Gerbang sekolah masih terbuka lebar, memberi akses masuk ke gedung sekolah pada siswa-siswi Star Day High School. Akan tetapi, masih sedikit murid yang datang. Mereka rata-rata akan tiba sekitar pukul tujuh lebih lima belas.
Tidak bagi seorang gadis yang sedang berjalan menyusuri selasar, gadis berambut hitam lurus kucir kuda itu selalu tiba di sekolah tepat pukul enam pagi. Dia senantiasa menikmati sepinya sekolah dengan kelopak-kelopak bunga berjatuhan di atas paving block yang belum dibersihkan oleh tukang kebun. Udara di SDHS juga lebih segar daripada di jalanan, gadis itu sangat menikmati suasana sekolahnya terutama ketika pagi. Masih terus berjalan ke gedung MIPA dan menuju ruang kelasnya yang sudah berada di depan. Terbukti dengan sebuah papan kayu daur ulang bertuliskan XI MIPA 1, kelas tempat di mana anak-anak yang katanya disebut dengan "unggulan" berkumpul untuk belajar sekaligus bersaing.
Pintu yang terbuat dari kaca berbingkai aluminium sedikit terbuka, menampakkan ruang kelas bagian depan. Sunyi, sepi, dan tidak ada suara. Gadis dengan netra hitam pekat itu membuka pintu lebih lebar. Udara segar masuk ke ruangan luas dengan bangku-bangku yang berjajar rapi berwarna kecokelatan khas warna pelitur yang sayangnya menjadi korban coretan cairan pengoreksi di beberapa daerah. Meski disebut anak-anak unggulan, mereka tetaplah remaja dengan pikiran labil dan penasaran. Kebosanan dengan rentetan pelajaran dari pagi hingga petang menjelang membuat mereka berlaku jahil, baikterhadap temannya maupun benda mati seperti bangku-bangku yang kini menjadi korban coretan.
Suara ketukan sepatu pantofel membuat satu-satunya siswa di kelas yang sibuk dengan bolpoin dan kertas di bangku mendongak ke arah suara. Wajahnya yang terlihat bosan tiba-tiba berubah semangat mendapati seorang gadis berjalan menuju tempatnya duduk seraya menyunggingkan senyuman.
"Udah lama nunggu, Vin?" tanya gadis berseragam putih dan rok lipit hitam selutut serta jas dengan warna senada. Dia berangsur duduk di samping remaja yang disapa Vin.
"Sepuluh menit, dan gue udah bosen banget. Kita mulai belajar sekarang ya, Sa, gue bingung soal fisika di buku paket halaman 136," tutur Elvino menggebu.
"Okay, gue ada beberapa soal yang udah gue cariin semalem buat lo latihan."
"Semalem nggak di kafe?"
"Ke sana, habis itu ada orang rusuh. Jadi disuruh pulang aja sama Bang Bian."
"Syukurlah kalau nggak ada yang perlu dikhawatirkan."
Gadis itu mengangguk seraya melepas tas punggung dan mulai mencari buku fisika. Setelah menemukan buku yang dimaksud, dia mengambil lalu membukanya di atas meja. Keduanya pun belajar bersama setelah Alsa menjelaskan soal yang dikeluhkan oleh Elvino. Tak sulit baginya menjelaskan soal-soal tersebut, karena sejatinya dialah sang juara nasional olimpiade fisika. Dia juga pernah mewakili Star Day High School di Jerman dengan peraihan juara ketiga. Banyak yang kagum padanya, pada prestasi maupun parasnya yang manis.
Kelas mulai ramai seiring waktu menggerakkan mentari untuk bertengger lebih tinggi. Namun, keadaan itu tak menggentarkan muda-mudi yang tengah fokus belajar. Siapa pun yang melihat pasti iri, entah iri pada Alsa yang sangat dekat dengan Elvino, atau kepada keduanya yang dikenal sebagai murid berprestasi.
Pensil yang menari-nari di atas buku itu terhenti tatkala Alsa mendengar sebuah teriakan yang menyebut namanya dan nama laki-laki di sampingnya memenuhi gendang telinga. Suara melengking milik gadis bermata sipit yang sudah dikenal cerewet dan suka bicara ceplas-ceplos itu menjadi bumbu keramaian ketika siswa-siswi XI MIPA 1 stres akibat terlalu banyak tugas.
"Apa? Alsa sama Elvino? Kapan kalian jadian?" tanya Alexa keras-keras hingga dirinya menjadi pusat atensi seluruh kelas.
Mendengar hal tak wajar itu, Alsa menatap sang pemilik suara dengan ekspresi datar. Seperti air yang tenang, tak ada gerakan yang membuat perubahan berarti. Justru, gadis itu mengendikkan bahu tak acuh kemudian menatap lembaran buku kembali. Lain halnya dengan Elvino yang terkejut dan salah tingkah. Seperti maling yang tertangkap basah. Entah mengapa jantungnya berpacu cepat tanpa izin terlebih dahulu.
Di tengah keheningan, sebuah suara cowok menginterupsi. "Udah biasa kali, Alexa. Mereka tuh belajar bareng biar bisa menang olimpiade. Emangnya lo?" Mendengar ucapan dari salah satu teman sekelasnya membuat Elvino merasa lebih tenang dari sebelumnya, dia kembali duduk dan melanjutkan belajar.
"Apaan sih lo? Ikut-ikutan! Bukannya bagus kalau Ratu Fisika sama Raja Bahasa Inggris jadian?" timpal Alexa ketus, membuat beberapa anak tertawa geli. Cewek berkucir dua itu duduk di bangkunya setelah membuang muka dari cowok yang meledeknya barusan.
Beberapa menit berlalu, jarum jam di dinding itu mendesak bel untuk berbunyi. Memaksa seluruh siswa-siswi SDHS masuk ke ruang kelas masing-masing untuk melangsungkan kegiatan belajar. Alsa menghentikan aktivitas menulisnya di atas kertas, ia menyodorkan lembaran itu pada laki-laki di sampingnya.
"Ini beberapa trik dan cara mengerjakan yang sering gue pakai. Lo bisa simpan ini atau salin di buku. Saran gue sih disalin aja, karena dengan menulis, otak lo lebih mudah mengingat nantinya."
"Thanks, Sa. Lo selalu punya trik dan cara praktis menyelesaikan soal-soal sulit. Pantes aja lo selalu dapet juara olimpiade fisika," ucap Elvino seraya membereskan buku-buku fisikanya dan mengeluarkan buku mata pelajaran di jam pertama.
"Halah, puji aja terus! Lo juga jago bahasa Inggris sampai juara satu olimpiade tingkat nasional," balas gadis berambut hitam lurus.
Percakapan mereka terhenti karena kedatangan guru mata pelajaran biologi. Semua bersiap dengan buku masing-masing dan menerima tiap materi yang akan di sampaikan oleh sang guru.
📚
"Bareng gue aja pulangnya, Sa. Udah dijemput Pak Hardi tuh," ajak Elvino ketika mereka berdua berjalan keluar gerbang sekolah. Seperti biasa, cowok ini sudah dijemput oleh sopir pribadinya.
"Lain kali aja ya, Vin, gue mau mampir kafe bentar."
"Kan searah."
"Tapi kan sampai persimpangan depan juga ke kanan, gue ke kiri. Udah nggak apa-apa, gue naik bus aja. Jangan lupa, kafe deket kok sama halte."
Elvino menghela napas dan berusaha tersenyum. Akhirnya ia mengantar Alsa berjalan menuju halte bus. "Minggu depan ada acara lomba antar SMA. Pasti kamu sibuk banget selama sepekan." Ia berpikir waktu 5 harinya bersama Alsa akan hilang sebab acara lomba itu.
"Buku apa ini?" tanya Alsa setelah merampas benda di genggaman sahabatnya. "Nggak bosen baca ensiklopedia? Baca novel laga atau horor gitu dong, seru tau!"
Elvino menggeleng mendengar kalimat dari Alsa yang keluar dari topik pembicaraan. "Apa nggak nyita waktu lo belajar? Meskipun nggak ada olimpiade fisika di waktu deket kan juga harus belajar."
Alsa tertawa. "Bukannya ada lo yang selalu siap sedia buat gue?" Gadis itu diam sejenak, merasa kalimatnya salah, dia cepat-cepat berujar, "Emm, maksudnya gue bisa belajar pas malem di rumah. Gue juga udah beli beberapa buku fisika kemarin. Cepet pulang sana, udah ditungguin sama Pak Sopir!" Gadis itu memamerkan cengiran hingga memperlihatkan deretan giginya yang rapi. Dilemparnya buku ensiklopedia yang langsung ditangkap oleh pemiliknya yang tertegun dengan ucapan ucapan Alsa sebelumnya.
Sebuah bus berhenti tepat di depan halte. Kerumunan siswa-siswi memasuki bus dan memilih tempat duduk. Tak ingin berdesakan, Alsa memilih untuk masuk paling akhir setelah melambaikan tangan pada Elvino. Pemuda itu tersenyum sambil membalas lambaian tangan. Setelah memastikan Alsa masuk ke bus, Elvino segera melangkah menjauh.
Persis setelah Alsa duduk di kursi, sebuah suara menyerupai hantaman terdengar. Kemudian disusul erangan seorang laki-laki remaja yang sangat Alsa kenal, setelahnya sebuah deru motor sport besar melesat jauh membelah jalanan Jakarta yang ramai.
"Pak, jangan jalan dulu, saya mau turun!" seru Alsa tergopoh-gopoh lari menuruni bus.
Gadis itu dengan cepat memindai sekitarnya, mendapati kejadian tabrak lari yang menimpa seorang laki-laki berseragam serupa dengannya. Laki-laki itu terbaring sambil menahan sakit, pria paruh baya yang dikenali sebagai sopir bergegas membantu. Beberapa orang dan siswa ikut menolong, hingga Alsa mendapati wajah si korban setelah berdesakan dengan kerumunan.
Gadis itu mengatur napas setelah berlari secepat yang ia bisa, air mukanya sudah dipenuhi kepanikan. "Elvino!" teriaknya.
#
29 Juni 2019
@pirdaacindy
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabtu
Teen Fiction[Update setiap hari Sabtu] Alsabtu Crystalia ... seorang gadis yang membenci hari Sabtu, apa pun yang berhubungan dengan hari Sabtu. Melupakan tugas sekolah, galau-galauan ala jomlo, maupum kencan malam Minggu bersama pacar. Dia membenci semua itu...