Tamparan keras itu membuat Aryan sedikit terhuyung, telapaknya memegangi pipi kiri yang terasa nyeri dan panas.
"Gue udah bilang baik-baik sama lo. Kemarin lo nabrak temen gue, gue biarin. Ngeledek gue di kelas lo, gue juga masih tolerir. Apa kurang jelas perkataan gue barusan, hah?" Kalimat yang dilontarkan Alsa begitu lirih, bahkan hampir serupa bisikan dan hanya Aryan yang mendengar. Namun, setiap kata yang keluar terdengar sangat tajam dan menusuk.
Gadis itu menarik kerah jas cowok di depannya dan mulai bersuara lebih keras. "Gue udah bilang baik-baik dan dengan sangat jelas, jangan sebut nama sialan itu! Apa pendengaran lo nggak berfungsi? Mau panjat sosial di depan adek kelas?" bentak Alsa dengan nada tinggi. Aryan terdiam, mengusap darah dari bibirnya yang sedikit robek akibat tamparan Alsa.
Tamparan gadis ini cuku kuat juga, pikirnya. Sekelebat ingatan muncul di kepala. Seorang gadis dengan gaya yang sama, melawan pria dewasa tanpa rasa takut. Bayangan gadis itu ada pada Alsa, tetapi ia tak yakin apakah mereka adalah orang yang sama.
"Alsa cukup! Tenangin diri lo. Jangan sampai kelewatan," lerai Elvino susah payah. Dia menarik tangan Alsa agar melepas genggaman dari kerah jas kemudian memeluknya sekilas dan mengalihkan pandangan pada Aryan. "Tolong pergi, Kak."
"Kenapa harus pergi? Selesaiin di sini! Lo nggak tahu apa-apa soal kehidupan gue." Mata Alsa berkaca-kaca, ia berusaha menahan isakannya. "Tiba-tiba lo datang, lo ...."
"Ada apa ribut-ribut?" tanya pak Kristian---guru bahasa Indonesia---dengan tegas.
📚
"Aww ... sakit tau, pelan-pelan dong!" keluh Aryan ketika Alsa berusaha membersihkan luka di bibirnya.
"Berhenti lembek kayak cewek gitu atau obati sendiri lukanya!" sentak Alsa sambil melempar kapas ke kotak berisi antiseptik.
"Alsa, tanggung jawab apa yang kamu perbuat. Obati dia dulu!" tegur Pak Henry yang sudah berada di ruang UKS bersama dua siswanya.
"Tapi, Pak, saya nggak mau jadi rekan olimpiade bareng dia! Saya mengundurkan diri saja kalau begini."
"Saya tidak sembarangan memilih siswa untuk mengikuti olimpiade, ada alasan mengapa saya milih kamu dan kamu sudah membuktikan melalui seleksi. Apa kamu mau sekolah kita tidak masuk daftar juara nasional?"
Alsa diam, dia memainkan kapas di tangannya.
"Kamu sudah terpilih, itu artinya kamu yang terbaik. Latihan dengan tekun dan raih juara olimpiade bahasa Prancis kali ini," perintah Pak Henry dan bergegas ke luar dari ruang UKS.
Suasana hening, canggung, tak ada yang berbicara. Aryan merasa bersalah, terlebih lagi ketika melihat mata gadis itu berkaca-kaca ketika bicara beberapa saat lalu.
"Emm ... gu-- gue ..., " cicit Aryan tidak jelas. Alsa memandangi cowok itu tajam. "Maaf."
"Nggak denger."
"Apa-apa sih lo! Gue udah tulis minta maaf loh, malah pura-pura nggak denger. Gila lo!"
"Udah baik cara minta maafnya?"
"Baiklah. Gue nggak tau nama panggilan lo, dan gue nggak mau kena tampar lagi. Jadi ... gue nyesel udah sembarangan nyebut nama lo. Maafin gue."
"Alsa."
Aryan terkejut dengan apa yang ia dengar. Gadis itu memberi tahu nama panggilannya. Anggap saja mereka dengan berkenalan, lalu ia meraih paksa tangan gadis di depannya dan menjabat sambil berkata, "Gue Aryan."
Alsa memandangi wajah Aryan yang penuh semangat sekaligus tampang menyebalkan yang tetap melekat padanya. Gadis itu menatap intens, memandang penampilan Aryan yang cukup rapi. Celana bahan dengan atasan turtleneck dan dibalut jas sekolah. Alsa mengakui cowok di depannya cukup tampan. Ya, cukup hanya mengakui saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sabtu
Teen Fiction[Update setiap hari Sabtu] Alsabtu Crystalia ... seorang gadis yang membenci hari Sabtu, apa pun yang berhubungan dengan hari Sabtu. Melupakan tugas sekolah, galau-galauan ala jomlo, maupum kencan malam Minggu bersama pacar. Dia membenci semua itu...