Kenyataan tidak selalu menyenangkan. Namun, kebohongan adalah ilusi yang membunuh perlahan.
***
“Sebenarnya, aku juga tidak tahu bagaimana semuanya berawal atau apakah yang kuketahui sekarang adalah kebenarannya. Aku tidak punya kesempatan untuk mencari tahu. Ibu pergi terlalu cepat, dan aku tidak bisa berbicara seperti biasa lagi setelah hari itu dengan ayah.” Fira memulai ceritanya. Karena semua sudah terjadi sampai begini, dia hanya bisa berharap ini pilihan yang terbaik untuk diambil. Untuk kebaikan Fara dan juga dirinya. Fira menatap mata jernih milik adiknya, “Jadi, aku hanya akan menceritakan apa yang kulihat selama ini.”
Fara mengangguk dan memberi senyum menenangkan. Fira akhirnya mengubah posisi duduk menjadi bersila di depan Fara sebelum melanjutkan, “Kamu ingat, kan, dulu kita sering main petak umpet?” Setelah mendapat anggukan mengiyakan adiknya, Fira melanjutkan, “Awalnya, semua itu memang hanya permainan. Tapi, semenjak ayah dan ibu sering ribut, aku menggunakan permainan itu sebagai alasan agar kamu tidak keluar kamar dan melihat apa yang dilakukan ayah pada ibu.”
Fara terlihat terkejut. Matanya membulat dan mulutnya berkali-kali terbuka, tanpa bisa mengucapkan satu kalimat pun. Fira tahu, menerima kenyataannya dalam satu waktu adalah hal yang sulit. Namun, dia tetap menyambung ceritanya, “Tentu saja, awalnya aku tidak hanya membiarkan ibu dipukul dan dibentak. Aku mencoba menghentikan mereka, tapi hal itu hanya membuat ibu dipukul lebih banyak dengan alasan ibu tidak pandai mendidik anak hingga membangkang seperti yang kulakukan.”
Fira menutup matanya. Semua ingatan masa lalu itu masih membekas, terekam dalam memori sel di otaknya dan menghantui kehidupannya selama ini. Karena itu, sejak ibunya tiada, Fira tidak pernah menghormati ayahnya lagi. Semua hal yang Fira ingat tentang laki-laki itu hanyalah kekerasan yang dilakukan pada ibunya. Wajah tanpa belas kasih yang dilihatnya hari itu, membangun sisi lain dari dalam diri Fira. Sisi gelap dan menyeramkan.
“Aku tidak tahu masalah yang membuat mereka selalu bertengkar. Tapi, kupikir tidak jauh dari kenyataan kalau ayah punya orang lain di hidupnya.” Fira tertawa kecil, begitu sinis dan bernada marah yang ditahan. “Klise, bukan? Namun, jika hanya seperti itu, ibu pasti akan menyetujui perceraian ini. Lagipula, dia punya usaha yang cukup untuk membesarkan kita berdua tanpa bantuan finansial ayah.”
Fira membuang muka. Menatap apa pun selain raut wajah Fara yang kini tidak bisa Fira artikan. “Masalahnya, ayah ingin hak asuh berada di tangannya.”
Fira kembali memberi jeda. Membiarkan adiknya memahami sedikit demi sedikit masalah keluarganya ini. Pasti, dia akan merasa bingung. Lagipula, dari reaksi ayah terhadap mereka, pria itu seperti tidak menginginkan mereka sama sekali. Fira juga bingung mengapa dan baru mengetahui alasannya jauh setelah itu. Saat ia sudah berada di sekolah menengah pertama, dan tak sengaja mendengar percakapan ayahnya dengan seseorang di telepon. Tangan Fira bergerak acak. Dia merasa tidak nyaman membuat adiknya mengetahui kenyataan semacam ini. Namun, saat Fara menggenggam tangannya dan memberi kode agar Fira melanjutkan cerita, tidak ada hal lain yang bisa Fira lakukan selain mengikuti kemauannya.
“Ayah menikahi wanita lain hanya beberapa bulan setelah ibu meninggal. Tapi, bahkan sebelum pernikahan terjadi, dia tahu kalau calon istrinya tidak bisa hamil. Dengan alasan itu dia menginginkan kita, untuk menjadi pewaris usaha dan melanjutkan bisnisnya yang mulai berkembang pesat.”
Fira mengubah posisi duduk bersila menjadi duduk dengan memeluk kedua kaki. Pandangannya kini jatuh ke seprai berwarna putih di bawahnya, “Mungkin, dia hanya tidak ingin usaha yang dia rintis dari bawah akan berakhir begitu saja tanpa ada yang melanjutkan. Dia terlalu egois untuk bisa membiarkan orang yang bukan dari keluarganya mengambil uang dari usahanya itu. Jika kita bisa jadi penerus usaha, paling tidak, harta itu akan tetap mengalir ke rekeningnya bahkan setelah ia pensiun.”
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Calls [END]
Teen FictionFira tahu, membuat relasi dengan orang lain hanya akan membuat luka lamanya kembali bangkit, hingga ia menarik diri dari orang lain. Meski begitu, beberapa orang keras kepala berhasil menerobos masuk ke dalam hatinya-menghancurkan pagar pembatas dan...