Gita dan Aswa sedang berbahagia karena kelahiran anak mereka, Bima. Kebahagiaan mereka bertambah saat Aswa mendapat kenaikan jabatan sebagai kepala produksi dan diberikan fasilitas sebuah rumah dinas.
Mereka pindah ke rumah baru tersebut.
Gita dan...
Aswa memutuskan untuk mengikuti selamatan di rumah barunya. Warga sekitar mulai berdatangan selepas jam 19.00. Setiap orang yang datang membawa satu kantung kecil bunga Mawar, Kanthil dan Melati. Aneka jajan pasar dan nasi tumpeng sudah terjajar rapi di tengah rumah. Lampu menyala terang di segala penjuru halaman dan pekarangan rumah. Seperti pasar malam, pikir Aswa.
Doa-doa mulai dilantunkan. Semua orang terlihat khusyuk mengikuti setiap alunan doa yang dibacakan sang imam. Aswa duduk bersama bapak berusaha mengikuti bacaan doa yang terdengar kian cepat dalam tempo yang teratur. Bunga-bunga yang dibawa oleh warga dijadikan satu dalam empat wadah besar. Masing-masing dibawa di hadapan sang pembaca doa.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Duh Gusti Ingkang Moho Kuwoso, sampun pasrah sedoyo badan
Mugi pinaringan selamet
Empat orang masing-masing membawa baskom besar berisi bunga dan air. Mereka menyebar ke luar rumah dan membuang bunga tersebut di empat titik rumah Aswa. Jajan pasar dan tumpeng-tumpeng itu kemudian dibagi-bagikan. Dan diakhiri dengan sang pembaca doa berjalan mengitari rumah di dalam dan di luar sebanyak tiga kali.
Banyak pertanyaan berkecamuk di benak Aswa. Tapi, dia tahu, ini bukan saat yang tepat untuk bertanya. Dia hanya menuruti semua perkataan Bapak tanpa membantah sedikit pun. Saat dia diminta membasuh kaki dengan air bekas bunga itu pun, menurut saja.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Ada banyak sejarah dalam rumah ini. Bapak tidak tahu mengapa perusahaanmu memakai kembali rumah dinas yang telah lama ditinggalkan ini. Terakhir warga sini melihat rumah ini dipakai sekitar tiga tahun lalu, saat perusahaanmu sedang memperluas area industrinya. Setelah cabang perusahaanmu di sini besar, rumah ini kembali ditinggalkan." Jelas Bapak.
Aswa hanya mengangguk. Dia kembali mengingat masa pembangunan cabang perusahaan di Giriloka ini. Dan cabang inilah yang mampu membawa perusahaannya menjadi salah satu industri pupuk yang tak tertandingi.
"Bapak, apakah semua ritual tadi diperlukan?" Aswa hati-hati bertanya.
"Iya, sangat diperlukan. Agar hal-hal yang tak perlu, tidak datang mengusikmu. Kamu, Gita dan Bima merupakan perpaduan keluarga yang unik. Kalian lahir pada tanggal yang sama. Pada kemunculan bentuk bulan yang sama." Jelas Bapak. "Kala itu Gita lahir pada bulan keenam ditanggal keenam, bertepatan dengan bulan baru muncul berbentuk sabit. Begitu pula denganmu dan Bima. Ibumu menceritakan tanggal kelahiranmu saat pertama kali datang ke Madiun. Sebuah kebetulan, bukan?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Baru kali ini Aswa mendengar penjelasan dari Bapak tentang hari kelahirannya, Gita dan Bima. Selama ini mereka merasa beruntung karena memiliki tanggal lahir yang sama.
"Tetapi, segala sesuatu yang terjadi pastimemiliki sebab dan bukan hanya sekadar kebetulan." Ucap Bapak.