Dua lembar roti dengan selai kacang cokelat serta segelas susu putih yang asapnya masih mengepul telah terhidang di depan Alsa. Gadis itu menyantap dengan santai meski suara Mama sudah memenuhi gendang telinga, menyuruhnya makan cepat dan berangkat sekolah. Pasalnya, wanita paruh baya itu selalu saja gugup ketika anak-anaknya mengikuti tes atau pun olimpiade, meski itu bukan kali pertamanya. Pengetahui kegugupan itu, Alsa hanya santai-santai saja menanggapinya.
"Ma, berangkatnya itu nanti agak siang. Nggak langsung berangkat pagi ini."
"Kamu kan bisa memanfaatkan waktu untuk persiapan pagi ini, berdiskusi sama rekan olimpiade kamu, biar tenang dan segala masalah bisa cepet teratasi. Nanti tergesa-gesa malah panik nggak keruan."
"Iya, Ma, bentar lagi ya, hehe."
Mendengar jawaban Alsa, Bian hanya menggeleng-gelengkan kepala. Kelakuan adiknya itu memang sangat menggemaskan baginya. "Ma, pekan depan aku kembali ke Bandung. Sudah mau mulai seminar proposal."
"Wah, anak Mama udah mau lulus, Mama doakan semoga cepet beres dan lancar sampai sidang."
"Semangat, Abang, kalo lulus traktiran di Starbucks dan segala macam makanan yang ada di Jakarta, hehe."
"Starbucks gundulmu, makan itu roti, cepetan berangkat!"
Alsa mengerlingkan mata jengkel. "Iya, iya ... Abang yang anter, 'kan?"
"Dih, ogah." Bertepatan dengan jawaban ketus Alsa, suara ketukan di pintu terdengar. Mama berjalan menuju pintu sedangkan Alsa masih menikmati sarapan.
Wanita paruh baya itu terlihat bercakap-cakap sekilas dengan orang yang belum diketahui identitasnya. Namun, dari raut wajah mama terlihat bahagia. Siapa dia?
"Alsa, dijemput temennya, nih!"
"Tuh, dijemput pacar," ucap Bian sambil melempar sepotong bakwan yang langsung ditangkap Alsa.
"Apa sih, Abang? Sewot aja! Abang juga punya pacar, banyak malah, lebih dari satu. Awas, kena karma." Alsa beranjak menuju asal suara sang mama.
"Sok tahu kamu ya, Bocah!"
Di kepalanya telah terpenuhi pertanyaan tentang siapa teman yang dimaksud Mama. Jika itu Elvino, maka Mama akan secara langsung menyebut namanya. Alsa sangsi, apakah dia ...
Aryan.
Ya, cowok itu lagi. Dia sebenarnya baik, hanya saja kadang sangat menyebalkan hingga membuat Alsa jengah. Namun, akhir-akhir ini cowok itu selalu membuatnya nyaman berada di dekatnya, menghiburnya dan selalu ada candaan ketika mengobrol dengan Aryan.
"Hei, dude! Tumben pagi-pagi udah di sini. Nganter koran?" canda Alsa.
"Heh, Alsa, ini temennya mau ngajak berangkat bareng loh," tegur Mama, Aryan terlihat salah tingkah, tetapi ditutupi dengan senyum kikuknya.
"Iya, Ma, Alsa bercanda." Pandangannya teralih pada Aryan. "Gue ambil tas dulu, ya." Cowok itu mengangguk.
Setelah siap dengan tas di punggung, Alsa meraih tangan Mama dan menciumnya. Aryan juga melakukan hal yang sama, mereka mengucapkan salam. "Hati-hati di jalan, jangan ngebut ya."
Keduanya telah duduk di atas motor besar milik Aryan, gadis itu melambai pada Mama sebelum kendaraan melesat menyusuri jalan. Angin pagi terasa begitu dingin seakan menembus hingga tulang. Alsa memeluk dirinya sendiri yang tanpa jaket agar terasa lebih hangat.
Aryan menambah kecepatan motor tanpa tahu penumpangnya yang kedinginan. Gadis di belakang sudah cukup kedinginan hingga tak sanggup menahan, akhirnya kedua tangannya melingkar di perut Aryan. Tangannya merasakan otot di perut itu yang sudah membentuk kotak-kotak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sabtu
Teen Fiction[Update setiap hari Sabtu] Alsabtu Crystalia ... seorang gadis yang membenci hari Sabtu, apa pun yang berhubungan dengan hari Sabtu. Melupakan tugas sekolah, galau-galauan ala jomlo, maupum kencan malam Minggu bersama pacar. Dia membenci semua itu...