Part 18: Pembalasan Tak Berkesudah

27 3 2
                                    

Giriloka Saat ini

Semenjak peristiwa nasi berkat yang basi dan ruwatan dianggap gagal, suasana rumah menjadi tak seperti biasanya. Diliputi kekahwatiran penghuninya dengan berbagai tanda yang terus bermunculan. Mulai dari air yang tiba-tiba berwarna keruh hingga banyak tanaman hias yang mati. Tak hanya itu, kasak kusuk di antara penduduk desa Giriloka mulai berkembang.

Penduduk merasakan aneka keganjilan dalam kehidupan keseharian mereka. Jika mereka memasak nasi, dalam waktu sekejap saja sudah basi. Air tak mengalir deras seperti biasanya. Udara juga terasa sangat aneh. Angin tak berhembus pelan. Tiba-tiba, bisa sangat kencang angin di siang atau malam hari. Kabut malam dan pagi hari juga lebih tebal dari biasanya.

Puncaknya banyak hewan ternak warga yang terserang berbagai virus penyakit. Ayam-ayam tak bertelur, banyak dari mereka kemudian mati tanpa sebab. Domba dan sapi tak mengeluarkan susu. Mereka kurus kering meskipun peternak memberikan makanan serta nutrisi yang cukup.

Suara burung dan binatang malam tak terdengar lagi. Pasar mulai sepi dari pengunjung. Para penduduk yakin bahwa musim paceklik yang aneh ini berasal dari gagal ruwat tempo hari. Dalam tujuh hari saja Giriloka berubah menjadi seperti desa yang gersang dan mati. Kehidupan berjalan terengah-engah. Jika menjelang sore hingga pagi, tak ada penduduk yang berani keluar sendirian.

Seorang anak dari warga Giriloka, menghilang tanpa jejak setelah pulang dari bermain di lapangan desa sore hari. Semenjak saat itu, warga tak berani berlama-lama di luar rumah. Beberapa tetua desa menyarankan agar Aswa dan Gita untuk sementara meninggalkan rumah tersebut. Beberapa penduduk bahkan terang-terangan meminta Aswa dan Gita untuk tidak lagi menginjakkan kaki di desa Giriloka.

Para tetua desa sibuk menggelar aneka ruwatan bebersih yang bertujuan menghalau seluruh makhluk jahat. Setiap hari selalu nampak sesajen di beberapa tempat tertentu. Para lelaki berjaga malam bergantian. Tak ada lagi warga yang duduk bercengkrama di sore hari. Semua rumah di Giriloka selalu dalam kondisi pintu tertutup rapat jika sudah menjelang sore. Tak ada suara sorak sorai anak-anak desa yang bermain di jalanan.

Aswa dan Gita menyadari seluruh perubahan di Giriloka.

Seluruh renovasi rumah telah dihentikan. Tukang-tukang juga telah kembali ke daerah masing-masing. Di kemudian hari, terdengar berbagai penyakit dalam yang menyerang para tukang itu. Mulai dari sakit paru-paru hingga kudisan di seluruh tubuh.

Pak Sastro telah menceritakan keseluruhan sejarah desa Giriloka pada masa lampu dan tentang kutukan Bendara Raden Ayu yang tak pernah hilang. Setiap ruwatan yang tak dilakukan secara semestinya, diyakini menimbulkan amarah sang Bendara. Rumah Aswa dan Gita diyakini sebagai rumah tempat Bendara Raden Ayu terakhir bertemu dengan Raja penguasa Giriloka kala itu.

 Rumah Aswa dan Gita diyakini sebagai rumah tempat Bendara Raden Ayu terakhir bertemu dengan Raja penguasa Giriloka kala itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kisah tentang Setra, sang anak terutuk juga sudah menjadi mitos yang melekat dalam tradisi warga Giriloka. Mereka yakin, Setra tetaplah menjadi anak kecil yang tak pernah bertumbuh menjadi dewasa. Setia dalam asuhan sang Bendara Raden Ayu. Dia akan menyakiti siapa pun yang menjadi keturunan ayahnya.

LokatrayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang