Nine

172 12 0
                                    

Sembilan.

_____________

Tepat tanggal 28 Februari 2019, Dena berulang tahun yang ke-40 tahun. Evano sangat menanti-nanti hari tersebut, pasalnya ia telah berniat untuk merayakan momen yang hanya sekali setahun bisa terlaksanakan. Walau tanpa kehadiran Papanya itu bukan sebuah masalah baginya. Evano memilih pulang lebih awal di kampus, bahkan tadinya ia berniat untuk meliburkan diri lagi. Evano mengikuti saran dari Vandella. Dia memilah baju yang terpampang rapi didalam lemarinya, mengusai semuanya jadi berantakan. Masalah keluarga adalah urusan nomor satu, bahagia keluarga merupakan bagian dari dirinya juga.

Evano mengenakan pakaian yang pernah dibeli oleh Dena setahun yang lalu. Dia tidak pernah memakainya karena tidak sesuai dengan seleranya. Wajar saja Evano tidak menyukainya, baju ala jampsuit kiblatan remaja tahun 70-an. Setelah memakainya, tingkat narsisnya menjadi sangar, ternyata tidak terlalu buruk, ia berdiri didepan cermin menyetel lagu tahun 70-an dan berjoget mengitari kamarnya. Evano melirik jam dindingnya, takut telat, segera ia matikan setelan musik tersebut dan pergi menemui Dena.

Baru tahun ini Evano berinisiatif merayakan ulang tahun Dena, biasanya ditahun-tahun sebelumnya ia tidak pernah merayakannya. Evano baru menyadari bahwa Dena butuh rangkulan dan kasih sayang yang mungkin hampir tidak pernah Evano tunjukkan.

"Gimana Ma? Keren nggak?" unjuk Evano dengan gaya berputar.

Dena tertawa, "Setahun loh Mama nungguin kamu pakai baju ini."

Evano tersenyum, merangkul Dena berjalan keluar rumah dan mengendus Dena, "Bau alkohol dikit, nggak papa sih. Ayo Ma!" Dena mencubit kecil pinggang Putranya, "Emang kamu aja yang boleh hobi nge-dugem, Mama juga boleh punya hobi dong minum alkohol."

"Kita mau kemana ini?" imbuhnya.

"Lihat aja nanti Ma."

Tidak perlu menggunakan kendaraan mewah. Kebanyakan di zaman milenial saat ini segala sesuatu yang berkaitan dengan gaya hidup pasti selalu diperhitungkan dengan materi seperti ; harta, akan tetapi kebahagiaan tidak harus diukur dari materi cukup dengan cara sederhana yang bisa membuat orang itu tersenyum dan prinsip itulah yang ditanamkan oleh Evano. Dia mengajak Dena pergi dengan bis umum kota Jakarta, mengenang memori lama Dena.

Semua mata memandang Evano, beberapa orang tengah berbisik mengkritik style aneh Evano dan ada juga yang memotret Evano tanpa segan-segan. Jadul, mungkin seperti itulah persepsi orang awam di negara berkembang. Evano hanya mengubris reaksi orang, dia menganggap bisikan-bisikan halus tersebut sebagai kesenangan yang hakiki.

"Udah lama Mama nggak ngerasain hal kayak gini." Dena membuka lebar kaca bis, kemudian mengeluarkan separuh wajah untuk menikmati hembusan angin sore menuju senja. Suasana kala itu juga disuguhi alunan musik jadul yang jaya pada masanya. Sungguh nikmat pemandangan hari ini.

Evano mengajak Dena ke Kota Tua yang berlokasi di Jakarta Barat. Kawasan tampak ramai, kemudian menelusuri Museum Fatahillah salah satu objek wisata sejarah di kota Jakarta. Dena tidak menyanggah, malah tampak girang. Tempat dimana sangat jarang sekali Dena datangi.

Evano mengajak Dena menaiki sepeda mengelilingi pelataran Museum Fatahillah. Dena memeluk Evano erat dari belakang sepeda karena takut jatuh. Suasana hati Dena tampak sangat bagus. Usai bersepeda mereka mengambil foto sebagai kenangan yang jarang bahkan hampir tidak pernah mereka lakukan.

Setelah puas bermain, Evano mengajak Dena duduk terlebih dahulu, ditemani langit yang mulai sudah gelap. Orang-orang masih tampak berlalu-lalang dengan sepeda. Evano meronggoh permen karet didalam kantong celananya, dan memberikannya kepada Dena.

"Ini apa?"

"Permen karet Ma,nih udah aku bukain." Evano memasukkan permen karet tersebut ke mulut Dena.

Vandella [ Completed ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang