Delapan belas

203 7 0
                                    

Pulang sekolah, seperti biasa Dellon langsung pulang kerumah, dia bukan tipe anak yang suka keluyuran entah kemana.

Saat sudah sampai di rumah dia masuk ke dalam kamar namun saat dia membuka pintu kamarnya, langkahnya terhenti di tepat di pintu kamar itu. Dia sangat kaget mendapati Ayahnya sedang berdiri sambil melihat-lihat buku-buku milik Dellon.

David membalikkan tubuhnya menghadap Dellon yang sedang berdiri kaget menatapnya.

"Kamu sudah pulang?" tanya David dengan suara ringan.

"Kenapa Papa ada disini?" Dellon bertanya balik, wajahnya kaku dan matanya tajam menatap Ayahnya.

"Papa hanya ingin mengunjungimu, Papa kira kamu sedang tidur jadi Papa mencarimu di dalam kamar. Ternyata kamu tidak ada."

"Lalu kenapa harus masuk?" desak Dellon masih dengan suaranya yang datar.

"Papa hanya ingin melihat-lihat kamarmu, tidak ada salahnya bukan, kanapa kamu harus marah seperti ini, Papa cukup kaget ternyata kamu banyak mengoleksi buku-buku kedokteran."

"Kalau sudah selesai Papa boleh keluar. Dellon mau istrahat."

"Kamu masih sangat membenci Papa, Dellon?" tanya David Serak.

Dellon memalingkan wajahnya, dia berjalan masuk kedalam kamar, meletakan tasnya di atas meja belajarnya dan duduk di ranjang membelakangi Ayahnya.

"Papa tau sampai kapan pun kau akan terus membenci Papa dan Papa pantas mendapatkan itu."

"Tapi Apa kamu tau Papa juga ingin menjadi seorang Ayah yang pantas bagimu Dellon. bisakah kamu membuka sedikit ruang maaf untuk Papa?"

Dellon tidak menjawab kamar itu hening.

"Apa kamu tidak berubah pikiran untuk melanjutkan sekolah di luar Negri?" tanya David.

"Kenapa, Papa terus berharap agar aku sekolah di luar Negri?"

"Kalau kamu terus di sini, kamu akan semakin terluka."

"Lalu bagaimana dengan Tania."

"Tania bisa di titipkan di asrama."

Dellon mendengus, bibirnya tersenyum sinis.

"Kenapa Papa gak bilang saja aku ke buang keluar Negri, Tania di buang ke asrama. Tidak usah memperhalus kata-kata dengan mengatakan di titipkan. Memang Tania barang?!" ujar Dellon tajam.

David terdiam dia menghela nafas berat dan menatap jauh.

"Apa salahnya Papa ingin kamu bisa hidup bebas mengejar impianmu menjadi seorang Dokter seperti yang kamu Cita-citakan dari kecil. Dengan belajar di luar Negri akan membuatmu berkembang lebih cepat."

"Salah." ucap Dellon

"Salah." ulangnya. "Semua yang Papa lakukan, apa pun itu tetap saja salah."

Dia berdiri mengadap Ayahnya.

"Tujuan Papa ingin menyekolahkan aku keluar Negri bukan agar aku bebas. Tapi biar Papa bisa bebas dari rasa bersalah. aku tau Papa tidak mau melihat aku dan Tania lagi. karena wajah kami selalu membangkitkan mimpi buruk Papa" Ujar Dellon marah.

"Dellon." David menatap nanar anaknya.

"Papa tidak usah kuatir, Papa tidak usah datang kemari hanya sekedar memastikan kami hidup."

"Aku dan Tania akan bertahan hidup tanpa kalian. Tanpa Papa dan Mama. Aku akan tunjukan kalau aku tidak butuh kasih sayang, penyesalan, atau apapun dari kalian."

"Dellon dengarkan Papa dulu."

Tapi Dellon tidak berniat mendengarkan Ayahnya, dia mengambil kunci motornya dari meja dan keluar dari kamar sedangkan David terus memanggilanya.

Because She's LenoraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang