosen tau, mana rasanya pahit lagi." Keluh Dessy yang notaben nya tidak suka minum obat. Kalau obatnya dokter Fais, sudah pasti Dessy mau.

Fais yang mendengar ucapan Dessy hanya tersenyum. Ia merasa pasien kali ini sangat lucu dan juga sedikit gila.

"Kalau manis mah bukan obat kali, tapi permen." Protes Diana sambil menoyor kepala Dessy.

"Ck, Sakit tau. Ada kok obat yang manis, nih ada di depan gw." Ujar Dessy yang berhasil membuat Dessy dan Fais kaget.

"Bisa aja kali mukanya. Aku ngomong serius kok, buktinya rasa gatal udah hilang." Timpal Dessy sambil mengedip-ngedipkan kedua matanya. Fais yang mendengar ucapan Dessy jadi salah tingkah dan hanya bisa menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal.

Padahal sudah bayak pasien yang sering memuji ketampanan Fais, tetapi kali ini hanya Dessy yang berhasil membuat Fais jadi salah tingkah.

"Ck... mulai deh setan genitnya muncul. Sudahlah, lebih baik kita pulang. Terima kasih ya dok, perkataan sahabat saya gak usah di dengerin, dia emang rada-rada." Ujar Diana, yang dijawab anggukan dan senyuman Fais. Diana menarik tangan Dessy dan langsung membawanya keluar.

"Ih... ngapain sih cepet banget keluar Di? Gw kan masih mau ketemu dokter Fais." Dessy merasa kesal karena Diana terlalu cepat membawanya pergi.

Diana yang mendengar itu langsung menahan langkahnya. Menjauhkan tangan Dessy darinya.

"Terus mau sampai kapan Lo disana, huh? Lo gak malu apa?" tanya Diana sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

"Ngapain malu? Gw kan cuma mau deket sama dokter Fais doang. Siapa tau aja jodoh kan?" sahut Dessy dengan santai sambil senyum-senyum sendiri.

"Ya ampun, kok bisa sih gw punya sahabat beginian? Au ah, gw mau balik. Bye." Diana kesal dan langsung meninggalkan Dessy.

"Ih, Diana. Kok ninggalin gw sih? Diana jangan marah dong," teriak Dessy yang langsung mengejar sahabatnya. Mereka pun bergerak menuju apotek untuk menebus obat, dan langsung pulang setelahnya.

***

"Ical." Panggil seorang wanita paruh baya saat mereka selesai makan malam.

"Iya, Mi?" Sahut sang pemilik nama yang hendak kembali ke kamar. Ia pun mengurungkan niat untuk pergi dan kembali duduk.

"Kapan kamu bawa calon menantu buat Mami?"

Deg!

"Mi, Ical kan udah bilang, untuk saat ini Ical belum nemu yang cocok. Mami sabar ya?" jawabnya dengan suara yang begitu lembut.

"Mau sampai kapan Cal? Mami juga kepingin cepet gendong cucu. Lagian umur kamu tu udah cocok untuk punya istri. Apa kamu nunggu Mami dan Papi meninggal baru nikah?" Ujar Seira menatap putra sulungnya sendu.

"Mi, Ical gak suka Mami bicara seperti itu. Mami doakan Ical ya? Supaya Ical bisa dapat jodoh yang terbaik. Ical mau istirahat dulu. Assalamualaikum." Ia mengecup kening Seira begitu dalam. Betapa ia menyayangi wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya. Ia tidak pernah berniat untuk membuat orang yang selama ini ia cintai kecewa. Tapi mau bagaimana lagi? Ini bukanlah kehendaknya.

"Wa'alaikumusalam." Jawab Seira dengan nada yang menyiratkan kesedihan. Menatap kepergian putranya.

Lelaki berparas tampan itu berdiri di balkon kamarnya. Ia terus memikirkan ucapan sang Mami barusan. Bingung, apa yang harus ia lakukan sekarang? Apakah harus menikah dalam waktu terdekat ini? Tapi menikah dengan siapa? Sampai saat ini, masih belum ada seorang wanita pun yang bisa menggoyahkan hatinya.

Ia mengusap kasar wajahnya dan beranjak untuk tidur, berharap saat bangun ia bisa mendapatkan jawabannya.

My Love Doctor (Tamat) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang