Part 23: when love calls she to get mad on her dad

398 57 19
                                    

Ada perbuatan yang tidak patut ditiru. Bijaklah dalam membaca.

***

Selama dalam perjalanan pulang, pikiran Fira penuh hingga rasanya tidak ada ruang untuknya bisa menenangkan diri. Mengapa ayahnya selalu datang di saat perasaannya sedang baik? Mengapa pria yang dulu sangat ia kagumi kini berubah menjadi orang yang sangat ia benci? Mengapa ... orang seperti dia yang menjadi ayahnya dan juga Fara?

Fira tidak tahu.

Bahkan, ia tidak punya kesempatan untuk mencari tahu. Setiap detik hidupnya selama ini dipakai untuk menghindar dan bersikap defensif agar Fara tidak perlu menyadari secara jelas bagaimana hancurnya keluarga mereka. Namun, akhir-akhir ini ayahnya semakin gila. Bersikap lebih kasar dan tanpa kasih sayang. Fira bahkan tidak tahu harus menyalahkan siapa lagi saat ini. Dia tidak mungkin menyalahkan ibunya yang sudah tiada, karena memilih pasangan yang salah. Menyalahkan pria berhati dingin itu juga sia-sia. Melakukannya sama sekali tidak membuat Fira semakin membaik. Malah, rasanya gadis itu semakin terpuruk.

Fira menutup mata bersamaan dengan jemarinya yang mengeratkan peganggan pada seragam Afandi. Mulutnya merapalkan pengharapan meski tidak ada jaminan harapan itu akan terkabul. Dia hanya berharap, ayahnya tidak membuat Fara menangis lagi. Dia hanya berharap, dirinya sempat datang dan menghentikan mulut pria itu, sebelum ia mengatakan hal yang kasar pada Fara dan membuat adiknya menangis lagi.

Pikiran Fira semakin kalut melihat mobil milik ayahnya sudah terparkir di garasi, ketika Afandi dengan motornya berhasil mencapai depan rumah. Fira segera turun, melepas helm--tanpa peduli bagaimana rambutnya jadi berantakan karena gerakan yang agak kasar, dan hampir pergi tanpa berpamitan atau pun berterima kasih pada Afandi.

Ketika tangannya dicegat, akhirnya Fira menatap Afandi dengan wajah yang menggambarkan begitu banyak perasaan dalam satu waktu. Semua emosi terkumpul di dadanya, hingga terasa sesak. Napasnya tidak teratur. Untuk pertama kalinya, Afandi melihat ekspresi Fira yang seperti itu. Bahkan, saat ia menemukan gadis itu di depan gudang, ekspresinya tidak sejelas ini menggambarkan perasaannya. Ada rasa marah dan khawatir, ada penyesalan dan juga kekecewaan. Dan yang paling terlihat adalah, rasa frustrasi. Seakan hidupnya begitu berat dan melelahkan.

Afandi menyipitkan mata khawatir. Namun pada akhirnya, ia melepaskan tangan Fira tanpa mengatakan apa pun. Ada begitu banyak pertanyaan bermunculan dalam kepala Afandi sejak melihat ekspresi Fira saat menelepon Fara. Namun, dia sangat yakin sekarang bukanlah waktu yang pas untuk menanyakan hal itu.

Setelah menyadari kekhawatiran Afandi, Fira mengembuskan napas perlahan. Ia menutup mata sebentar, meraup oksigen banyak-banyak hingga napasnya kembali teratur. Setelahnya, dia membuka mata dan memberikan segaris senyum paksa. "Terima kasih untuk hari ini. Tapi maaf, aku tidak bisa membalas bantuanmu sekarang juga. Saat ini, lebih baik kamu pulang." Fira meneguk ludahnya yang terasa pahit. Tenggorokannya kering hingga suaranya serak. Namun, ia tetap melanjutkan ucapannya, berharap dengan itu Afandi bisa lebih lega, "Sampai bertemu di sekolah besok."

Fira tidak punya cukup waktu untuk memikirkan atau mengutuk dirinya sendiri yang berkelakuan buruk pada orang yang telah membantunya sebanyak itu hari ini. Dia hanya berpikir untuk segera menemui ayahnya meski hal itu sangat ia benci. Kepalanya terasa sangat pusing, tapi ia tetap mempercepat langkahnya saat sudah masuk ke dalam rumah. Fira berhenti beberapa langkah di depan ruang tamu dan menemukan pria itu di sana. Duduk dengan tenang sembari menyesap minuman hangat. Namun, Fira tahu. Saat mata mereka bertemu, tatapan yang diberikan pria itu lebih tajam dan tanpa kasih sayang sedikit pun di sana.

"Hanya dalam dua minggu lebih, kamu sudah mengecewakanku. Bukan hanya memotong rambut sangat pendek, kamu juga pulang terlambat dan diantar seorang laki-laki. Kamu benar-benar ingin mempermalukan nama keluarga ini, Fira?"

When Love Calls [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang