Teriakan seorang pekerja dan bunyi benda jatuh mengagetkan seluruh orang di rumah itu. Aswa dan Pak Sastro sudah lebih dulu tiba di kamar belakang. Kaleng-kaleng cat berantakan di lantai. Seorang pekerja tengah duduk kesakitan. Tangga yang dipakai untuk mengecat juga terlihat tergeletak sembarangan.
"Ada apa?" seru Aswa demi melihat kekacauan di kamar belakang itu.
"Janitro jatuh, Pak." Jawab salah seorang tukang.
"Bagaimana bisa? Pak Min, bawa mas Janitro ke klinik dulu." Pinta Aswa.
Pak Min memapah Janitro dibantu beberapa pekerja. Tidak nampak luka serius pada Janitro. Tapi, dia tak mampu berdiri tegak. Setiap berusaha menampakkan kakinya, dia meringis kesakitan. Aswa memerintahkan seluruh pekerja untuk beristirahat. Dia memanggil kepala tukang kepercayaannya, Mas Narto.
"Mas, gimana ceritanya sampai Janitro jatuh?" Gita sudah bergabung dengan Aswa di dapur sambil membantu Mbok Darmi menyiapkan kopi. Bima tampak tenang dalam gendongan Pak Sastro, setengah mengantuk.
"Kami juga tak tahu persis, Pak. Kami sibuk dengan tugas dan pekerjaan masing-masing. Seingat saya, Janitro bertugas mengecat kamar belakang. Semua alat sudah kami siapkan. Bahkan, kami juga memeriksa tangga yang dipakai Janitro. Lantai pun tak licin."
Mas Narto menghentikan ceritanya sambil memandang satu per satu orang dalam ruangan itu. Berharap dia juga mampu menemukan jawaban penyebab jatuhnya Janitro.
"Kamu sudah periksa kamar belakang setelah Janitro tadi jatuh?" tanya Aswa.
"Sudah, Pak. Tidak ada bekas gesekan atau lantai licin. Tidak ada tanda-tanda tangga yang patah. Semua seperti biasa, Pak. Saya sudah pastikan itu bersama dengan para tukang yang lain." Jelas Pak Narto.
Suasana kembali hening. Masing-masing sibuk dengan berbagai perkiraan. Pak Sastro yang nampak sudah menemukan jawaban hanya terdiam sambil mengayun Bima. Beberapa kali dia menghela napas. Wajahnya mengguratkan kekhawatiran. Aswa menyadari itu.
"Ada yang mau disampaikan pada kami, Pak Sas?" tanya Aswa.
Pak Sastro tak segera menjawab. Matanya menerawang ke jendela dapur yang mengarah langsung ke taman. Suasana kembali hening.
"Sas, apakah kamu tahu sesuatu yang tak kami tahu?" Mbok Darmi ikut bertanya.
Pak Sastro masih terdiam. Masih asyik mengayun Bima yang sudah tertidur pulas.
"Ndak ada, Mbok. Tidak ada yang aku ketahui secara persis. Hanya dugaan-dugaan saja. Betul atau tidaknya, aku juga tak tahu." Jawab Pak Sastro dengan mata menerawang.
"Piye tho, Sas? Gimana maksudmu. Mbok ndak paham." Mbok Darmi nampak bingung dan kesal.
"Saya sudah berkali-kali mengingatkan bahwa kita sudah melanggar satu ritual besar saat akan merenovasi rumah ini. Bisa jadi semua peristiwa selama ini memang murni kecelakaan. Bisa pula bukan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lokatraya
TerrorGita dan Aswa sedang berbahagia karena kelahiran anak mereka, Bima. Kebahagiaan mereka bertambah saat Aswa mendapat kenaikan jabatan sebagai kepala produksi dan diberikan fasilitas sebuah rumah dinas. Mereka pindah ke rumah baru tersebut. Gita dan...