Kata orang, hari libur itu berkah. Pada hari itulah mereka bisa mengistirahatkan diri dari segala rutinitas yang membelenggu selama lima hari berturut-turut. Tak ayal, gadis dengan rambut hitam legam sebahu itu pun mengalaminya.
Setelah dia memaksa diri selama lima hari dengan segala aktivitas sekolah hingga sesuatu yang bisa disebut hidup, akhirnya dia bisa mengurangi kadar itu hingga pada titik mati suri--yaitu kegiatannya saat bersatu dengan ranjang sehari penuh. Fara sering menyebutnya sebagai hibernasi pendek si koala.
Memang, Fira ini terlihat lebih mirip koala daripada manusia. Bergerak lambat dan kalau bisa, tidur saja seharian. Fira pun, tidak masalah dipanggi koala. Dia malah mendambakan bahwa hal itu terjadi. Dia merasa tidak adil. Mengapa ia harus menjalani rutinitas belajar sedangkan koala hanya tidur sambil bergelantung begitu? Harusnya dia juga bisa begitu!
Pagi Fira baru dimulai saat Fara mendatangi kamarnya di jam dua belas siang. Ada perjanjian tidak tertulis di antara mereka bahwa pada hari libur, Fara hanya boleh membangunkannya di tengah hari. Karena jika dipaksa lebih pagi, percuma juga. Fira tidak akan bangun.
Fira diseret menuju ujung ranjang. Matanya masih sepenuhnya tertutup walau ia sudah menggumam beberapa kali untuk menyahut pada Fara. Mengelap iler di sudut mulut, mata Fira baru terbuka setelah mencium aroma makanan yang membuat perutnya bergejolak.
Di ujung matanya, Fira melihat Fara sedang merapikan tempat tidurnya. Kalau saja bukan Fara, mungkin Fira sudah dipecat jadi seorang kakak. Tidak ada gunanya dan suka merepotkan. Namun, beruntung dia memiliki adik berhati malaikat dan punya kelebihan energi. Jadi adiknya itu mau saja mengurusi Fira yang kelewat pemalas ini. Lagi pula, dia hanya perlu mengurus Fira. Tidak ada yang lain.
“Pagi, Putri tidur,” sapa seorang Faiz. Tanpa disuruh, laki-laki itu memasuki kamar Fira lalu mendaratkan tangannya ke kepala gadis yang masih berusaha mengunyah. Matanya terlihat segar, berbanding terbalik dengan pakaiannya yang menyiratkan bahwa dia hampir sama seperti Fira, baru bangun tidur.
Lekungan dipipinya tercetak sempurna. Fira berpikir, mungkin Faiz terlalu sering makan dan minum yang mengandung gula. Manisnya sampai terpancar hanya dengan Faiz mengembangkan senyum. Ah, apa jika Fira memandang wajah Faiz terus, dia akan diabetes?
“Pagi yang melelahkan untukmu, Fara. Seharusnya sekali-kali hilangkan sifat pembantumu. Biarkan dia berusaha sendiri.” Faiz duduk di kursi yang berada di depan meja belajar. Kekehannya terlepas, penuh canda. Namun, Fara menanggapinya sambil berkacak pinggang.
“Bukan pembantu. Aku cuma melakukan tugas sebagai adik yang berbakti. Lagian, nunggu kak Fira bangun sendiri sama saja seperti menunggu ayam beranak. Yang ada dia enggak bangun-bangun,” Fara menggerutu di akhir kalimat.
Tentu Fara mengatakannya bukan tanpa dasar. Pernah ia berencana membuat Fira bangun dan mengurus dirinya sendiri, tapi yang terjadi adalah dia tidak bangun-bangun sampai sore hari. Setelah dipaksa bangun, Fira tidak bisa bergerak sedikit pun. Badannya lemas karena tidak mengisi perut dari pagi. Setelahnya, Fara tidak pernah meninggalkan Fira sendirian. Terlalu berbahaya.
Tawa Faiz pecah. Dia menyandarkan kepalanya sambil memperhatikan Fara dan Fira bergantian. Fira yang merasa diperhatikan mengangkat alis dengan maksud bertanya. Mulutnya masih melumat nasi goreng buatan Fara. Namun, Faiz hanya melebarkan senyum. Bangkit dari bangkunya.
“Aku ke sini cuma mau memeriksa. Enggak bisa lama-lama soalnya mau main futsal.”
Memang terlihat berlebihan, tapi sudah sejak lama Faiz melakukannya. Memeriksa keadaan kedua gadis di hadapannya ini, memastikan tidak ada hal buruk yang terjadi. Tidak sulit juga karena rumahnya tepat berada di samping rumah mereka. Sebagai teman dekat, dia merasa harus memeriksa keadaan kedua gadis yang—hampir—selalu berdua saja di rumah. Faiz seperti ayah pengganti, karena ayah mereka sibuk bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
When Love Calls [END]
Teen FictionFira tahu, membuat relasi dengan orang lain hanya akan membuat luka lamanya kembali bangkit, hingga ia menarik diri dari orang lain. Meski begitu, beberapa orang keras kepala berhasil menerobos masuk ke dalam hatinya-menghancurkan pagar pembatas dan...