Twenty-one

123 9 0
                                    

Keputusan itu sudah berada ditangan, banyak masalah serta kejadian jika Evano tetap berpihak pada egonya. Evano memutuskan untuk pindah ke Jerman, dan jika ia tetap berada di sisi Vandella, semuanya akan semakin menjadi kacau, bukan hubungan mereka saja, Evano tidak mau juga merusak hubungan Vandella dengan Mamanya.

Beberapa hari yang lalu, Evano sudah mengurus segala urusan kuliah, dia kembali mendaftar menjadi mahasiswi baru di Jerman. Soal ia pindah ke Jerman hanya di ketahui oleh Kenan, Azam, dan Hanan. Rencananya Evano tidak akan berpamitan kepada Vandella.

Entah kenapa ada saja yang mengganjal pada dirinya, padahal Vandella bukan siapa-siapa, mereka berteman tanpa ada hubungan status, ya hanya teman. Tapi sebenarnya dalam seluk beluk hati mereka, sudah ada sebuah rasa ingin memiliki namun karena terjebak dalam peran masing-masing saat ini.

Evano bangun dari ilusinya, alhasil mendengar teriakan dari mamanya. "Vano, ada teman-teman kamu nih, mama suruh ke atas aja ya."

"Iya ma," balas Evano.

Tidak lama kemudian, pintu kamarnya terbuka, sesisi ruangan menjadi bergema heboh. Segalanya kembali berantakan. Bagaimana tidak, baru saja mereka masuk kamar, Kenan langsung melompat ketempat tidur, Hanan mengambil gitar dan memetiknya senar gitar seenaknya saja, untuk di dengar saja tidak kayak, sedangkan Azam langsung menyerbu makanan Evano.

"Baca salam kek," sindir Evano, alhasil mereka benar-benar tersindir.

Mereka semua keluar kamar, mengulangi adegan membuka pintu, kemudia membaca salam bersamaan.

"Assalamualaikum," hal itu membuat Evano tertawa terpingkal-pingkal.

"Puas lo!" teriak Hanan ke wajah Evano.

"Anjing, muncrat woyy!" tangan Evano mengelap wajahnya yang sedikit basah itu.

"Udah hampir kosong aja isi kamar lo ya,"

"Iya, udah disuruh sama emak gue,"

"Berarti lo pergi besok dong? Gue turut seneng atas kepergian lo bro," Kenan memeluk Evano, dengan wajah pura-pura sedih.

"Goblok banget gue ditipu sama ekspresi lo. Gue perginya besok satunya lagi."

"Maksudnya?" kebodohan Azam sudah mulai terlihat.

"Duh, IQ kalian sekolam ikan ya? Besok kan Kamis, nah hari Jumatnya gue berangkat."

"Lo nggak pamitan sama Del-del lo?"

"Iya, kasihan pacar lo tuh, nggak di kasih tau."

"Gue nggak pernah pacaran sama Della."

Azam memasang tampang kaget, "alah boong lu,"

"Serius, boro-boro mau pacaran, mamanya aja nggak suka sama gue,"

"Apa karena mantan lo adeknya Della?" ucap Kenan, lantas membuat Azam dan Hanan kaget.

"Beneran bro? Kok gue nggak tau?"

"Iya, waktu itu si Vano cerita ke gue."

"Curang lo Van, lo udah main rahasia-rahasiaan diantara Kita," ujar Hanan bergaya seperti perempuan yang sedang marah-marahan.

"Idih, jijik gue!" Kenan menggeser duduknya dari Hanan.

"Bro, walaupun lo nggak bisa dekat dengan Della, bukan berarti semuanya berakhir, lo harus pamitan kali sama dia, nggak mungkin kan setelah kemarin-kemarin lo dekatin dia, terus denger kabar tentang lo udah ngehilang aja, lo bayangin aja bro, betapa rapuh nya hati seorang perempuan kalau lo kayak gitu. Setidaknya lo pamitan aja dah, bilang lo nggak disini lagi, mau ke Jerman. Selesai kan?" kali ini ucapan Kenan benar, segala sesuatu itu tidak bisa diselesaikan secara diam, setidaknya ada pergerakan kecil yang membuatnya menjadi berharga.

Vandella [ Completed ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang