Sabtu - 7 - Air Mineral

114 15 13
                                    


Anak OSIS menobatkan pekan ini adalah pekan tersibuk setelah liburan semester satu. Pertandingan persahabatan ini menguras tenaga mereka dengan segala persiapan yang dibutuhkan. Alsa bersyukur tak ada kendala keuangan karena proposal yang dibuat oleh Minggu telah lolos dari Majelis Perwakilan Kelas dan langsung diproses oleh pihak sekolah. Hanya sedikit miss comunication tentang jadwal pertandingan, namun hal itu sudah ditangani baik oleh MPK.

Bersama Meri, Alsa harus mengecek seluruh peserta baik dari sekolahnya sendiri maupun dari Taresa High School. Dia harus berjalan ke sana ke mari membawa lembaran daftar lomba dan peserta dan mengabsen satu persatu. Pekerjaan yang mudah, tetapi kakinya yang terus memprotes supaya berhenti naik turun tangga.

"Biar gue aja yang ngabsen. Calon istri gue capek, 'kan? Cek bagian konsumsi aja," ujar Meri seraya menyambar lembaran kertas di genggaman Alsa.

Gadis itu sedikit kesal dengan sebutan calon istri yang dilontarkan oleh Meri. Namun, cowok itu benar, dia lelah dan lebih baik mengecek bagian konsumsi yang tidak memerlukan banyak tenaga.

"Okay," balas Alsa datar. Dia segera melangkahkan kaki ke gedung Sport Center. Di sisi bagian kiri telah tersiap tenda pusat konsumsi yang dijaga oleh beberapa anak OSIS.

Alsa meminta daftar konsumsi dan mengecek jumlah keseluruhan dibantu oleh rekan OSIS lainnya. Semua beres, tinggal beberapa dus air mineral yang akan dibawa dari koperasi sekolah ke lokasi pertandingan.

"Jangan mengkhawatirkan air mineral, kita punya cukup banyak di sini. Kalo kurang nanti aku bisa lari ke kantin. Upacara pembukaan akan dimulai 30 menit lagi," tutur Gabriel dengan raut wajah yang menenangkan.

"Ya, aku lega karena sejauh ini tidak ada kendala pra acara. Dan semoga sampai acara selesai tidak ada masalah yang terjadi."

"Semangat Alsa." Gabriel tersenyum penuh arti dan dibalas senyuman juga oleh Alsa sebelum pergi dari stan konsumsi.

Peserta pertandingan dari kedua sekolah dan supporter berkumpul di lapangan terbuka. Upacara pembukaan segera dimulai, Alsa dan Minggu berdiri di sebelah podium pidato. Dia tidak tahu mengapa Meri menyerahkan tanggung jawab memberi pidato pada dirinya. Satu-satunya alasan yang membuat Alsa setuju adalah, cowok itu harus mengecek ruang istirahat para peserta.

📚

Matahari kian menyengat, Aryan menahan umpatan yang sudah menari-nari di lidahnya. Meski beberapa umpatan telah terlontar dan disusul suara teman-temannya yang menyerukan kata-kata semacam itu. Sebagian anak perempuan malah cekikikan mendengar bad word bersahut-sahutan di antara kaum Adam.

Ini benar-benar upacara paling lama dan paling menyiksa bagi Aryan. Bagaimana tidak? Pidato dari sang kepala sekolah tak kunjung selesai. Dia sempat melirik jam tangan ketika pidato dimulai, pukul tujuh. Dan sekarang jarum itu tepat menunjuk di antara angka tujuh dan delapan. Ditambah cuaca panas yang rasanya sudah membakar kulit. Cowok itu yakin kulitnya sudah terbakar dan memerah, inilah kelemahan memiliki kulit putih pucat---mudah terbakar.

Aryan masih tidak merasa tenang. Telinganya berusaha ditutup rapat-rapat mendengar pidato sang kepala sekolah yang mengatakan kalimat "Dan yang terakhir" sebanyak tiga kali. Bilang saja, yang terakhir pertama, terakhir kedua, terakhir ketiga, dan seterusnya hingga terakhir yang benar-benar akhir. Membosankan.

Setelah ini masih ada pidato dari ketua OSIS dan Ambassador Mission. Sialan, batin Aryan dengan umpatannya yang tak berhasil lolos dari mulut.

"Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua ...."

Secara otomatis, gendang telinga Aryan terbuka. Bahkan berusaha menyerap satu suara yang keluar dari pengerasnya di depan sana. Suara gadis itu, Alsa. Dia bukan ketua OSIS, tetapi bagaimana bisa?

SabtuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang