30| Demi Surprise

1.7K 101 0
                                    

🌿 🌿 🌿

Berapa banyak syukur yang harus kita panjatkan kepada Allah Swt. atas segala nikmat sehat dan kesempatan umur yang diberikan-Nya. Allah Swt. tidak pernah meminta balasan untuk semua itu, hanya saja terkadang manusia lupa bersyukur atas segala nikmat yang Ia berikan. Saat duka hinggap manusia selalu berkata; kenapa Engkau sekejam ini padaku ya Tuhan? Padahal itu hanya teguran yang Allah berikan agar hamba-Nya kembali mengingat siapa yang selalu memberi bahagia untuk manusia, Maha Suci Allah.

Tidak terasa waktu berjalan begitu cepat, umur pernikahan Kia dan Rahmat sudah menginjak tiga bulan lebih.

Dan,

Seminggu yang akan datang Kia tepat berumur dua puluh tiga tahun. Saat ini Rahmat sudah membuat janji dengan Nanda dan Malika. Iya Malika, ia yang menawarkan diri untuk ikut andil memberikan kejutan untuk Kia karena tanpa sengaja beberapa hari yang lalu Malika mendengar percakapan antara Rahmat dan Nanda yang sedang membahas kejutan apa yang akan mereka rencanakan.

"Assalamu'alaikum, maaf saya telat. Tadi macet di jalan." Rahmat duduk di hadapan Malika sambil menggulung kemejanya sampai sikut.

"Waalaikumsalam. Iya enggak pa-pa Mas,"  balas Malika menerbitkan senyumnya.

"Nanda belum datang?" Rahmat mengedarkan pandangannya ke sejuru kafe.

Malika menggeleng, "mungkin Nanda juga kena macet."

Beberapa menit kemudian Nanda datang dengan nafas yang tidak beraturan. Alasannya sama dengan Rahmat—macet.

Kemudian mereka bertiga membahas segala rencana yang pasti akan membuat Kia sangat terkejut. Walaupun Malika awalnya tidak setuju dengan rencana yang diajukan oleh Nanda tapi Nanda berhasil membuat Malika yakin. Namanya juga Nanda, ia selalu menang dalam hal bernegosiasi.

"Jadi kalian berdua siap 'kan?" Nanda menatap kedua manusia yang ada di sebelah kanan dan kirinya.

"Kamu yakin?" Malika masih nampak ragu.

"Iya yakin, ini kan cuman bohongan. Kak Rahmat gimana?"

Rahmat mengangguk, "Boleh."

"Apa ini gak terlalu berlebihan?" Tetap saja Malika takut rencana ini terlalu berlebihan. Malika takut saja jika hal itu benar-benar terjadi, dia tidak bisa membayangkannya. Jujur, keinginan itu masih ada tapi hanya sedikit, sedikit saja mungkin hanya 0,01%. Walaupun hanya sebesar itu, Malika harus berhati-hati dengan perasaannya jangan sampai perasaan itu berkembang lebih lagi.

Nanda mengangguk yakin, "tenang aja Kak, ini cuman surprise. Jarang-jarang 'kan kita ngerjain Kia, haha." Nanda benar-benar ingin melihat reaksi Kia dengan kejutan yang mereka susun ini. Sungguh dia tidak sabar, pasti Kia akan menangis semakin atau bahkan lebih.

Setelah semua rencana telah mereka susun sedemikian rupa. Akhirnya mereka membubarkan diri.

Rahmat mengetuk pintu rumah sambil mengucapkan salam. Rahmat mengulanginya beberapa kali, namun cukup lama Kia membukakan pintu. Kebetulan Rahmat tidak membawa kunci cadangan hari ini.

"Wa'alaikumsalam." Cukup lama Kia membukakan pintu lalu Kia mencium punggung tangan Rahmat.

"Kamu kenapa?" tanya Rahmat saat melihat mata Kia yang terlihat sembab, apakah istrinya sehabis menangis.

Kia menggeleng seperti biasa, "Tidak apa-apa Mas." Sambil mengambil alih tas kantor Rahmat.

Rahmat mengangguk, ia berpura-pura acuh seperti perintah Nanda agar tidak terlalu perhatian pada Kia padahal dalam hatinya ia khawatir pada wanitanya. Rahmat selalu takut Kia tidak bahagia hidup dengannya, karena Kia adalah sebuah amanah dari mertua dan juga Allah Swt. yang kewajibannya dilimpahkan kepada Rahmat . Membahagiakan Kia adalah salah satu bentuk kewajiban bagi Rahmat yang harus ia penuhi.

"Mas mau makan dulu atau mandi dulu?" Lanjutnya.

"Mandi." Sebisa mungkin Rahmat menjawabi dengan nada yang bisa dibilang culas.

Kia cukup kaget mendengarnya, namun Kia hanya mengangguk lalu membuntuti Rahmat menuju kamar mereka untuk menyiapkan pakaian suaminya. Kia berusaha tidak berpikir yang macam-macam, mungkin Rahmat hanya sedang lelah setelah bekerja seharian.

"Mas, pakaiannya di atas kasur. Nanti langsung ke bawah, makan!" Kia berbicara di depan pintu kamar mandi agar Rahmat mendengar ucapannya walaupun biasanya juga seperti itu.

"Hemm." Rahmat hanya berdehem menjawab ucapan Kia.

Jujur, ini sangat sakit. Kenapa Rahmat berubah dalam waktu delapan jam, kenapa semudah itu. Kia sangat menyadari perubahan sikap Rahmat terhadapnya, apalagi mengingat hal tadi. Padahal ada sesuatu yang ingin Kia sampaikan.

Kia menghela nafas berat, mungkin Rahmat sedang lelah sehabis pulang kantor, sekali lagi ia berpikiran positif. Beberapa asumsi baik ia kait-kaitkan agar tidak suudzon pada suaminya.

***

Ini sudah hampir seminggu sikap Rahmat berubah. Suaminya kini jarang mengabari jika pulang terlambat, jarang menanyakan kabarnya. Sungguh Kia sangat sakit. Terlihat dari tubuhnya yang terlihat kurusan, matanya dilingkari oleh warna hitam yang semakin hari semakin jelas.

"Mas, kamu kenapa sih?" tanya Kia geram saat Rahmat tidak mengajaknya mengobrol sama sekali, biasanya mereka selalu membicarakan hal yang tidak penting saat makan. Tetapi kini hanya dentingan sendok beradu dengan piring yang terdengar nyaring saking tidak ada suaranya di ruangan itu.

Rahmat mengerutkan dahinya berpura-pura tidak mengerti, jelas ia tahu maksud pertanyaan Kia. Ia juga sebenarnya tidak tega melihat istrinya seperti itu, sungguh ia ingin membawa tubuh mungil istrinya untuk ia rengkuh ke dalam pelukannya. Tetapi ini demi kejutan yang akan ia berikan untuk istrinya.

"Kenapa sikap kamu jadi dingin gini?"

"Saya tidak apa-apa, saya tidak berubah." elak Rahmat terdengar datar padahal dalam hati menggebu-gebu perasaan bersalah telah memperlakukan Kia seperti itu. Sungguh Rahmat tidak tega melihat wajah Kia yang sudah memelas. Tolong jangan menangis, pintanya dalam hati. Jika Kia menangis, mungkin kejutan ini tidak akan berhasil karena Rahmat yakin dia tidak bisa melihat Kia menangis, lagi.

Sabar, Kia. Satu hari lagi, rapal Rahmat dalam hati. Dia berharap Kia bisa bersabar untuk malam ini saja, semoga istrinya itu masih memiliki banyak stok kesabaran menghadapi sikapnya ini.

🌿 🌿 🌿

Revisi : 05 Mei 2020, Bogor

Kianga |ᴇɴᴅTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang