Di alam bawah sadarnya, Xie melihat tanah kosong menghampar luas mengelilinginya seolah tak berbatas. Tidak ada objek lain yang dapat dilihatnya selain sebuah gerbang putih yang berdiri menjulang di hadapannya. Gerbang itu tampak mencolok jika dibandingkan dengan seluruh kekosongan di sekelilignya saat ini. Seakan-akan menyadari tujuannya, Xie melangkahkan kakinya menuju gerbang.
"Hei, Xie!"
Sebuah suara familiar membuat langkah Xie terhenti. Ia berbalik, melihat sosok yang berteriak memanggilnya itu. Sementara si yang berteriak-yang tak lain dan tak bukan adalah Theo- berjalan memghampirinya.
"Theo? Apa yang kau lakukan?" Xie memperhatikan Theo sedetail mungkin. Kehadirannya yang begitu tiba-tiba di antara kekosongan mengejutkannya.
Sementara Theo hanya diam dan ikut melihat ke arah dirinya sendiri, "Ada apa? Ada yang aneh denganku?" Theo memperhatikan cara berpakaiannya yang menurutnya biasa saja.
"Hei apa ada yang aneh?" tanyanya lagi.
"Kenapa kau ada di sini?" tanya Xie curiga.
"Hei? Kenapa kau malah balik tanya?" tanya Theo kesal.
"Kau yang balik tanya lebih dulu!" elaknya. "Kau seharusnya menjawab pertanyaanku lebih dulu! Kenapa kau ada disini?!" tanya Xie sekali lagi.
"Umm?? Untuk apa ya?" Theo memasang pose wajah berpikirnya, dan
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di wajah tampannya. "Aw, sakit! Kenapa kau malah menamparku?" Ia mengelus pipi chubby-nya yang kesakitan.
"Jangan bilang kau akan menyerahkan nyawamu untukku lagi!" ujar Xie.
"Ah ya, itu dia tujuanku! Cepatlah pulang, biar aku yang menggantikanmu!"
Plak!
Jika tadi yang ditampar di pipi kanan, maka tamparan itu sekarang mendarat di pipi kirinya.
"Kenapa kau menamparku lagi? Sakit tahu!" Theo mengusap kedua pipinya.
"Salah sendiri kau bodoh!"
"Bodoh apanya? Aku pintar, hei!"
"Kau sangat bodoh!"
"Bodoh apanya?" Tanya Theo.
"Kau bodoh! Kau tidak boleh mengorbankan nyawa terakhirmu untuk menyelamatkanku Theo!" ujar Xie marah.
"Hei, itu salahmu!"
"Salahku apa?"
"Kau sudah kusuruh menunggu, kau malah mati duluan. Kau itu tidak sepertiku yang punya tiga nyawa. Seharusnya kau tidak melakukan ini, payah!" ujar Theo menyalahkan Xie.
"Tapi kau tidak bisa mengorbankan sisa nyawamu untukku! Kau harus tetap hidup, Theo!
Theo memegang pundak Xie kencang hingga Xie meringis kesakitan. "Untuk apa aku hidup? Untuk apa?! Jika kau tidak ada untuk apa aku hidup Xie?! Hanya kau yang ku miliki saat ini! Jika kau mati, maka aku hanya akan sendiri di dunia ini!" Xie meringis karena kesakitan dan tanpa disadarinya ia menangis karena hal itu.
"Theo, sakit," Xie mencoba melepaskan dirinya tapi tidak bisa.
"Maaf," Theo merenggangkan pegangannya.
"Tapi tetap saja, kau-" Theo langsung menarik Xie ke dalam pelukannya untuk membuat Xie berhenti bicara.
"Aku mohon, Xie. Tetaplah hidup dengan nyawa terakhirku. Hiduplah demi diriku Xie. Jika tidak, hiduplah demi kakak, teman-teman dan alam semesta, Xie. Alam semesta masih membutuhkanmu," ujarnya sambil memeluk Xie. Air mata meluncur begitu saja dari matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kyuuranger : The Lost Sister ✔
Fanfiction"Aku tak perlu diakui jika nantinya pengakuan itu malah membuatku lebih menderita." -Xie Antares Hidup di dunia yang bahkan tak menyadari kehadirannya bukanlah sesuatu yang mudah. Bahkan ketika orang terdekat yang diharapkannya menyadari keberadaann...