Thirteen

156 9 0
                                    

Siang ini, jam 1 Vandella ada kelas. Karena motornya kemarin sudah selesai diperbaiki di bengkel, dia tidak perlu datang terlalu awal menunggu kendaraan umum. Sebenarnya dia lebih suka pergi dengan kendaraan umum, apalagi di siang hari matahari sudah sangat terik berada diatas kepala. Karena sehabis pulang kuliah dia harus pergi mencari buku, jadinya Vandella berpikir lebih baik dengan motor tidak ribet menunggu angkot, apalagi harus mengunjungi toko buku hari ini.

Dia turun ke lantai bawah untuk pamit ke Dina. Namun, ketika hampir selesai menuruni anak tangga, dia melihat seseorang yang tengah duduk di kursi tamu bersama Dina. Terlihat mengobrol asik. Sean?

Dina dan Sean mengarahkan pandangan mereka ke Vandella.Vandella malah bingung, kenapa Sean bisa berada dirumahnya dan bahkan Dina dengan senang hati menyambut kedatangan Sean, untung saja bipolar Dina tidak kambuh. Dina pun mendekati Vandella dan merangkulnya.

"Sean ke sini dateng mau balikin hape sama dompet kamu katanya."

Sean pun menyodorkan hape dan dompet tersebut kepada Vandella. "Makasih lo ya, maaf juga udah ngerepotin."

"Tante tinggal dulu ya, soalnya tante mau pergi belanja bareng Bi Imah." pamit Dina, kemudian meninggalkan Vandella dan Sean di ruang tamu.

"Lo mau kemana?"

"Gue mau ngampus, lo nggak ada kuliah hari ini?"

"Ada, bareng gue aja ke kampusnya. Kayaknya juga nanti sore bakalan hujan." ramal Sean, entah itu benar atau tidak. "Nggak usah deh, gue nanti juga bakalan ke toko buku." Sean bisa dibilang tidak suka dengan penolakan. Setiap jawaban yang berbeda dari Vandella, dia pasti menegaskannya dalam bentuk fisik. Buktinya saat ini, Vandella menolak ajakan Sean, tetapi Sean malah menarik Vandella ikut pergi kuliah dengannya.

Sean membukakan pintu mobilnya, mempersilahkan Vandella masuk. Vandella suka dengan sikap Sean yang ramah, tetapi tidak suka dengan sikapnya yang apatis. "Lo kok maksa banget sih?" Sean hanya diam, menyalakan mesin mobilnya, dan melaju meninggalkan kawasan tersebut.

Sepanjang perjalanan, Vandella juga ikut diam, dia jengkel. Sean yang selalu menolongnya dalam keadaan yang mendesak, Vandella benar-benar menyukainya, hanya saja sikapnya yang apatis, merasa dirinya benar dan segalanya, sungguh Vandella membencinya.

***

Sesampainya di kampus, pandangan mahasiswa tertuju kepada mereka. Bagaimana tidak, Sean laki-laki bersifat dingin, berangkat ke kampus bersama seorang perempuan. Vandella yang sangat tidak pernah mengalami hal seperti ini hanya tertuduk diam, berjalan menatap jalan parkiran yang terbuat dari papinblok.

Sebagian gadis-gadis saling berbisik, Vandella sedikit merenggangkan posisi jalannya dengan Sean. Risih dengan keadaan seperti ini. "Kelas lo dimana? Biar gue anter." tanya Sean dengan nada sedikit tinggi sehingga membuat orang disekitar mereka mengedarkan pandangannya tertuju kesumber suara.

Nggak banget ya, kalau Sean sama ni cewek. Sean aja ganteng, Pinter masak sama dia.

Gue aja udah dekatin Sean beberapa Kali, tetap ditolak. Ni cewek enak banget ya, mau dianterin Sean lagi.

Perkataan seperti itu, mengalun indah diloby kampus. Wajah Vandella memerah, bukan karena Sean melainkan tatapan orang-orang disekitarnya tertuju kepada mereka. Benar saja, sedikit bisikan itu memperjelas keadaan.

