PART 2: KURUSETRA

31 6 0
                                        

Ki Demang beranjak berdiri, berjalan menjauhi lingkaran Bendara Raden Ayu.

"Demang! Tunaikan tugas dari junjunganmu!" Teriak Bendara yang sudah berdiri menghunus keris.

Ki Demang memerintahkan pada para pengawal utusan kerajaan agar seluruh warga menjauh dari alun-alun. Demang juga meminta seluruh pasukan penjaga untuk mundur, menjauh dari Bendara Raden Ayu dan kelima dayangnya. Meskipun heran, tapi, tak satu pun dari para pengawal itu mempertanyakan sikap Ki Demang.

"Ini untuk keselamatan kalian semua," suara Ki Demang tak mampu dibantah siapapun.

"Demang! Tuntaskan pekerjaanmu!" Gelegar suara Bendara memenuhi langit senja yang telah berubah menjadi malam.

Ki Demang berhenti sejenak.

"Bukan saya yang harus menuntaskan pekerjaan. Tapi, panjenengan. Bendara Raden Ayu sendiri yang harus menyelesaikan seluruh keonaran yang telah kalian buat. Kalau pun Bendara tak mau menyelesaikan, keris itu yang akan menuntaskan."

Bendara Raden Ayu berteriak garang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bendara Raden Ayu berteriak garang. Sosok cantiknya berubah kesetanan. Para warga yang masih berkumpul di pinggir alun-alun mulai melangkah mundur, sebagian bahkan sudah lari tunggang langgang demi mendengar amukan sang Bendara.

Semburat api keluar dari sekujur tubuh Bendara Raden Ayu dan seluruh dayangnya. Keris Ki Demang terhunus di tangan Bendara Raden Ayu. Anehnya, tak sedikit pun keris itu tersentuh oleh api dari badan Bendara.

"Baik, Demang! Kamu orang baik. Aku tak mampu melwanmu."

Bendara Raden Ayu menghadapkan tubuhnya pada para warga yang masih menonton.

"Asal kalian semua mengingat peristiwa ini! Aku akan mengakhiri hidup dan seluruh sepak terjangku! Tetapi, dendam ini tak akan pernah habis hingga seorang anak yang lahir dalam lingkaran bulan sabit kelak akan membawaku kembali ke bumi! Dan membuat perhitungan!"

Api berkobar di badan Bendara membuat alun-alun desa menjadi terang benderang layaknya siang. Secepat kilat Bendara Raden Ayu menusukkan keris pada kelima dayang-dayangnya hingga mmembuat mereka jatuh tak bernyawa.

"Ingatlah sumpahku, kalian para rakyat hina!" Keris pun dibalik arah, menghujam perut Bendara Raden Ayu. Api meledak di angkasa dan jatuh menjadi hujan kerikil api.

Kerikil api yang berjatuhan mengenai warga dan pengawal yang masih berkerumun, mereka meregang nyawa seketika

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kerikil api yang berjatuhan mengenai warga dan pengawal yang masih berkerumun, mereka meregang nyawa seketika. Bersama dengan hilangnya nyawa Bendara Raden Ayu dan dayang-dayangnya.

Ki Demang terduduk membelakangi kobaran api yang masih memancar dari badan Bendara. Kedua tangannya menangkup di dada.

"Sumpah Bendara Raden Ayu tak dapat dihindarkan. Tumenggung dan Raja akan menanggung kutukannya hingga di masa depan. Duh, Gusti. Maafkan hambamu yang tak mampu mencegah karena Bendara memang mencari keadilan atas hidupnya. Tapi, perbuatannya pun tak dapat dibenarkan. Dan yang terjadi. Terjadilah."

Para pembantu Ki Demang sibuk mengangkat mayat para warga dan pengawal kerajaan. Menyelamatkan yang masih bernafas, menjauh dari alun-alun. Teriakan histeris dan tangis kehilangan keluarga memecah kesunyian malam bulan sabit.

"Kuburkan yang meninggal dengan layak. Kuburkan Bendara dan para dayang dengan layak. Jangan takut, dia sudah benar-benar meninggalkan bumi ini," Ucap Ki Demang demi melihat kekhawatiran di wajah para pembantunya.

Bendara Raden Ayu memang sudah pergi dari dunia fana ini. Tetapi, dia akan kembali bersama dengan seluruh amarah dan kutukannya saat bulan sabit yang ditentukan, datang.

Dan alun-alun pun menjadi kurusetra pada malam bulan sabit itu.

Dan alun-alun pun menjadi kurusetra pada malam bulan sabit itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***


Hai, semoga enjoy dengan ceritanya. Jika masih banyak yang kurang, maafkan. Saya masih dalam proses belajar. Dukungan kalian membuat penulis pemula macam saya ini bersemangat. Terimakasih.

LokatrayaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang