Three

229 20 4
                                    

Kakinya menjuntai dibalkon kamar, sembari menatap foto gadis itu - Vandezza. Di tangan kirinya terdapat sepuntung rokok sebagai temannya. Dia mencoba menelisir seluruh wajah Vandezza lewat foto itu dan juga membayangkan wajah Vandella. Memang mirip, tetapi mereka juga memiliki perbedaan. Gadis yang ia temui dibangku perkuliahan itu memiliki sifat yang cuek dan jutek. Jangan-jangan itu adalah kembaran Vandezza. Hal itu sempat terlintas dibenaknya, tetapi Vandezza pernah berkata kalau dia tidak mempunyai saudara dan juga ketika berkunjung ke rumah Vandezza dia juga tidak melihat siapapun kecuali Mama dan Papanya.

Flashback on*

"Kamu punya saudara kembar ya?" mata Evano tertuju kepada foto yang tengah terpajang di meja dekat televisi.

Vandezza segera berlari menuju Evano dan merebut cepat foto tersebut. "Oh foto ini aku edit loh sayang, aku bikin foto aku jadi dua ya biar berasa punya saudara gitu,"

Dengan bodohnya Evano percaya dengan hal itu, sebenarnya mereka benar-benar pasangan yang serasi.

Flashback off*

Evano benar-benar stress berat, dia ingin sekali mendapatkan kepastian yang real. Selama satu tahun ini semenjak kepergian Vandezza, untuk menghilangkan stress biasanya Evano menghabiskan kesibukannya di klub malam dan bermain dengan wanita-wanita yang bertubuh molek disana. Dia menyukai suasana remang diskotik, musik yang terdengar berisik mengalun indah ditelinganya dan ditemani segelas cocktail. Evano tidak sendirian di klub malam, dia selalu pergi bersama teman-teman SMA nya.

"Happy dong bro, banyak cewek noh tinggal pilih aja." gurau Andi yang tengah asik dengan perempuan disebelahnya.

Evano meminum cocktail yang berada ditangannya,"Lo percaya gak orang yang udah meninggal hidup lagi?"

"Gila lo, dapat ilmu dari mana? dari yang gue tau kalau orang yang udah meninggal itu bakalan jadi manusia jadi-jadian gitu, kayak harimau." terka Bayu sok tau.

Dengan tidak sadar Andi menepak kepala Bayu sehingga kepala Bayu terdongak kedepan. "Geblek lo berdua, gak pernah masuk kelas Pak Bursan apa?"

"Gue lihat Dezza di kampus gue,"

"Serius lo? halusinasi kali."

Andi baru ingat bahwa Dezza punya saudara kembar yang berbeda SMA dengan mereka, "Lah lo nggak tau kalau Dezza punya kembaran? emang dia nggak pernah cerita nih ama lo?"

Evano sungguh kaget antara percaya atau tidak, kenapa hal seperti itu tidak pernah pernah diceritakan oleh Vandezza dan kenapa dia harus berbohong mengenai hal itu. Evano terlihat kesal dan kecewa.

"Lo jangan ngarang deh, jangan pikir gue percaya sama lo," Evano mendengus kesal.

"Gue nggak bohong! gue sendiri pernah ketemu sama Della waktu ngantarin proyek acara Tournament Basketball ke rumah Dezza bahkan gue sempat ngobrol sama Della." jelas Andi.

Evano memilih diam dan mengakhiri perdebatan tersebut, kemudian larut Dalam kesibukan  masing-masing.

Jam saat ini menunjukkan pukul 2.30 pagi, suasana yang sudah biasa untuk Evano. Suara khas dari mesin motor Evano menyala, dia menyelusuri jalan raya yang terlihat sepi hanya ditemani setan-setan prostitusi yang memenuhi pinggir jalan raya.

Evano tidak perlu diam-diam menyelinap masuk ke dalam rumah, dia tidak perlu mendapatkan sebuah hardikan bahkan tamparan dari orang tuanya. Papanya yang sangat sibuk hingga tidak bisa mengawasi anaknya dan sedangkan Mamanya - Dena seorang wanita pemabuk. Suasana yang ia temui ketika membuka pintu bukanlah sesuatu yang mengejutkan baginya, botol-botol wine sudah bertebaran dimana-mana dan juga puntung rokok yang berserakkan. Dena hanya bisa menghabiskan uang kiriman dari suaminya dan sibuk berfoya-foya dengan teman-temannya.