"Sean gue kekelas bareng Shania nanti. Gue duluan ya. Makasih." Vandella berlari kecil meninggalkan tempat tersebut.

Evano yang duduk nongkrong didepan kelas melihat Vandella berlari-lari kecil kekelas. Evano mencekal lengan Vandella, dia pun berhenti. "Ngapain lo lari-lari kayak dikejar setan?"

"Bukan urusan lo."

Kenan berdehem, melihat sikap Evano yang tiba-tiba spontan sok akrab. "Hmm.. kayak udah cimewew aja nih." Hanan pun ikut bersiul. Sontak Evano langsung melepaskan cengkramannya dari Vandella. "Apaan sih." Wajah Vandella benar-benar merah, dia malu, belum pernah di persiulkan seperti itu.

"Ah, gila lo! Tadi refleks aja anjir!" jawab Evano.

"Alah, ngeyel lo! Tingkah lo sama refleks tadi beda tipis. Berasa Ada sesuatu gitu loh." Kenan menaikkan alis matanya dengan gaya nakal.

Evano kehabisan kata, bukan pasrah tatpi ia malas menanggapi Kenan bicara, karena kalau bicara dengan Kenan berasa ngomong sama emak-emak yang didalam mulutnya sudah tersedia jutaan kalimat. Beberapa mahasiswa yang juga ikut nongkrong di luar, mulai masuk kedalam kelas.

Pak Anton, dosen yang suka memberikan tugas lapangan, dia lebih senang dengan praktikum daripada teori. Menurutnya, praktik lebih mudah dicerna karena adanya keikutsertaan dari pada teori yang perlu proses pemahaman yang mendalam. Hari ini pertemuan ketiga dengan Pak Anton, dua hari pertemuan terasa aman, karena masih membahas kontrak kuliah.

Seperti biasa, kelas dimulai dengan doa, dilanjutkan pengambilan absen. "Lansung saja, saya orangnya lebih cendrung ke praktek. Satu kelas ada 30 orang. Jadi tugas kali ini dikerjakan berpasangan." Semua mahasiswa tampak sudah memilih teman untuk dijadikan rekan kerjanya. "Disini saya yang akan membagikan kelompoknya. Karena kalian ada 30 orang hitung 1 sampai 15."

"Tujuh." Vandella mendapati urutan ketujuh, dia beharap rekan kerjanya adalah Shania. "Tujuh," pelafalan tersebut terdengar sangat latang. Evano tersenyum lebar menatap Vandella karena satu kelompok. Vandella hanya mengelus-elus dadannya.

"Sudah dapat semua kan?"

"Sudah Pak." jawab mereka seperti paduan suara.

"Tugas kalian, pergi ikut sidang dan nantinya buat suatu ringkasan yang  kalian lihat dan dengar selama sidang berlangsung."

"Baik Pak."

"Tuganya dikumpulkan minggu depan," ucap Pak Anton dan mengakhiri perkuliahan karena ada keperluan rapat.

Setelah Pak Anton keluar, Evano berjalan kearah meja Vandella, sedikit menodong bahu Vandella agar terlihat akrab. "Untung gue satu kelompok sama lo, soalnya cewek dikelas ini yang gue kenal cuma lo."

"Lah, masak? Alibi lo aja nih, sok baik biar gue yang ngerjain tugasnya semua kan?"

"Don't judge someone from the cover, pernah dengar kan?" tanya Evano, kemudian melanjutkan ucapannya. "Walau tampang sama penampilan gue abal-abalan, tapi gue masih ngehargain rekan gue."

"Serah lo dah. Yang jelas, kita perginya disepakatin aja."

"Kalau hari jumat gimana?"

Vandella sedikit berfikir panjang, takut bentrok dengan kegiatannya, kemudian mengangguk pertanda setuju.

_________

Holla guys! Baru update, soalnya banyak kegiatan sama tugas ini. Happy reading!

Vandella [ Completed ] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang