Mungkin benar apa yang dikatakan kebanyakan orang, ego seorang lelaki sangatlah besar hingga dapat mengalahkan apa pun. Namun, bagaimana pun juga manusia harus menurunkan egonya agar tidak disebut egois.
Inilah yang dirasakan Aryan saat ini. Rasa bersalahnya terus bertambah, sedangkan egonya melarang untuk minta maaf. Pagi ini wajah Dad terlalu kaku untuk diajak pura-pura tak ada masalah. Baiklah, Aryan akan mengalah dan jangan sebut dia egois karena hari ini akan minta maaf pada Dad.
Pagi ini meja makan sepi, Dad meminum kopi sambil membaca koran. Mum sibuk memindahkan makanan dari dapur ke meja dengan dibantu beberapa asisten rumah tangga. Aryan duduk dengan gusar, tidak tahu harus melakukan dan berkata apa, ditambah jantungnya berdebar ketika melihat Dad duduk di ujung meja yang tampak tak mau diganggu.
Aryan membulatkan tekad. Cukup panggil sekarang juga. "Dad."
"Hmmm," sahut pria berkacamata tanpa mengalihkan pandangan dari koran.
Lidah yang tak bertulang itu rasanya sangat kaku untuk digerakkan. Tinggal ucapkan maaf, Aryan benar-benar kesulitan mengucapkan kata itu. Kalimat permintaan maaf sudah di ujung, tinggal mengeluarkan saja, tetapi dia telan kembali karena tidak percaya diri. Dia membulatkan tekadnya, memejamkan mata dan berkata, "Maafin aku yang udah kurang ajar sama Dad selama ini. Aku nggak maksud gitu, cuma pengen kita punya waktu bareng bertiga." Cowok itu mengembuskan napas lega. Akhirnya kalimat sepanjang itu tertuang begitu saja dengan mudah.
Dad menurunkan korannya, memandang sang putra dengan intens, disusul dengan senyuman di wajahnya. Kedua tangannya direntangkan, bermaksud menyambut pelukan. Melihat respon positif itu, Aryan langsung bangkit dan memeluk tubuh tegap Dad-nya. Dia benar-benar lupa rasanya memeluk pria itu.
Keduanya melepas pelukan tersebut dengan senyum cerah yang menghiasi wajah masing-masing. "Dad juga minta maaf, selama ini nggak punya waktu banyak buat kita bertiga. Dad janji, kita akan berlibur bersama nanti ya."
"Aku nggak menuntut Dad buat ngajak liburan. Apa pun yang Dad lakukan selama ini udah yang terbaik buat kita semua."
"Nah, gitu dong. Cowok-cowoknya Mum pada baikan gini. Kan enak lihatnya. Yuk sarapan!" Suara Mum membuyarkan suasana haru di antara dua laki-laki itu. Mereka segera sarapan, setelah itu akan memulai aktivitas harian masing-masing.
📚
Selasar menuju kelas Alsa masih sepi, gadis itu berjalan sambil bersenandung. Menikmati udara pagi yang menerbangkan beberapa helai surainya yang hitam. suara decitan sol sepatu yang beradu dengan lantai selasar menjadi suara yang mengiringi langkahnya menuju kelas. Sebuah tepukan lembut mendarat di bahu kanan dan membuatnya mengalihkan pandangan.
"Elvino, kirain udah dateng duluan di kelas."
Cowok itu tersenyum. "Kalo misal gue bilang punya pacar, reaksi lo gimana?"
"Rania ya? Cepet banget, hebat sekali dia bisa dapetin kamu. Sekaligus beruntung." Alsa melangkah sembari melontarkan pertanyaan dengan sangat antusias.
"Cuma misalkan."
"Oh, ya pastinya gue seneng dong. Artinya sahabat gue nggak nolep amat." Gelak tawa Alsa memburai, pipinya semakin gembil dan gadis itu terlihat begitu cantik pagi ini.
"Tapi, kenapa lo tadi bilang Rania beruntung dapetin gue?"
Sebelumnya Alsa tak pernah menduga pertanyaan ini akan terlontar kepadanya, akhirnya ia bingung harus menjawab apa. "Ya ... beruntung, karena ... bisa jadiin lo guru privat bahasa Inggris secara gratis. Ya nggak?" Alsa memaksakan tawanya pelan, tetapi yang ada hanya dengusan dari sahabatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabtu
Teen Fiction[Update setiap hari Sabtu] Alsabtu Crystalia ... seorang gadis yang membenci hari Sabtu, apa pun yang berhubungan dengan hari Sabtu. Melupakan tugas sekolah, galau-galauan ala jomlo, maupum kencan malam Minggu bersama pacar. Dia membenci semua itu...