In White : 1

3.7K 270 16
                                    

Yuki mengangkat kardus berisi kaleng cat akrilik dari dalam bagasi mobil. Dia melangkah dengan hati-hati menaiki tangga di teras rumah. Mendorong pintu menggunakan bahunya yang terbalut sweater biru usang.

Rumah yang didominasi warna putih dan hitam, elemen kayu dan bebatuan. Samar-samar terdengar geremicik air dari kolam ikan di ruang tamu. Yuki melewati ruang keluarga yang hangat dengan sofa putih dan lukisan besar penari Bali. Menjadikan rumah itu terlihat maskulin tapi juga sejuk disaat yang bersamaan.

Yuki sekali lagi menaiki tangga yang akan mengantarnya ke lantai dua. Langkahnya masih hati-hati. Kardus berisi kaleng cat itu cukup berat, membuatnya sedikit kesulitan. Yuki bernapas lega ketika kakinya menginjak lantai dua dengan selamat. Terbayang olehnya jika ia sampai jatuh terguling, membuat Yuki bergidik ngeri.

"Lama amat."

"Maaf mas, tadi di toko nyari merk yang biasa mas pake. Ini stok terakhir dari toko." Ucap Yuki pada sosok di balik kanvas.

Dia berdiri dari kursinya, membuatnya terlihat menjulang dari kanvas yang hanya setinggi bahu Yuki. Stefan menggunakan kaos putih yang telah ternoda cat merah, celana jeans belel hitam dan kaki telanjang. Saat pertama kali melihat laki-laki itu tiga tahun lalu, jujur Yuki terpesona. Bosnya itu lebih dari sekedar tampan. Bahkan ketika ia berpenampilan seadanya seperti sekarang.

Tapi itu dulu, sebelum Yuki mengenalnya lebih jauh.

"Terus, udah tahu di sana stoknya abis lo nggak nyari d toko lain. Malah ngabisin waktu satu jam Cuma buat satu kardus cat. Lo tahu kan gue butuh banyak cat buat bikin lukisan. Pameran lukisan gue tinggal satu bulan lagi."

Ini yang bikin rasa terpesona Yuki luntur seketika. Keanon Stefan yang orang lain tahu sebagai pelukis berbakat asal Indonesia yang berhasil membuka galeri di Singapur dan Amerika, adalah laki-laki dingin yang keren seperti dalam drama dan novel. Itu yang mereka tahu, yang Yuki tahu tentang Keanon Stefan adalah...

Pemarah, tukang perintah dan bawel. Sifat aslinya muncul hanya saat Stefan bersama Yuki.

"Maaf Mas Stefan, cat yang biasa mas pake Cuma dijual di toko langganan kita. Nggak ada di toko lain." Ujar Yuki antara kesal dan gaji besar. Ya, yang membuat Yuki bertahan menjadi asisten Stefan selama tiga tahun hanya gaji besar yang mampu membuatnya bertahan hidup.

"Terus gimana dong, masa gue harus nunggu catnya dikirim. Itu bisa seminggu-dua minggu lagi." Stefan berdecak kesal. Satu kardus cat hanya bisa membantunya membuat tiga atau empat lukisan, Stefan masih harus menyelesaikan tujuh lukisan lagi.

"Itu, sebenernya saya udah mikiran beberapa solusi." Yuki memainkan ujung sweaternya. Ragu-ragu.

Selama tiga tahun juga Yuki mengenal Stefan yang mencintai lukisan lebih dari apapun. Dia berdedikasi pada pekerjaan sekaligus hobinya. Itu adalah yang membuat Stefan sampai pada titiknya yang sekarang.

Meski Yuki tidak lagi terpesona, tapi dia tetap kagum pada kesuksesan Stefan.

"Solusi apa? Jangan ngasih solusi nggak guna."

Belum denger udah ngatain nggak guna. Yuki menggerutu dalam hati. Tapi sudahlah. "Mas inget nggak sama lukisan yang pernah mas kirim ke Singapur. Yang judulnya kalau nggak salah, Douloureux X Heureux. Yang Mas Stefan lukis pake bahan alami itu."

Douloureux X Heureux adalah lukisan air menetes berwarna merah yang Stefan lukis menggunakan pewarna alami dari bunga sepatu. Filosofi dalam lukisan itu adalah, darah yang lebih kental dari air namun dapat menyatu jika selaras. Yuki tidak begitu mengerti, tapi dia menyukai lukisan itu meski sebagian orang mengatakan itu lukisan yang cukup mengerikan.

In White || Jadilah warnakuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang