Pak Sastro masih mencengkeram otok-otok milik Bima. Tindakannya yang spontan membuat semua orang di sekelilingnya terkejut. Bima masih memandang pak Sastro dengan tatapan tajam. Seperti orang dewasa yang tak suka ketika barang kesayangannya direbut. Bima masih kuat mencengkeram mainannya, tak mau kalah. Ada ketegangan antara Pak Sastro dan Bima yang tengah digendong Aswa.
Asri segera memegang pundak Pak Sastro, seolah ingin menyadarkan. Pak Sastro melepas tangan Bima.
"Ada apa, Pak? Kenapa seperti itu pada Bima?" tanya Gita tak berkenan dengan tindakan Pak Sastro.
"Oh, maafkan saya Non Gita. Saya spontan saja memegang mainan Bima karena suaranya yang kelewat berisik." Jelas Pak Sastro sambil matanya terus mengawasi mainan itu seolah bom waktu yang dapat meledak kapan saja.
"Bukankah mainan itu Pak Sastro yang membuatkan? Kok, sekarang bilang mainannya berisik." tanya Gita dengan ketus.
"Maafkan saya, Non. Tetapi, mainan ini bukan buatan saya. Mungkin Asri atau Pak Min yang membuatkan untuk Den Bima. Saya ndak bisa membuat mainan seperti ini." Jelas Pak Sastro sambil menundukkan kepala, namun matanya tak lepas dari mainan itu.
"Lho, saya ndak merasa membuat mainan itu, Pak. Saya engga bisa bikin-bikin mainan kayak gitu. Apalagi dari bambu sama kayu. Sungguh, bukan saya yang membuatnya." Asri meyakinkan.
Baik Asri maupun Pak Sasto mengaku bahwa bukan mereka yang membuatkan mainan. Aswa dan Gita Nampak mengerutkan dahi. Tak mau ambil pusing dengan kejadian-kejadian seperti itu, Asri berinisiatif memanggil Pak Min yang masih asyik membantu para pekerja membersihkan sisa pecahan kaca dari lampu taman.
"Sudahlah, Asri. Tak perlu," teriak Gita kesal sambil membawa Bima masuk ke rumah. Aswa mengikutinya dari belakang.
"Pak Sastro tadi kenapa sampai tangan Bima dicengkeram begitu? Non Gita jadi marah, kan?" tanya Asri kesal.
Pak Sastro menghela napas panjang.
"Ini yang aku takutkan, Sri. Kita tidak melakukan ruwatan dan ini yang akan kita tanggung. Apakah kamu tidak merasakan ada hal yang aneh dengan mainan Den Bima itu? Bima seolah tak bisa lepas dari otok-otoknya."
"Wajar saja, kan. Dia masih bayi delapan bulan. Masih asyik dengan mainan seperti itu. tidak ada yang aneh," ujar Asri.
"Kamu pikir siapa yang membuatkan mainan bambu itu buat Bima? Bukan aku dan kamu. Pak Min? Dia itu tidak pernah membuat mainan-mainan macam itu. Selama sepuluh tahun aku bekerja dengan Pak Min di Madiun, belum pernah sekali pun melihat dia membuat mainan dari bambu." Jelas Pak Sastro lagi.
Pak Min yang tengah dibicarakan datang mendekat.
"Ada apa Sas? Aku dengar di dalam sepertinya Den Aswa dan Non Gita sedang bertengkar."
"Pak Min, membuatkan Bima otok-otok, ndak? tanya Asri langsung.
"Hah? otok-otok? Aku tak pernah membuat mainan seperti itu. Memang ada apa Sri? tanya Pak Min keheranan.
"Bima, punya mainan otok-otok. Tapi, tak ada yang tahu siapa pembuatnya." Jelas Asri.
"Mungkin beli dari pasar. Kan, di pasar Giriloka banyak mainan kayu dan bambu seperti itu," ujar Pak Min.
"Tidak ada yang ke pasar Giriloka dua pekan ini. Sayuran dan keperluan dapur dibeli dari supermarket dekat alun-alun itu." Jelas Pak Sastro dengan suara datar.
Mereka bertiga kemudian terdiam. Berbagai pikiran buruk mulai berkecamuk di benak mereka. Tidak ada satu pun dari mereka yang membuatkan otok-otok Bima. Dan Bima tampak tak mau lepas dari mainan itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Lokatraya
HorrorGita dan Aswa sedang berbahagia karena kelahiran anak mereka, Bima. Kebahagiaan mereka bertambah saat Aswa mendapat kenaikan jabatan sebagai kepala produksi dan diberikan fasilitas sebuah rumah dinas. Mereka pindah ke rumah baru tersebut. Gita dan...