Renata mendorong Pintu Toko Kue di tempat dia bekerja. Seperti biasa, Renata bekerja di Toko Kue ini dari jam 4 sore, Hingga jam 9 Malam.
Setidaknya, dia punya gaji untuk membiayai kehidupannya sendiri.
-RENATA-
"Dek, Aku mau Kue Coklat 15 ya." Renata selalu memperhatikan Wanita ini. Hampir setiap Hari dia memesan Kue Coklat dalam jumlah yang banyak.
Bahkan sejak pertama Renata bekerja di Toko Kue, Wanita ini sudah memesan Kue di Toko ini.
Namun, Renata masih belum sempat menyapanya. Yah, Karena Renata sulit untuk terbuka. Namun, Kali ini dia harus mencoba agar tidak terus-menerus mengurung diri.
Tidak bagus juga bagi Renata jika dia tidak bergaul. Dia, Akan sulit bersosialisasi dan sulit mendapatkan Banyak teman.
"Kakak, Kayaknya Rajin beli Kue Coklat disini. Kalo boleh tau, Untuk apa ya kue sebanyak itu?" Wanita itu tersenyum.
"Akhirnya kamu Nyapa aku juga, Biasanya diam aja.. Aku beli Kue Sebanyak ini, Untuk anak-anak."
Pernyataan Kakak itu barusan membuat Renata Bingung."Anak-anak? Kakak udah Menikah? Tapi kok, Kayaknya masih muda banget untuk menikah." Tanya Renata memperhatikan Wanita ini. Jasnya Rapi, Rambutnya di Kuncir, Celana Bahan, dan Kaos berwarna Merah yang tertutupi dengan Jas Berwarna Hitam.
Yah, Selama ini Wanita itu memang selalu datang di jam-jam Hampir toko ini tutup. Dan selalu berpakaian Rapi, Mungkin benar dugaan Renata Bahwa Kakak ini, Kerja Kantoran.
"Bukan, Aku seorang Psikolog. Biasanya, Anak-anak Kecil suka dengan kue-kue yang manis, Apalagi kue coklat. Jadi, Ku bawakan ini agar mereka senang." Jawab Wanita itu dengan Memamerkan Plastik yang berisi Kue Coklat yang baru saja di berikan Oleh Renata.
"Oh.." Jawab Renata dengan Menganggukkan Kepalanya.
"Namamu Renata kan?" Ah, sepertinya Kakak ini sudah Lama memperhatikan Renata. Bahkan, Namanya saja dia sudah tau.
"Iya, Kakak sendiri?"
"Nayla." Balas Nayla dengan Mengacungkan tangannya. Dan Renata membalasnya.
Dret.. Dret... Dret...
"Renata, Bisa kakak titip Kuenya sebentar? Kakak Mau Terima telepon dulu soalnya." Renata menganggukkan Kepalanya. Sudah jam 9, Renata pun membereskan Toko dan Pamit pada Bu Ajeng pemilik Toko tersebut.
Renata mengambil bingkisan Kak Nayla, dan menunggu Kak Nayla selesai Bertelepon.
"Ah, Maaf ya lama.. " Ucap Kak Nayla saat sudah selesai menerima Telepon.
"Iya, Nggak Masalah kok. Ini, Kuenya." Renata menyodorkan Plastik putih yang berisi Kue Coklat tersebut pada Kak Nayla.
"Emm.. Kak, Maaf aku harus pulang nih, soalnya Mau ngerjain Tugas Sekolah. Nggak masalahkan ku Tinggal duluan?" Ucap Renata pada Nayla yang sedang memasukkan Handphonenya ke dalam Tas.
"Iya Nggak masalah, Ini kakak mau pulang juga. Oh, Ini ambil Kue Coklat buat kamu." Ucap Nayla sembari Menyodorkan Kue Coklat Pada Renata.
Namun reaksi Renata hanya diam. Hingga suara Nayla yang memecahkan Lamunan Gadis itu.
"Ambil.." Kemudian Renata mengambil Kue Tersebut.
"Makasih Banyak kak." Ucap Renata Sembari tersenyum.
"Sama-sama."
Dret... Dret... Dret...
"Haduh, Kenapa sih ini Orang nelpon terus." Keluh Nayla sembari menjauhi Renata sedikit. Yah mungkin, Karena itu memang Privasi.
Melihat Nayla sibuk bertelepon, Akhirnya Renata memutuskan Untuk Pulang.
Setelah setengah menit Nayla selesai Bertelepon, Baru dia menyadari bahwa Renata sudah Pergi.
Tapi, Ada buku catatannya yang terjatuh.
"Buku Diary, Ini pasti punya Renata." Ucap Nayla saat memungut Buku tersebut. Namun, Nayla sedikit penasaran dengan isinya. Sebenarnya, Ada sedikit kecurigaan Nayla Pada Renata. Melihat, Gerak gerik tubuhnya, Deru Nafasnya yang selalu tidak teratus saat berhadapan dengan seorang Pria.
Dan Bahkan, Gadis itu diam saat Nayla menyuruhnya untuk mengambil Kue Coklat tadi.