Evano membopong Dena ke kamar, bau alcohol tercium sangat kental dari Dena kemudian merebahkan tubuh Dena ke kasur.

Dena menahan lengan Evano. "Ambilkan Mama wine!" Dena menunjuk ke arah ruangan dimana terdapat banyak sekali botol wine.

Evano hanya menghiraukan Mamanya yang sudah mabuk itu kemudian pergi ke kamarnya.

***

Tangan kanan dilipat dan tangan kiri mengetuk-ngetuk pelan dagunya, jika dihitung berapa kali Vandella mondar-mandir di kamar mungkin dia pun juga tidak bisa menghitungnya. Dia masih berfikir panjang untuk pergi makrab , hanya satu keinginnanya ketika pergi yaitu bertemu dengan Zildan.

Dan kini keputusan itu sudah berada ditangan kanannya hanya saja sekarang kamarnya sungguh berantakan, lemari terlihat kosong dan baju-baju kini bertiduran diatas kasur. Vandella harus segera menemukan pakaian untuk digunakan nanti malam .

Sederhana saja, dengan rambut panjang yang terurai, menggunakan frilly dress berwarna biru diriasi sedikit polesan make up sudah membuatnya terlihat sangat cantik. Shania sudah mengirimkan pesan untuk bersiap-siap, mobilnya segera sampai dirumah Vandella.

Ketika menuruni anak tangga terlihat mamanya tengah duduk termenung menatapi foto Vandezza yang berada ditangannya. Rasa takut kembali mendatangi Vandella, dia takut kembali mendapatkan perlakuan kasar dari Mamanya - Dina. Tangannya memegang pundak Dina, pandangan Dina langsung beralih kearah Vandella.

"Siapa yang nyuruh kamu pakai lipstik, bedak kayak gini? gak pantes kamu pakai yang beginian. Cuma Dezza yang bisa pakai ini," dengan kasar Dina menghapus make up di wajah Vandella.

Suara isak tangis dari Dina menghiasi ruangan tersebut, dengan sabar Vandella menahan emosinya dan mencoba meredakan emosi Dina.

"CUKUP Ma! kenapa Mama selalu ngelarang aku pakai riasan? apa karena Dezza?"

Plak! Tamparan yang cukup keras itu mendarat di pipi Vandella, tangannya langsung meraba pipinya. Vandella tetap menahan air mata dan langsung berlari keluar rumah kemudian menangis sejadi-jadinya. Shania yang baru saja sampai langsung turun mendekati Vandella dan membawanya ke mobil. Sebenarnya Dina sangat sayang kepada Vandella hanya saja Vandezza lebih manja darinya. Dina mengidap bipolar, jika saja keadaannya normal dia juga akan bersikap layaknya ibu biasa pada umumnya, namun ketika sakitnya kambuh semua masalah selalu ditumpahkan kepada Vandella.

"Ya ampun Dell, lo di KDRT-in lagi sama nyokap lo?"

"Dia nggak suka kalau gue dandan Shan."

Untungnya Shania selalu bawa alat make up, kemudian kembali meriasi wajah Vandezza yang sudah terlihat kacau. Usai mendandani Vandella, mobil Shania melaju menuju kampus.

"Gue mau balik kerumah aja Shan, gak tega gue lihat Mama kayak gitu." pinta Vandella untuk menyuruh Shania memutar balik mobil itu.

"Nggak mau, bensin gue sekarat." bantah Shania.

"Tapi -"

"Kapan lagi lo kayak gini, lo harus manfaatin moment ini dengan baik, kan dirumah ada Bi Imah yang jagain Mama lo."

Vandella hanya bungkam dan benar yang dikatakan Shania, hal seperti berkumpul bersama teman-teman sangat jarang dirasakan oleh Vandella dan kebebasan seperti itu hanyalah milik Vandezza.

______

#Maaf ya kemarin nggak sempat update ceritanya. Aku kemarin nggak enak badan jadi bisanya sekarang dan itu pun udah malam juga.

Kalau Ada masukan dan mungkin pujian (ngarep ;) silahkan di Komen dan Vote ya. Tengkyuuuu!

Vandella [ Completed ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang