Fajar menyingsing perlahan di ufuk Timur. Isak tangis Mbok Darmi terdengar lirih. Pak Sastro perlahan bangkit dari duduk. Berjalan dengan gontai. Dia membantu Mbok Darmi untuk duduk. Sejauh mata memandang, asap terbakar masih mengepul, mayat bergelimpangan sejauh mata memandang. Jasad Bima dan Aswa berdampingan begitu juga jasad bapak serta ibu.
Suara sirine di kejauhan. Pak Sastro tahu, sebentar lagi pihak aparat dan warga dari kampung tetangga akan mulai berdatangan. Entah bagaimana cara menjelaskan pada orang-orang itu nanti dengan semua mayat ini.
Di sisi lain, Pak Sastro merasakan lega luar biasa. Giriloka telah bebas dari seluruh ruwat dan tradisi mengikat karena Bendara Raden Ayu.
"Bagaimana ini, Sas? Apa yang akan kita jelaskan pada orang-orang yang datang nanti?" tanya Mbok Darmi.
Suara sirine dan mesin mobil terus mendekat. Mbok Darmi memeluk Pak Sastro dengan isak tangis yang semakin kencang. Ada terbesit rasa tenang dalam hati Pak Sastro. Giriloka akan kembali menjadi daerah tanpa penghuni. Biarkan jiwa dan jasad yang meninggal hari ini, tenang.
Mobil pemadam kebakaran dan polisi sudah mengurumuni Giriloka. Para medis menghampiri Mbok Darmi dan Pak Sastro. Giriloka kembali ramai.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lokatraya
KorkuGita dan Aswa sedang berbahagia karena kelahiran anak mereka, Bima. Kebahagiaan mereka bertambah saat Aswa mendapat kenaikan jabatan sebagai kepala produksi dan diberikan fasilitas sebuah rumah dinas. Mereka pindah ke rumah baru tersebut. Gita dan...