Mungkin ini sedikit Lancang, Tapi Setidaknya mengobati Rasa Penasaran Nayla terhadap Gadis itu.
-RENATA-
Renata memencet Bel, Menuggu seseorang Membukakan Pintu.
Tak lama pintu pun terbuka, Menampilkan sesosok Gadis dengan Kaos Berwarna Hitam dan celana Bahan pendek selutut. Gadis yang sudah menolong Renata, Gadis yang peduli dengan Hidup Renata.
"Ayo, Masuk Dew... Bunda Udah Pulang, dia mau nanya-nanya sama kamu." Renata Masuk mengiringi Langkah Dewi.
"Renata, Sini duduk." Suruh Wanita Paruh Baya, yang sedang duduk di atas sofa. Yang sudah Renata duga adalah Bundanya Dewi.
Wajah Dewi tidak jauh beda dengan Wajah Bundanya.
Renata pun duduk, sesuai dengan Arahan Bunda Dewi.
"Dewi udah cerita Barusan, Dia juga sudah izin sama Bunda." Renata Hanya mengangguk.
"Tapi, Bunda ingin dengar Langsung dari Mulut Renatanya." Renata diam. Jujur, ada rasa sakit jika dia Harus mengingat Tentang Hal itu. Hal yang selama ini ingin dia Lupakan, Namun tak akan pernah bisa.
"Re.." Ucap Bunda Dewi sembari mengelus Kepala Renata.
"Bunda, memiliki suatu Organisasi Namanya CIA. Di dalam Organisasi itu, Kami sering bertemu dengan anak-anak yang mengalami Nasib sama seperti kamu. Kami membantu mereka Agar speak Up, agar mereka nggak menanggung beban sendiri. Masih banyak manusia yang peduli dengan Hak Asasi Manusianya yang lain. Hak mendapatkan Rasa Aman, Hak Untuk mendapatkan kesetaraan dimata Hukum... " Jelas Bunda Dewi. Tapi Renata Hanya diam.
"Hak untuk mendapatkan kesetaraan di mata Hukum? Tapi, Saat Renata Lapor ke Polisi justru dia meminta bayaran jika ingin kasus Renata di tangani. Apa itu yang namanya Kesetaraan di mata Hukum? Atau, Hukum hanya bisa di laksanakan bagi mereka yang memiliki uang sedangkan Renata, Yang hanya orang Biasa Bahkan Jauh dari Kata Kaya Kasus Renata tak penting untuk di tangani?" Renata tau dia lancang, Berbicara dengan Nada sedikit tinggi. Bahkan Dewi Pun terpaku melihat Renata Semarah itu jika mengingat kasus Buruknya. Tak pernah temannya semarah Itu, seburuk apapun yang Dewi Lakukan.
Bunda Dewi Hanya diam.
"Bunda Mengerti, Tapi kalau kamu nggak Speak Up kasusmu bakal tenggelam. Kamu bakalan terus-terusan merasa terintimidasi." Jelas Bunda Dewi dengan Nada Ramah.
"Apa yang akan aku dapatkan kalau Kasusku di bawa Ke Ranah Hukum? Hanya Hukuman penjarakan? Itu pun kalau Kasusku Menang. Berapa Tahun Tante? 7? 9? 12? Setelah Dia lepas, Apa bisa mengobati Luka yang ada di dalam Diri Aku? Enggak kan?!" Jujur Bunda Dewi sudah terbiasa mengurus Kasus Yang seperti Renata. Jadi dia tidak Kaget, Dengan Ekspresi Korban yang Marah seperti ini.
"Mungkin dia hanya di Penjara, Tapi setidaknya dia mendapatkan Hukumannya di penjara sayang... "
"Aku Belum siap Tante, Aku belum Ingin kasus ini di Bawa Ke Ranah Hukum. Aku belum siap, Semua orang Tau dengan Kasusku. Aku malu, Malu sama diriku sendiri." Renata Menunduk, Dia sudah tidak tahan Lagi untuk tidak menahan Tangisnya. Tangannya Gemetar, setiap Kali mengingat Kasus itu.
"Kenapa Aku di Lahirkan?" Liris Gadis itu dalam Tangisnya. Bunda Dewi Memeluknya, Mencoba menyalurkan Ketenangan terhadap Gadis itu. Bahkan gemetar di Punggungnya pun dapat Bunda Dewi saat Memeluk Renata.
Betapa Traumanya Gadis ini.
"Kapan pun kamu Siap kasus ini di bawa Ke Ranah Hukum, Bunda Akan Bantu kamu." Ucap Bunda Dewi saat Memeluk Renata.
¤¤¤
KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA (Selesai) ✔
Teen FictionKehidupan Renata berubah Sejak Ayahnya meninggal saat usianya 12 Tahun. Sedih, Karena Ayah Yang memberikannya seluruh kasih sayang telah tiada. Hingga suatu Insiden buruk terjadi Pada Renata. Di tengah-tengah maraknya Kasus Pelecehan Seksual, Kek...