Sudah satu bulan Naya terbaring tak berdaya dibankar rumah sakit dengan berbagai alat penunjang hidupnya
Sudah satu bulan pula pribadi Putra sukses berubah 180° menjadi seperti Naya
Satu bulan Ajeng, Salma dan Cilla larut dalam kesedihan
Satu bulan Fariz merasa dirinya bersalah atas segala hal dan tidak bertanggungjawab atas adiknya
Satu bulan Craletta diam tak bicara membuat Johanes harus susah payah membujuknya
Satu bulan Raffi, Husein, Nathan dan Kenath mengajak Putra berbicara dan berusaha membuat lengkungan kecil dibibir Putra namun respon yang mereka dapatkan membuat mereka jengah namun tidak menyerah
Satu bulan pak sapto serta istri dan anaknya selalu berdoa dalam sujud tahajudnya, mendoakan seorang malaikat kecil mereka
Memang, seberpengaruh itu hidup Naya bagi mereka. Sebesar itu hidup Naya bagi mereka dan sebanyak itu orang yang menyayangi Putra
Beberapa minggu yang lalu, kemping disekolah mereka dilaksanakan. Namun, tak ada satupun dari mereka yang ikut.
Hanya Kenath yang ikut, tanggung jawabnya sebagai ketua MPK adalah segalanya. Ia tak mau dicap sebagai ketua MPK yang tak bertanggungjawab
Padahal, kemping kali ini diwajibkan sebagai ajang tahunan sekaligus penambahan nilai praktek.
Minggu depan mereka harus melaksanakan Ujian Nasional dan bulan depan mereka akan lulus sekolah. Semua berharap Naya sadar dalam beberapa hari kedapan
Ujian Nasional sangat berpengaruh dalam masa depan Naya, mengingat salah satu cita-cita Naya yang ingin sekali masuk Universitas Oxford di Inggris.
Sebenarnya, bisa saja Naya mengikuti Ujian susulan ketika Nanti dia sadar namun, ujian susulan bukan hal yang mudah. Prosesnya lama dan pelaksanaan ujiannya bukan disekolah
Disini, Putra sendiri. Ditemani sepi dan luka yang begitu mendalam hingga membekas pasti diingatan.
Ia tak akan pernah lupa kejadian satu bulan yang lalu dimana jiwanya, cintanya dan hidupnya pergi meninggalkannya
Ruangan hampa tanpa cahaya sukses menjadi tempat sejatinya saat ini, kegelapan yang seharusnya menyakitikan kini menjadi tempat paling nyaman
Seolah ia phobia pada setitik cahaya pun. Kini Putra terdiam melamun, dikamarnya yang ia matikan semua lampunya
Putra tak pernah keluar kamar sejak dua minggu yang lalu, sejak sekolah diliburkan sehabis kamping yang masuk lagi minggu depan langsung ujian Nasional
Sahabat-sahabatnya, Adiknya dan Ayahnya datang, menghibur dengan semampu mereka berupaya membuat sedikit saya lengkungan kecil dibibirnya
Hanya sedikit, namun sekarang putra sedang kikir. Bukan masalah uang, namun masalah suara dan senyuman
Hingga mereka jengah dan walaupun kesini mereka diam, menghela nafas jengah sambil menatap Putra yang sedang melamun dengan pandangan kosong
Setidaknya, mereka masih ingat pada Putra walaupun mereka sudah tak sanggup lagi meyakinkan Putra bahwa Yara atau Naya baik-baik saja
Pintu kamar Putra terbuka, membuat cahaya masuk keruangan gelap itu. Nathan masuk kemudian menekan saklar lampu membuat ruangan yang tadinya gelap itu menjadi terang
Putra tak terganggu, ia tak sedikit pun terusik. Ia masih terus melamun seorang diri disofa kamarnya
Nathan menghela nafas jengah, Putra kini menjadi seperti dirinya bahkan melebihinya. Ya, sikap dinginnya seperti Nathan bahkan melebihi
KAMU SEDANG MEMBACA
AM I WRONG?! •Completed
Teen Fiction[Tahap Revisi] Banyak cara untuk mengekspresikan luka, tetapi Naya memilih diam, bungkam-menyimpannya rapat-rapat agar tak satu orangpun mengetahuinya. Naya dingin dan tak tersentuh, gadis pertama yang membuat Putra tertarik untuk menaklukannya. Na...