Naya berjalan dengan langkah pasti menuju kelasnya dengan bagian kepala yang diperban dan beberapa bagian tubuhnya yang luka membuatnya semakin terlihat mencolok diantara para murid di Koridor
Beberapa atensi mengarah padanya, namun seolah menganggap mereka tak kasat mata. Naya hanya menatap lurus pintu kelasnya yang ada diujung koridor tanpa mempedulikan bisik-bisik beberapa persepsi tentang luka ditubuhnya.
Saat ada yang menyapanya pun Naya hanya melirik sekilas lalu kembali menatap kedepan, membuat orang yang menyapanya men-capnya sombong. karna ia bukan orang baik. Naya muak jadi orang baik, biarlah ia dianggap sombong sekalipun.
Naya menoleh saat ada yang menepuk pundaknya dari belakang lalu kembali menatap kedepan.
Putra, cowok dengan hoodie hitam melekat apik ditubuhnya mengerutkan kening. Biasanya Naya akan tersenyum padanya walau hanya sekecil kelingking bayi.
"Nay, kenapa?" Tanya Putra sambil menautkan alisnya bingung
Naya menoleh lalu menggeleng, hanya itu
Putra bingung, biasanya Naya akan menjawab 'gak' bukan hanya menggeleng atau ngangguk doang
Putra tidak menyerah, ia akan membuat Naya berbicara padanya karna dari semalam ia merindukan suara Naya.
"Nay, hari ini olah raga ya?" Tanya Putra lagi sambil menatap Naya penuh harap
Naya mengangguk tanpa menoleh, ekspresinya menunjukkan bahwa ia risih dengan keberadaan Putra
"Eh, luka lo membekas berapa lama?" Tanya Putra lagi, ia berharap kali ini Naya akan menjawab pertanyaannya
Naya hanya menggidikan bahu acuh lalu masuk kedalam kelasnya terlebih dahulu diikuti Putra dibelakangnya
Kedatangan Naya membuat Ajeng dan Cilla menatapnya sendu, ia tidak pernah melihat Naya lebih dingin dari ini. Kemarin-kemarin Naya mau bicara, tapi sekarang Naya hanya mengangguk, menggeleng dan menaikan bahu acuh
Kejadian kemarin, membuat Naya teringat akan penyiksaan Ayahnya kepada ibunya, penyiksaan Ayahnya kepada Naya ketika Naya membela ibunya. Kejadian kemarin begitu membekas dihati Naya dan membuat Naya menganggap bahwa orang-orang disekelilingnya hanya akan menyakitinya
Naya mendaratkan bokongnya disebelah Ajeng, lalu mengambil buku sains yang belum selesai dibacanya kemudian ia mulai terfokus pada salah satu sahabatnya, selain Ajeng dan Cilla yaitu 'buku'
Ajeng mendengus malas, Naya lebih dingin dari biasanya. Aura yang dikeluarkan gadis itu dingin hingga menembus kulitnya. Walau bagaimanapun, ini salah Natta dan Ajeng fikir Natta harus diberi pelajaran
Ajeng mengambil ponsel dari saku seragamnya lalu membongkar ponselnya dan mengeluarkan kartu lama, menggantinya dengan kartu baru yang ia bawa banyak didompetnya
Ajeng mencari nomor telepon Natta diponselnya, dulu saat kelas sepuluh dan tidak tahu sifat Natta, Ajeng menyimpan nomornya
Jarinya menari lihai diatas keypad, mengetikkan sesuatu yang pastinya untuk Natta
To: Nattasha
Minta maaf dilapangan or no? Atau kartu lo gue bongkar dihadapan para murid Antartika
-AF
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I WRONG?! •Completed
Teen Fiction[Tahap Revisi] Banyak cara untuk mengekspresikan luka, tetapi Naya memilih diam, bungkam-menyimpannya rapat-rapat agar tak satu orangpun mengetahuinya. Naya dingin dan tak tersentuh, gadis pertama yang membuat Putra tertarik untuk menaklukannya. Na...