"Jika saja Yang Kuat tidak menindas Yang lemah.
Jika saja yang pintar tidak memanfaatkan yang bodoh.
Mungkin, Keseimbangan hubungan akan tetap terjaga.
Dan meminimalisir tentang Kasta."-Reminder Self-
-RENATA-
Setelah Bu Rahma menjelaskan tentang apa yang dia Lihat, dan dia dengar, Di Sumpah untuk menjadi Saksi.
Dia pun turun dari Podium Saksi. Dan Bu Asti yang menggantikan Posisi Bu Rahma di tempat tersebut.
Bu Asti menceritakan hal yang Sama dengan Apa yang di ceritakan Bu Rahma.
Sedetail Mungkin, Tanpa ada yang di lewatkan.
Tentu, Setiap Wanita yang memiliki Seorang Putri. Tidak terima bila Putrinya di 'Kotori', Di pukul, Di Hajar. Bahkan melihat keadaan Renata saat itu, Masih teringat jelas di Ingatan Bu Asti dan Bu Rahma.
Hanya hati nurani, Yang mendorong Bu Asti dan Bu Rahma untuk bersaksi meski Sudah di Ancam.
Kurasa, Itu bukanlah rahasia umum lagi.
Setelah Bu Asti bersaksi, Juna pun Maju untuk bersaksi juga.
"Nama Saya, Arjuna Prawira. Saya Bersumpah Atas Nama Tuhan, Bahwa yang saya katakan hanyalah sebuah Kejujuran, Berdasarkan Apa yang saya lihat dan Saya dengar." Ucap Juna Lantang.
"Silahkan." Ucap Sang Hakim.
"Saat itu, Renata tidak Masuk Ke Sekolah Selama Satu Minggu. Tanpa kabar, dan keterangan kenapa dia tidak Masuk. Saya mengenal Renata sejak Kamis kelas 1 SMP. Renata, Bukanlah tipe anak yang suka membolos." Ucap Juna Melirik ke Arah Renata.
"Setelah Seminggu Dia Tidak masuk tanpa Kabar, Di Hari Rabu Saat jam Olahraga di jam Pelajaran Pertama. Renata datang, dengan Muka yang agak Lebam, dan Jalan bukan seperti biasanya." Ucap Juna Tegas.
"Luka lebam, Persis letaknya seperti Yang di Jelaskan Oleh Bu Rahma dan Bu Asti. Hanya saja, Kemungkinan besar karena jaraknya kejadian sudah berlalu satu minggu. Lebam-lebam sudah mulai Membaik hanya Tertinggal bekas. Hanya itu, Yang saya lihat yang Mulia." Ucap Juna.
"Darimana Kau bisa mengambil Kesimpulan Bahwa Itu adalah Perbuatan Pelaku? Bisa saja dia berkelahi tanpa sepengetahuanmu. Yang Mulia, Kesaksian Anak Muda ini tidak Bisa di anggap menyakinkan, Karena dia Melakukan Analisis bukan berdasarkan Bukti." Ucap Niko.
Juna hanya diam.
Memang benar, Dia tidak memiliki Bukti untuk ini. Tapi, Apakah untuk meyakinkan kebenaran yang bisa di nalari dengan Logika harus mempersiapkan Bukti yang akurat?
Jawabannya Harus. Terima Atau tidak, Jawabannya kau memang harus memiliki Bukti yang Akurat.
"Keberatan Yang Mulia." Ucap Ivan.
"Bukankah saksi di Sumpah untuk menyatakan Kejujuran berdasarkan apa yang dia Lihat? Berdasarkan Apa yang dia dengar?" Ucap Ivan Lantang.
"Tugas Saksi, Hanya menyampaikan Apa Yang dia Lihat dan dia dengar, Bukan Menjawab setiap Intimidasi dari Pihak yang tidak berwenang hanya demi Mendapatkan sebuah celah untuk memenangkan Kasus. Terima Kasih yang Mulia." Ucap Ivan Kembali duduk.
"Tapi Pernyataan Saksi Barusan, Sudah menjerumuskan Hasil Analisisnya sendiri tanpa Bukti yang Akurat." Ucap Niko.
"Pernyataan Saksi ketiga, tidak Bisa di anggap Karena tidak memiliki Bukti yang Akurat. Terima Kasih yang Mulia." Ucap Niko.
Ivan Tampak Kesal, Dia sudah menduga hal ini pasti akan terjadi.
Apapun, Niko akan melakukan Apapun meski itu hanya Sebuah celah sedikit saja.
Demi memenangkan Kasusnya.
Penyuapan, Ancaman, Memanfaatkan Orang lain, Nepotisme. Apapun akan dia Lakukan.
Itulah Sebabnya, Ivan tak bisa berharap Banyak jika Berhadapan Dengan Niko.
Suasana sidang Hening, Sang Hakim sedang memeriksa Bukti yang di berikan dari Pihak Korban.
Hasil Visum, CCTV, pernyataan Korban, Media.
Ivan mengerahkan Semuanya, Demi Membantu Renata mendapatkan keadilan.
Meski, hanya 10/15%.
"Sidang di Skors, 20 Menit." Sang Ketua Hakim ketuk Palu.
Ketiga hakim tersebut Berdiri, dan Meninggalkan Ruang persidangan untuk 20 Menit ke depan.
-RENATA-
"Kak Ivan..." Ucap Renata Pada Ivan yang masih Sibuk membaca Berkas-berkasnya.
"Ya?" Jawab Ivan.
"Aku punya uang Tabungan sedikit, Dari Hasil Gajiku... Aku, Baru bisa membayar segitu..." Ucap Renata sembari menyerahkan Amplop Berwarna Putih persegi Panjang.
Ivan mengerutkan Keningnya.
"Bukankah, Setiap orang yang meminta jasa pengacara untuk di jadikan juru bicaranya di persidangan, Harus memberikan Kompensasi atas jasanya tersebut? Kak Ivan, sudah bekerja sangat keras untuk membantuku mendapatkan keadilanku. Jadi... Terimalah ini, Kurangnya, Akan Ku Lunasi nanti..." Ucap Renata sembari menunduk.
"Kamu ngomong apa?" Tanya Ivan. Kali ini Renata yang Bingung.
"Aku, Hanya melakukan Tugasku sebagai seorang pengacara. Apa semua pengacara bergantung pada Hukum agar mendapatkan Kompensasi dari orang yang meminta jasanya? Selagi aku bisa membantu mereka yang membutuhkan pertolonganku, Akan aku bantu. Bukankah, Yang bisa harus membantu yang tidak bisa?" Ucap Ivan sembari tersenyum. Airmata Renata menetes.
"Kenapa kamu nangis?" Tanya Ivan. Renata menggeleng.
"Aku... Jadi menginginkan, Bagaimana rasanya memiliki seorang kakak Laki-laki yang baik." Ucap Renata sembari tersenyum. Namun, Airmata Mengumpul di pelupuk Matanya.
"Anggap saja Aku kakak Laki-Laki Kamu, Kalau kamu butuh.. Kamu bisa telepon aku, dan Kak Nayla." Renata Mengangguk.
"Dengar, Di Dunia ini memang banyak orang jahat. Tapi, bukan berarti tidak ada Orang baik... Jangan anggap dirimu sendiri.. " Renata Mengangguk.
"Terima Kasih.. " Ucap Renata. Ivan mengangguk.
-RENATA-
KAMU SEDANG MEMBACA
RENATA (Selesai) ✔
Teen FictionKehidupan Renata berubah Sejak Ayahnya meninggal saat usianya 12 Tahun. Sedih, Karena Ayah Yang memberikannya seluruh kasih sayang telah tiada. Hingga suatu Insiden buruk terjadi Pada Renata. Di tengah-tengah maraknya Kasus Pelecehan Seksual, Kek...