01. Diam-diam

630 61 21
                                    

Clemen memandangi Marvelyn yang sedari tadi melamun. Clemen melengos, mengibas wajah Marvelyn dengan telapak tangannya hingga membuat Marvelyn mengerjap kaget. Menatap Clemen yang duduk di hadapannya, "Eh? Maaf, maaf. Gua bengong."

"Kenapa sih? Lo mikirin apa sampe bengong gitu?" tanya Clemen penasaran.

Marvelyn menggeleng. "I'm okay. Lo tau sendiri gua emang suka bengong tanpa alasan." Clemen mengerutkan kening mendengar jawaban sahabatnya itu, merasa ada sesuatu yang disembunyikan Marvelyn.

"Oh ya, May mana?"

"Ke toilet. Kebelet dia terus gua disuruh duluan ke kelas lo."

"LYN!" teriak May di ambang pintu kelas, "TEMENIN KE KANTIN DONG!"

"Nah, panjang umur."

"BERISIK! GAK USAH TERIAK-TERIAK!"

May memandang sinis Theo. "GAK SUKA AJA LO!" Ia masuk ke dalam kelas tanpa mempedulikan Theo yang masih meneriakinya.

May menghampiri Marvelyn yang sudah berdiri dari bangku. Ia merangkul leher gadis itu dan menariknya pergi membuat Marvelyn merintih kesakitan karena ulah May. "Pelan-pelan ih!" sungut Marvelyn.

"Ikut!!" seru Clemen bangkit dari tempat duduk. Melangkah cepat, mengekori keduanya.

Marvelyn melepas paksa tangan May dari lehernya saat mereka sudah keluar dari kelas. "Sakit tau," gerutunya.

"Hehe. Maaf," kata May cengengesan.

Marvelyn mendengus. "Ayo buruan ke kantin. Gua masih mau habisin bekal gua." Ia berjalan mendahului May dan Clemen.

"Ngambek noh," kata Clemen pada May yang menggaruk belakang lehernya yang tidak gatal.

📝

Hanya memerlukan beberapa langkah lagi untuk Marvelyn, Clemen dan May masuk ke area kantin, tetapi ketiganya tidak sengaja berpapasan dengan Elvano dan Harvey yang jalan berlawan arah.

Elvano mengajak tos Marvelyn dan May, sedangkan Clemen disambut dengan toyoran di kepala membuat lelaki itu mendapat tatapan tajam dari saudara kembarnya.

Sementara Harvey hanya diam dengan pandangan lurus ke depan. Elvano melirik sahabatnya. Menyenggol pelan lengan Harvey. "Ada Marvelyn. Gak nyapa?" bisiknya di telinga Harvey.

"Gak deket," jawabnya cuek. Harvey beranjak pergi. Marvelyn yang mendengarnya memutar mata malas sembari dalam hati memaki Harvey.

"Gua duluan ya," pamit Elvano pada ketiga perempuan itu. Lalu berlari menyusuli Harvey.

"Ada ya manusia sesombong dan dinginnya melebihi Ryan," kata Marvelyn pelan. Clemen berdeham membuatnya menoleh, "biar gua tebak, tadi di kelas ngelamunin Harvey kan?" tanya Clemen menyelidik.

Marvelyn berdecak, "enggak."

Clemen benar. Dua minggu menjadi teman sebangku Harvey benar-benar menguji kesabarannya. Mereka memang tidak dekat. Mengobrol seperlunya seperti saat kerja kelompok atau mendapat tugas bersama sebagai teman sebangku.

Lelaki itu lebih sering "menasehati" Marvelyn. Ia ingat satu minggu yang lalu dirinya ditegur akibat ketangkap basah memendekkan kaus kaki pramuka oleh wali kelasnya. Dan Marvelyn disuruh menarik kaus kaki tersebut sampai dibawah lutut. Tentu saja Marvelyn menggerutu dan langsung dinasihati Harvey.

Walaupun mereka tidak begitu dekat, tidak menjadi alasan untuk Harvey bersikap seangkuh itu.

"May mana?" tanya Marvelyn mengalihkan pembicaraan. Tak ingin membahas manusia tidak penting macam Harvey Pranata.

[1] Dear You ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang