18. Indirect Confession

189 33 24
                                    

"Cemburu lo?"

"Kalau iya, gimana?"

Marvelyn melengos. Gak. Kali ini Marvelyn gak akan baper. Sejak kejadian di depan ruang OSIS itu, ia melatih dirinya agar tidak terlalu baper dengan segala sikap atau ucapan cowok itu.

"Emang gak boleh akur sama mantan gebetan? Kalau deket, bukan berarti gua masih suka," ucap Marvelyn santai.

Cowok di sebelahnya melirik sekilas. Lalu mengangguk kecil.

Lagi-lagi Marvelyn dan Harvey kembali membungkamkan mulut mereka. Kali ini sembari menikmati semilir angin yang menerpa wajah keduanya.

"Anyway, i want to apologize to you," ucap Harvey memecah keheningan.

Marvelyn membuka matanya yang semulanya dipejamkan. Ia mengerutkan kening, "apologize for what?" tanya Marvelyn bingung.

"Gua tau lo sempet nyamperin gua ke ruang OSIS. Baru mau gua datengin, lo udah gak ada."

Marvelyn terdiam. Mencoba menutupi rasa terkejutnya. Ia menjilati bibirnya. Jadi... Harvey sadar?

"Santai aja," kata Marvelyn seadanya.

"Lo mau ngapain sampe nyamperin gua?"

"Balikin catatan bio punya lo."

"Oh.."

Marvelyn menggigit bibir bawahnya. Apa ia harus menanyai Harvey tentang hal yang baru saja cowok itu singgung. Gak, deh. Ntar Harvey akan berpikir bahwa dirinya cemburu.

Padahal emang cemburu.

Marvelyn melirik ke arah gerombolan yang agak jauh dari tempat dimana ia duduk. Di sana terlihat Elvano yang menjahili Clemen dan Kefas. Lalu diberikan pukulan bertubi-tubi oleh Clemen.

Sementara Clara, Ale, Fany, Kefas dan Ryan hanya tertawa melihat tingkah kedua orang itu.

Marvelyn tersenyum tipis. Pandangan beralih pada segrombolan yang baru saja masuk ke lapangan. Lalu berjalan ke arah ruang ganti yang disediakan. Sepertinya, sebentar lagi pertandingan yang selanjutnya akan dimulai.

"Vey, lo sama Ryan gak kumpul bareng panit lain?"

"Bentar lagi paling gua, Ryan dan Kefas ke sana."

Suasana lapangan mulai ramai. Muncul satu lagi sekelompok laki-laki datang bergantian memakai ruang ganti dengan kelompok sebelumnya.

"Velyn," panggil Harvey.

Hanya Harvey yang memanggil dirinya seperti itu. Marvelyn juga tidak tahu, cowok itu bisa kepikiran untuk memanggilnya dengan panggilan Velyn.

"Ya?"

"Gua gak ada apa-apa sama Natasya."

Nama adik kelas yang tempo hari Marvelyn lihat bersama Harvey adalah Natasya.

Marvelyn menoleh. Menatap Harvey yang arah pandangannya ke depan.

"Kemarin bantuin dia cari file di ruang OSIS. Makanya kita yang terakhir keluar. Abis itu cuman ngobrolin hal random biasa," lanjut Harvey.

[1] Dear You ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang