10| Khitbah

1.5K 116 0
                                    


🌿🌿🌿

"APA?" Mata Kia membulat tak percaya.

"Ayah jangan bercanda, ini masih pagi!" Tanyanya pada Ahmad masih dengan gelengan tak mengerti.

"Ayah serius," tanyanya memastikan. Kia menatap mata Ahmad intens, berusaha mencari kebohongan di sana, namun hasilnya nihil.

Kia mendengus. "Kapan mas Rahmat akan membawa kedua orangtuanya?"

Kemarin sepulang dari acara kajiannya bersama Ahmad, Rahmat mengungkapkan tujuannya yang akan melamar Kia. Jelas saja hal itu membuat Ahmad melafalkan syukur, ia sangat bersyukur saat mengetahui pria baik yang akan mengajak hal baik pula kepada anak semata wayangnya.

Nanda yang sedang mencuci piring, diam-diam ia mendengarkan pembicaraan anak dan ayah itu yang masih bisa terdengar olehnya. Karena Ahmad dan Kia belum beranjak dari tempat duduknya setelah sarapan tadi. Dalam benaknya Nanda merasa kagum pada Kia yang telah berhasil membuat pria sesholeh Rahmat mengajaknya menuju ikatan halal, ada sedikit rasa iri dalam hatinya namun rasa bahagia lebih mendominasi, ia ikut senang.

"Malam ini."

"APA?" Kia dan Nanda kompak terpekik, membuat Ahmad mengelus dadanya.

"Secepat itu?" Pikir Kia. Bukannya apa-apa, hanya saja ia rasa ini terlalu cepat.

Walaupun sudah satu jam lebih percakapannya dengan Ahmad tadi berlalu, namun tak dapat Kia pungkiri sekelebat bayangan tentang obrolan tadi terus saja berputar dalam pikirannya.

"Arghhh ..." Geram Kia pada akhirnya, membuat Nanda yang sedang fokus pada jalanan sedikit terkejut dengan geraman Kia yang duduk di boncengan belakang.

"Lo kenapa sih, Ki? Harusnya lo tuh seneng, bisa dilamar sama kak Rahmat. Banyak cewek yang ngantri buat bisa dilamar sama dia," ucap Nanda panjang lebar, walaupun suaranya sedikit terhembus angin dan suara bising kendaraan lain namun Kia masih bisa mendengarnya. Tapi ia memilih diam dan tidak menghiraukan Nanda yang terus mengoceh.

"Diam!!" Bentak Kia pada akhirnya, saat telinganya sudah pengang mendengarkan Nanda namun tidak ada satupun perkataanya yang masuk ke otaknya.

Nanda menurut dan berhenti berbicara. Ia tahu Kia adalah tipikal orang yang saat dihadapkan pada suatu masalah, ia butuh waktu untuk merenung tanpa ingin ada orang yang memberi saran sebelum ia meminta saran pada orang lain.

"Hati-hati lo, jangan ngebut-ngebut!" Nanda turun dari motor saat sudah sampai di apartemennya. Ia berniat ingin mengambil baju untuk acara nanti malam dan keperluan lainnya.

"Jangan ngebut-ngebut, Ki! Inget bentar lagi mau kawin." Nanda sedikit berteriak karena Kia sudah melajukan sepeda motornya beberapa puluh meter di tempat Nanda berdiri dengan cekikikan membayangkan wajah kesal sahabatnya itu.

***

Setelah selesai mata kuliah untuk hari ini, Kia memutuskan untuk bergegas membeli keperluan untuk nanti malam, seperti perintah Ahmad tadi. Karena waktu juga yang sudah menunjukan angka 12:23 WIB. Sebelumnya ia melaksanakan shalat Dzuhur di mushola fakultas.

Kia memandangi dua kantong belanjaan yang cukup besar dan berat. Kemudian meletakkannya di meja makan, mengeluarkan semua isinya dan kembali mengecek takutnya ada yang tertinggal atau lupa ia beli.

Dirasa semuanya sudah lengkap, Ia mendudukkan tubuhnya di kursi. Sedikit mengurangi pegal di kakinya karena berbelanja hampir tiga jam lebih ditambah lagi berdesak-desakan di pasar yang cukup ramai.

Nan, kalo sudah selesai kelas langsung kesini!

Send, tak lama pesannya mendapat balasan dari Nanda.

Nanda
Iya, ini gue lagi di angkot. Otw rumah lo :v

Buruan!!!

Waktu berjalan terasa begitu lambat, tangannya terasa sangat dingin dan berkeringat mengingat kembali acara malam ini. Apakah benar? Tanyanya, ia masih saja tak percaya saat menyadari statusnya kini adalah seorang janda yang pernah gagal dalam rumah tangganya dulu. Namun sudahlah, ini adalah takdir sang Illahi.

Malam semakin larut, udara terasa sangat dingin malam ini. Saat jam menunjukkan angka 08:12 WIB, terdengar suara salam di luar sana. Mungkin itu mereka, telat dua belas menit dari jam yang dijanjikan, tapi tak apalah.

Ahmad menyambut tamunya, Kia dan Nanda ikut serta. Lalu mempersilahkan duduk, dengan suguhan kue ciptaan Kia dan Nanda siang tadi.

Tak langsung ke inti pembicaraan, mereka mengobrol tentang segala hal. Ahmad, Rahmat dan juga Rusdi-ayah Rahmat mereka asik membicarakan tentang pekerjaan sedangkan Kia, Nanda dan Renny-Ibu Rahmat mengobrol tentang masak atau urusan rumah sejenisnya.

"Baiklah, bagaimana jika langsung ke inti?" Suara Rusdi memecah obrolan yang terasa ceria berubah menjadi serius dan canggung.

"Ingin Abi yang berbicara atau Kamu?" Tanyanya pada Rahmat yang terlihat tegang. Kia pun sama tegang, dadanya berdegup kencang, tangan dinginnya kini di genggam oleh Nanda.

"Rahmat saja." Kia tersenyum dalam posisi menunduknya. Gentle, pikirnya.

Rahmat menghela nafas pelan, menetralkan detak jantungnya. "Om dan Kia pasti tahu maksud dan tujuan saya dan keluarga kemari. " Ahmad mengangguk menunggu kelanjutan Rahmat.

"Saya meminta izin kepada Om, saya berniat mengkhitbah anak Om, Aprilia Kianga." Lanjut Rahmat yang terdengar lebih tenang dari sebelumnya.

"Saya menyerahkan semua keputusan ini pada anak saya, karena mau bagaimanapun keputusan saya, keputusan Kia-lah yang lebih penting. Bagaimana Ki?" Ahmad menatap Kia yang sama menatapnya.

"Apakah Mas Rahmat yakin Ingin mengkhitbah saya?" Tanyanya.

"Saya yakin!" Jawab Rahmat mantap.

"Saya sudah pernah menikah." Kia sedikit mendongak dan menatap Rahmat. Anehnya pria itu tak terkejut sama sekali, tak seperti yang ada dalam ekspetasinya. Bahwa Rahmat akan sangat terkejut lalu membatalkan niatnya.

"Saya yakin!" Jawabnya seperti tadi. Kia tersenyum, namun ia belum puas.

"Apa yang membuat Mas Rahmat memilih saya?" Tanyanya meyakinkan keputusannya.

Kini Rahmat yang tersenyum. "Singkat saja, alasan saya memilih dirimu karena agamamu."

Dari Abu Hurairah Ra., dari Nabi Saw., beliau bersabda, "Wanita dinikahi karena empat hal: karena hartanya, keturunannya, kecantikannya, dan agamanya. Nikahilah wanita karena agamanya, niscaya kamu tidak akan menyesal." (HR Bukhari-Muslim).

'Bismillah,' rapal dalam batinya.

"Saya menerima khitbah ini," Ucap Kia yang membuat semua orang yang ada di ruangan itu mengucap syukur dan bernafas lega.

🌿🌿🌿

Revisi : 06 Maret 2020, Bogor

Kianga |ᴇɴᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang