16th

107 13 1
                                    

"Tidak ada yang benar-benar aku pahami tentang cinta, termasuk mengapa aku harus bertemu, jika untuk kembali kehilangannya dilain waktu."

 (HantuTimeLine)

***

Libur = rebahan. Dulu aja zaman SD hari minggu tuh hari yang sangat di tunggu-tunggu, tapi semakin kita dewasa hari libur berubah pandangan menjadi hari yang sangat membosankan. di pagi hari membersihkan semua sudut rumah, setelah selesai bergegas mandi, setelah mandi yaudah deh jadi bego gak tau mau ngapain. ngomong- ngomong soal libur, ada yang senasib gak sih sama Sheren? selain jadi babu ya jadi gembel. soalnya nih ya, Sheren tuh kalau libur gak pernah mandi pagi, huwahaha aib beut. Setelah menyelesaikan berbagai macam pekerjaan rumah, Sheren mengecek ponselnya. Kok ada yang aneh?

Sheren mengerutkan jidatnya, "Bentar, ini kok?" herannya.

"Kok tumben nihh kak Sham gak ngechat gue? apa karena gue tolak kemarin? jadi dia nyerah nih?" ocehnya sambil menghidup matikan data seluler, barangkali pesannya terlambat masuk.

"Ihh, cemen banget baru segini udah nyerah, aelahh..." ucapnya lagi, sambil meletakkan ponsel di atas nakas, ,mungkin dia pasrah sebab notif tak kunjung datang.

Sheren mengeluarkan sepeda motor dari garasi dan meluncur ke rumah neneknya, tanpa peduli meninggalkan ponselnya. Entahlah, jika mencinta mengapa menolak? jika tak cinta mengapa merasa kesal? 

"Kapan ya kayak gitu?" spontan Sheren mengatakan itu ketika tak sengaja melihat seorang anak perempuan sedang duduk bersama ayahnya bercanda gurau di teras rumah. Sheren selalu berandai- andai tentang sebuah keajaiban. 'Andai ayah kayak gitu' ucapnya dalam hati. Perlahan rintik hujan membasahi kepalanya. 

"Ahh hujan, paham banget hati gue lagi kayak gini." Sheren puter balik dan kembali kerumah.

"Ihh kak, kok main hujan sihh, ntar sakit baru tau loh, sana ganti baju." tegur papa Sheren yang sedang memperhatikan anak perempuannya dari atas kebawah.

"Heheh iya pa iya, lagian hujannya gak bisa di pause tadi." ucap Sheren sambil nyengir. 

"Yaudah, sana mandi, biar papa buatin teh hangat." ucap papa Sheren yang langsung bergegas menuju dapur dan bergelut dengan gula serta teh. Papa Sheren sudah pulang dari bogor sejak 2 hari lalu, katanya rindu rumah. Gak tau deh, rindu rumah atau rindu istri. 

Sheren mengeringkan rambutnya dengan telaten, menggunakan handbody pada tubuhnya, dan tak pula menabur bedak baby ke wajah squishy nya. setelah menyelesaikan ritualnya, iya mengecek ponselnya yang berujung nihil. Tak ada tanda-tanda bahwa kakak kelas itu mengiriminya kabar.

"Sumpah dia nyerah? paandah, baru juga 33 hari, udah main nyerah aja." ucap Sheren sambil meninggalkan ponselnya, berencana ingin menjemput teh buatan papa yang sudah lama tak ia rasakan.

"Papa" ucapnya riang.

"Ehh, udah siap mandinya?" tanya Papa Sheren sambil menyodorkan teh hangat dan obat untuk berjaga - jaga agar Sheren tak jatuh sakit sebab hujan yang membasahi kepalanya tadi.

"Obatnya di minum juga, kan lebih baik mencegah daripada mengobati." ucap Papa Sheren sambil mengajaknya duduk di meja makan.

Sheren hanya mengangguk sambil tersenyum, menatap lelaki yang sedang duduk di hadapannya, memandang setiap inci wajah yang dapat menutup sedikit luka hatinya, setidaknya masih ada seorang lelaki yang terlihat baik di pandangannya, jujur Sheren merindukan lelaki itu, walau nyatanya Sheren paham, lelaki itu yang membuatnya trauma akan cinta. Sebab, lelaki yang pertama kali ia percaya nyatanya mempertunjukkan rasa cinta yang berbeda, dengan cara yang berbeda, dan rasa yang berbeda, semua yang berbeda itu hanya membuat Sheren merasakan sakit.

190 DaysTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang