15

2.4K 78 4
                                    

Note : Ini hanyalah Cerita Fiktif/Rekayasa dari Imajinasi Author Sendiri. Jika ada yang tidak sesuai, Mohon di Maafkan.. Karena minimnya Ilmu Tentang Hukum di Otak Author.

Selamat Membaca...

-RENATA-


Hari ini adalah Hari persidangan.

Ivan, Nayla, Renata, Juna, Bu Rahma, , Bu Asti, Dewi, dan Bundanya.. Termasuk pihak Terdakwa Sudah Berada Di ruang persidangan.

Banyak Pers sedang Menyiapkan Media Mereka, Dari Mulai alat tulis, Kamera, Sudah mereka siapkan.

Entah seberapa keras Kak Ivan berjuang untuk hal ini.

Hakim memasuki Ruang Persidangan.

Tatapan Tajam Ivan Tertuju pada Lawan Pengacaranya, Yaitu Niko.

Yang tersenyum, tapi Ivan paham arti senyuman itu.

"Sebelum persidangan di Mulai, Saya Ingin mengabsen terlebih dahulu." Ucap Hakim membuat semua suara yang terdengar tadi berubah menjadi Sepi.

"Pihak pengadu." Ucapnya Lantang.

"Hadir, Pak." Ucap Ivan Sembari berdiri.

"Pihak tersangka." Ucap Hakim lagi.

"Hadir, Pak." Ucap Niko, sembari menunduk 90°.

Benar-benar pencitraan.

Hakim mengangguk dan mempersilahkan duduk kembali.

"Kasus Pemerkosaan Terhadap Anak Di Bawah Umur, yang bernama Renata Purnama." Ucap Sang Hakim. Ivan Mengangguk. "Kepada Saksi, di persilahkan."

Bu Rahma Berdiri, dan beranjak untuk Ke Podium. Menjelaskan hak yang di Lihat dan dia Dengar.

"Nama Saya Rahmawati. Saya bersumpah Demi Nama Tuhan, Bahwa apa yang saya Katakan Itu Hanyalah kejujuran, Berdasarkan Hal yang saya Lihat, dan saya dengar." Ucap Bu Rahma yang bersumpah Di Atas Al-Qur'an.

Setelah selesai di sumpah. Sang Pembawa kitab Pun beranjak menjauh dari Posisi Bu Rahma.

"Hari itu, Saya pergi ke Rumah Renata bersama Bu Asti untuk menagih Uang Arisan Ibunya Renata.. Karena sudah 2 Minggu, Ibunya Renata belum bayar-bayar uang Arisan." Jelas Bu Rahma.

"Saya berteriak Memanggil Nama Ibunya Renata, Namun tak ada yang menjawab. Merasa tak ada jawaban, Saya dan Bu Asti ingin Pulang Saja. Tapi, Saya mendengar ada suara isakan.. Karena penasaran, Saya mencoba membuka Pintu yang terbuka Setengah. Sebenarnya, saat saya datang Pintunya memang Sudah terbuka.. Tapi, Karena merasa tidak Sopan Saya nggak mau nyelonong masuk saja. Tapi karena dengar suara isakan, Saya dan Bu Asti penasaran akhirnya kami Masuk. Dan.."

"Keberatan Yang Mulia." Ucap Niko memotong Pembicaraan Bu Rahma. Sang Hakim mengangguk.

"Awalnya anda Bicara Bahwa anda merasa tidak Sopan, Tapi akhirnya anda tetap Masuk tanpa ijin. Artinya, tetap saja anda lancang untuk Masuk." Ucap Niko penuh dengan Nada Intimidasi.

"Keberatan Yang Mulia." Ivan Berdiri.

"Bisakah kita mendengar Penjelasan dari Saksi terlebih dahulu, Bukankah memotong pembicaraan orang lain sama lancangnya?" Ucap Ivan. Sang Hakim mengangguk, Tanda mempersilahkan Bu Rahma untuk melanjutkan Kesaksiannya.

"Dan Saat saya masuk, Saya Melihat Renata dalam keadaan tak berbusana dengan Luka-luka Lebam Di Tubuhnya, Sudut bibirnya Berdarah, Matanya bengkak Membiru, seluruh Badannya Memar. Termasuk, Area Kelaminnya juga mengeluarkan Darah." Mendengar penjelasan Bu Rahma, Renata menunduk. Mengingat, Betapa buruknya keadaannya Saat itu.

"Kapan kira-kira Ibu datang Ke Tempat tersebut?" Tanya Sang Hakim.

"Sore Hari, Sekitar jam 4/5-an Yang Mulia." Jelas Bu Rahma. Sang hakim mengangguk.

"Setelah Melihat keadaan Renata yang seperti itu, Saya Dan Bu Asti menanyakan apa yang terjadi padanya. Namun gadis itu hanya tetap Menangis, Kemudian Kami mengobati Luka-lukanya dengan Membawanya Ke Rumah Bu Asti. Berniat untuk melindungi Gadis itu, Sebelum Ibunya Pulang."

"Setelah Ibunya Pulang, Kami Membawa Renata juga Pulang. Bukannya Melindungi Putrinya, Ibunya justru semakin Memarahinya. Kami berniat melaporkan Hal Buruk tersebut ke Kantor Polisi, Namun Polisi tak mau Menggubris hal ini justru meminta Bayaran jika Ingin  Kasus Renata di selidiki."

"Keberatan Yang Mulia. Jika Ibu tidak Memiliki bukti, itu bisa di Jadikan Sebegai pencemaran Nama Baik Terhadap Kepolisian di Negeri Ini." Ucap Niko Lantang.

Ivan berdiri dan Menyerahkan Buktinya.

"Ini rekaman CCTV Yang ada di Kantor Kepolisian Tersebut. Pada Hari Rabu, Tanggal 12 April 2017. Bu Rahma, Bu Asti dan Renata Melapor ke Kantor Polisi, Namun Polisi mendorong Mereka Keluar. Mereka Melapor Pukul, 12.45. Bisa di Cek, Rekamannya Yang Mulia." Sang Hakim menerima Rekaman CCTV yang baru saja Di berikan Oleh Ivan.

"Lanjutkan." Perintah Hakim pada Bu Rahma.

"Hanya itu yang saya lihat, dan saya dengar Yang Mulia, Terima Kasih. " Bu Rahma hendak turun. Namun, pertanyaan Niko membuatnya mengehntikan Langkahnya.

"Setelah tidak di selidiki kau diam saja? Jika memang Gadis ini terluka parah saat itu, bukankah seharusnya kau melakukan Sesuatu? Yang Mulia, Apakah ini masuk di Akal.. Jika memang gadis itu terluka parah, Bukankah seharusnya dia dilarikan Ke Rumah Sakit? Pertama, Agar dia bisa di Otopsi. Tapi, Kenapa hanya dia obati dengan obat-obattan Biasa? Jika memang dia Korban pemerkosaan dan luka-luka lebam di Tubuhnya, Bagaimana dia Bisa berjalan Ke Kantor polisi? Karena, setiap Korban pemerkosaan Pasti akan merasakan Sakit di Bagian Intimnya untuk berjalan, di tambah dengan Tubuh yang luka-luka lebam."

"Pertama, Kami bukanlah orang kaya yang bisa membawa seseorang ke Rumah sakit dengan Mudah. Kedua, jarak Kantor Kepolisian dengan Rumah Kami tidaklah Sangat jauh. Cara kami membawa Gadis ini, dengan Naik Becak Suamiku. Dan pergi ke Kantor tersebut, Bu Asti lah yang menggendongnya. Seperti katamu, butuh waktu bagi korban pemerkosaan Untuk bisa berjalan." Ucap Bu Rahma.

"Tuan, Jika hal buruk itu terjadi Pada Putriku, Tanpa segan dan berpikir dua kali aku pasti akan membunuhnya. Terima Kasih Yang Mulia." Ucap Bu Rahma membuat semua orang yang berada di Persidangan terdiam.

-RENATA-

RENATA (Selesai) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang