Kemarin siang..
Jarum panjang pada jam dinding kelas 11 IPA 1 mendekati angka sepuluh, sedangkan jarum pendek berada tepat di angka dua belas. Waktu tersisa sebelas menit lagi menuju istirahat kedua. Akan tetapi bagi Marvelyn, sebelas menit bukan waktu yang sebentar. Semakin ia tunggu, waktu berjalan semakin lambat.
Gadis itu menopang dagu menggunakan tangan kanannya. Ia sudah bosan dan muak mendengar penjelasan guru matematika minatnya yang membahas soal latihan induksi selama satu jam– yang baru saja dikerjakan dan hanya diberi waktu 30 menit.
Tidak ingin kepalanya pecah karena telah berkutat dengan angka selama satu setengah jam, Marvelyn mengalihkan pandangan ke jendela berbentuk pesergi panjang posisi berdiri– yang terpasang pada sisi kiri dan kanan pintu kelas.
Tiba-tiba muncul sosok Ryan berdiri di depan kelasnya pada sisi kaca bagian kiri dan mendekatkan wajahnya. Lelaki itu lalu menekukkan seluruh jarinya dan meletakkan di antara alis dan kelopak mata. Bola matanya bergerak ke kanan dan kiri seperti sedang mencari seseorang.
Tak lama, Haikal berdiri di sisi kanan kaca– sebelah Ryan. Karena suasana kelas tenang, kebanyakan teman-teman sekelasnya dapat mendengar suara Haikal yang cukup keras.
"Ciailah, cari siapa sih lo?" Terpatri senyum jahil di wajah Haikal. Membuat Hampir satu kelas mengarahkan pandangan pada Marvelyn, termasuk teman sebangkunya yang juga memilih memperhatikan keduanya secara bergantian.
"Tingkahnya gak keliatan kayak orang gak suka."
Ia tidak merespon.
Saat pulang sekolah begitu keluar dari kelas, Marvelyn melihat Ryan yang tengah berjalan ke arahnya sembari tersenyum yang dibalas dengan senyum tipis oleh gadis itu.
"Lyn, lo nanti sama Kle dan Kelsey ke rumah gua sendiri atau mau jalan beriringan?"
"Kayaknya sendiri. Lo sama yang lain duluan aja."
Ryan mengangguk. "Lo bertiga hati-hati ntar. Kabarin ya kalau udah otw."
"Iya, lo pada juga hati-hati."
Marvelyn saling melambaikan tangan dengan Ryan dan dua teman kelompok mereka.
Harvey yang berada lima langkah di belakang Marvelyn memperhatikan keduanya berbincang, perlahan mendekat saat Ryan sudah agak menjauh.
Lelaki itu berdiri di sebelahnya. "Lo ada kerkol apa sama dia?"
"Kerkol seni tari. Dari kelas 10 setiap kelompoknya gak milih sendiri, gua pasti selalu bareng dia."
"Jodoh kali," kata Harvey jahil.
Marvelyn memutar mata malas.
📝
Sejak masuk ke dalam mobil, mereka berdua sama-sama mengatupkan bibir. Harvey sibuk menyetir, selain itu ia juga mendadak grogi berada di dalam mobil bersama Marvelyn. Sementara Marvelyn memandangi jalan raya melalui kaca mobil dan diam-diam merasa canggung. Padahal jika mereka berdua disatukan, suasana biasanya ramai.
"Vel, mampir makan bentar, ya. Laper," kata Harvey memecah keheningan.
"Hmm."
Harvey melirik sekilas, lalu kembali menatap lurus ke jalanan, "gak kesorean kan? Dan kalau mau makan, makan aja. Gua traktir."
KAMU SEDANG MEMBACA
[1] Dear You ✔️
Teen Fiction[1/3] The Trois Series ~ SEDANG PROSES REVISI ~ Bagi Marvelyn, Ryan adalah cinta pertama dan juga patah hati pertamanya. Cowok itu sukses membuat Marvelyn jatuh cinta hingga lupa bahwa tanda-tanda kecil Ryan menyukai dirinya masih semu. Namun, lelak...