Setelah sekian hari, minggu dan bulan gue lewati dari mulai lelah dengan penuh keluh dan kesah juga sedih dan segala macam perjuangan lainnya dalam menggarap ratusan lembar yang akhirnya kini rampung menjadi skripsi, title gue sebagai pejuang skripsi akan hilang dan berganti sebagai sarjana.
Lusa, tepatnya. Gue akan di uji oleh beberapa dosen dalam rangka sidang skripsi. Rasa takut, nervous dan tegang sudah menjalar di tubuh gue sejak seminggu lalu. Kepanikan yang seolah tidak bisa gue hindari kerap datang apalagi setiap gue membuka laptop untuk menyusun segala berkas dan file yang harus gue persiapkan saat sidang nanti, contoh nya seperti saat ini.
Seharian ini gue habiskan di kampus untuk menyusun bahan-bahan untuk sidang nanti dari siang sampai sekarang jam 8 malam. Gue tentunya gak sendirian ada banyak temen-temen angkatan gue juga di sini yang sebagian ngerjain yang sebagian lagi udah muak ngadepin laptop dan sekarang lagi pada asik sendiri sambil ngobrolin hal-hal ga jelas. Gini nih kalo udah pada stress ngomong aja pada ngelantur dan alhasil apa aja di omongin. Kayak sekarang lagi pada ngomongin panda makan bambu kenapa gak pernah bosen?
Random banget gak tuh? Gue aja cuma geleng-geleng gak habis pikir temen gue udah kayak manusia butuh obat semua.
"Eh, Dipa kemana dah?"
Di saat yang lain pada sibuk bahas soal panda makan bambu, salah satu temen gue tiba-tiba nanya Dipa yang selepas magrib tadi cabut entah kemana yang bilangnya sih katanya sebentar tapi udah dua jam anaknya ga balik-balik.
Gue masih fokus benerin kerjaan gue sampai temen gue yang lain mencolek lengan gue.
Gue menoleh, menatap temen gue dengan pandangan tanda tanya.
"Dipa kemana?"
"Lah gatau. Kenapa nanya gue?"
Temen gue yang lain berdecak pelan. "Ya elah, pura-pura kan."
Wajah gue makin bingung. "Pura-pura apaan dah?"
"Udah sampe mana lo sama Dipa?"
Wah ngaco nih temen-temen gue.
"Sampe mana apanya sih? Ya Allah gue ga ngerti." Rutuk gue kesal.
"Gue kira lo masih sama Erga," celetuk temen gue lainnya yang duduk paling ujung dengan santainya.
Gue terpaku begitu dia menyebut nama Erga secara santai apalagi jika disertai dengan kalimat yang ia keluarkan barusan. Membuat gue membutuhkan beberapa detik untuk mengontrol ekspresi wajah sesantai mungkin.
"Lo putus emang?"
Hah.. ini kok jadi bahas dan ngekepoin gue sih. Padahal kayaknya semenit lalu masih pada asik bahas panda makan bambu deh.
Gue menelan ludah. Pertanyaan tiba-tiba dari temen gue barusan membuat gue diam untuk sekian detik. Mulut gue yang biasanya enteng soal jawab menjawab dan sahut menyahuti ini seolah terasa berat. Ingatan dan segala memori akan wajah Erga yang beberapa lama belakangan ini tiba-tiba terputar begitu saja tanpa aba-aba. Perasaan aneh kembali terasa di dalam dada.
Temen gue masih menatap gue. Wajahnya penasaran, begitu pun dengan teman gue yang lain. Masih menunggu jawaban.
Gue tersenyum. Mengubah ekspresi secepat mungkin.
"Kata siapa gue putus?"
Temen gue yang nanya tadi menggidikan bahu. "Gak kata siapa-siapa sih.."
Mendengar jawaban gue, teman gue yang lain memukul lengan teman gue yang bertanya tadi brutal membuat gue ketawa. "Yeu! Gimana sih lo! Makanya kalo nanya jangan asal!"
KAMU SEDANG MEMBACA
him | wonwoo
General FictionHe speaks action, not words. Because that's what a real man does.