13. UKS

239 39 51
                                    

Sudah satu minggu lebih sejak pertandingan basket tersebut, SMA Colorosa selalu memenangi setiap babak hingga semi final. Besok merupakan pertandingan penentuan juara satu dan dua yaitu, final dimana SMA Colorosa akan melawan salah satu sekolah swasta di Jakarta Pusat.

Marvelyn memperhatikan jam tangan yang melingkar pada pergelangan tangan kirinya. Masih lima belas menit lagi sampai ia diperbolehkan keluar untuk latihan. Ia berdiri dari bangku dan meminta izin pergi ke toilet kepada guru yang sedang mengajar.

Dalam perjalanan menuju toilet, Marvelyn merasakan kepalanya mendadak pening. Ia menghentikan langkahnya. Lalu memegang kepala dan memejamkan mata. "Aww," rintih Marvelyn. Gadis itu kemudian memaksakan diri untuk melangkah. Marvelyn tak punya pilihan karena ia sudah kebelet ke toilet.

Saat di toilet, Marvelyn merasakan pening di kepalanya semakin parah. Selesai buang air kecil, gadis itu berjalan hati-hati ke arah wastafel. Marvelyn menatap pantulan dirinya di balik cermin. Ia membuang napas. Berpegangan pada pinggiran wastafel. Kepalanya seperti dihantam sesuatu yang berat. Marvelyn menunduk dan memejamkan matanya, berharap rasa sakit ini segera hilang.

"Marvelyn?"

Samar-samar mendengar namanya disebut. Ingin menjawab, tapi rasa sakitnya membuat Marvelyn tak dapat mengeluarkan satu patah kata apapun. Ia membuka mata perlahan. Tubuhnya lemas, Marvelyn sudah tak sanggup menopang bobot tubuhnya. Pandangannya mengabur.

Dengan cekatan, orang yang memanggil Marvelyn barusan langsung menahan tubuh gadis itu. "Astaga," katanya panik. Ia berusaha mengangkat badan Marvelyn agar berdiri dan mengalungi lengan cewek itu pada lehernya.

Cewek itu– Kyla, keluar dari toilet. Menoleh ke kanan dan kiri, berharap ada seseorang yang lewat agar dapat membantu dirinya membawa Marvelyn.

Matanya seketika berbinar begitu melihat seseorang berjalan ke arah mereka.

"Ryan!"

"Lho? Marvelyn kenapa?" tanya Ryan saat berada di dekat Kyla dan melihat Marvelyn yang tak sadarkan diri.

"Gak tau. Kayaknya kecapean," jawab Kyla, "bantuin gua bawa dia ke UKS, ya?"

Ryan mengangguk. "Oke."

📝

Kyla menghela napas. "Ada-ada aja. Padahal besok final." Kalau sampai yang lain mengetahui hal ini, Marvelyn akan diomeli habis-habisan. Mereka tau penyebabnya karena kurang istirahat dan makan yang tidak teratur.

Beberapa hari yang lalu, Marvelyn hampir pingsan. Bibirnya sudah pucat. Untung saja, Kyla dan yang lain buru-buru membawa Marvelyn menuju UKS.

"Kurusan, ya, dia?" tanya Ryan yang berdiri di sebelah Kyla. Keduanya berdiri dekat ranjang yang sekarang ditiduri oleh Marvelyn.

"Iya." Kyla lalu terdiam. "Perhatiin aja," goda Kyla yang mendapat delikan dari Ryan. "Yaelah. Marvelyn juga temen gua tau. Gak usah gitu, Ky," kata Ryan sebal.

Hati dan bibir berbeda. Menyebat kata 'teman' membuat hati Ryan sakit.

Perkataan Ryan membuat Kyla terkekeh. "Iya iya. Bercanda doang."

"Gua mau buatin surat UKS dulu. Lo tunggu di sini, ya, jagain Marvelyn," ucap Kyla dan berlalu pergi setelah mendapat anggukan dari Ryan.

Ryan menarik bangku dekat ranjang gadis itu dan duduk. Lalu memandangi Marvelyn yang terpejam. Ryan tertawa kecil, "lucu juga, ya, Lyn, kalau dipikir-pikir. Cowok yang sering nyakitin dan buat lo nangis, sekarang jadi temen lo." Ia membasahi bibir bawahnya. "Maaf, ya. Gua emang gak pantes dapetin cewek kayak lo. Semoga Harvey gak nyakitin lo, seperti gua nyakitin lo," lanjutnya.

[1] Dear You ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang