Nostalgia

3.3K 159 2
                                    


"Aku tak bisa mengejar. Aku tahu kamu akan tetap disini, tak pernah meninggalkanku. namun disisi lain aku meragukan itu" -Putra Bachtera


Untuk beberapa hal, hidup putra memang terlihat sempurna. Memiliki keluarga yang harmonis sebagai salah satunya. Namun tidak dengan luka masa lalunya, nyatanya sebuah kehilangan mampu menikam Putra tanpa menyentuhnya

Untuk beberapa saat, Putra memang terlihat selalu bahagia. Berkepribadian ceria, menurut mereka yang baru pertama kali melihatnya. Sosok yang friendly, untuk mereka yang sudah mengenalnya cukup lama.

Nyatanya, sebuah kehilangan lah yang dapat menjatuhkannya. Menamparnya tanpa menyentuhnya dan menusuknya tanpa menggoresnya

Selalu seperti ini, setiap Putra mengingat kejadian hari itu ia selalu lupa untuk bersyukur kepada Tuhan untuk apa apa yang sekarang ia punya

Menghela nafas, Putra memetik senar gitarnya perlahan. Lagu memories by maroon 5 mengalun indah, nada-nadanya membuat kepingan kenangan dari masa lalu Putra perlahan menyatu. Membentuk sebuah memori, yang jika diingat selalu sukses membuat Putra meneteskan air mata tanpa sadar.

Disebuah kursi meja belajar itu, tepat dihadapan sebuah bingkai foto yang menampilkan tiga sosok anak kecil yang tengah tertawa, Putra menumpahkan seluruh kesedihannya. Lewat sebuah lagu yang mengalun dengan indahnya.

"Aja, Yala pengen esklim" Ujar seorang gadis kecil, netra terangnya menatap sang sahabat penuh harap.

Kesusahan menyebut huruf 'r', tak membuat gadis bernama Keeyara itu mengurungkan keinginannya untuk memakan satu cone Eskrim, di sebuah taman dekat komplek perumahan mereka

"Gak boleh yala. Kata mama nana, yala ga boleh makan es. Yala kan baru keluar dari rumah sakit" Ujar Aja, tanpa mengalihkan perhatiannya dari sebuah istana pasir yang ia buat bersama kakak yara, Fariz.

Sahabat Yara itu, Putra. Yara memang biasa memanggilnya Raja. Namun, karena yara yang belum lancar menyebut huruf 'r' maka ia memilih jalan singkat, memilih memanggil Putra dengan sebutan 'Aja'

"Aja pelit banget sich, aku kan cuma pengen esklim. Ya kan kak faliz?" Balas Yara sebal, kedua tangannya yang tadi memegang ayunan ia silahkan di dada dengan bibir yang mengerucut sebal, membuatnya terlihat begitu menggemaskan

"Gak boleh, Yara" Ujar Fariz sambil mengelus rambut sang adik.

Putra tersenyum penuh kemenangan, tangannya ia silangkan di dada sambil menatap Yara meremehkan

"Tuhkan, apa aku bilang. Yala itu baru keluar dari rumah sakit" Ujar Putra membuat bibir mungil yara makin turun ke bawah dengan mata berkaca-kaca

"Kan yala udah sembuh!"

"Ya kan tapi tetep aja ga boleh!"

"Issh, Aja pelit amat sich"

"Bialin"

Yara berdecak kesal, memilih diam dengan mata berkaca-kaca. ia memalingkan wajah saat Putra terus-terusan menatapnya. Di abaikan seperti itu, membuat Putra juga ikut kesal. Tanpa berkata apa-apa, ia melanjutkan kegiatannya. Membuat sebuah istana pasir, yang nanti akan ia berikan pada Yara.

Yara tersenyum, sebuah ide melintas di otaknya. Ia segera turun dari ayunan, berlari kencang menuju tukang eskrim dekat danau yang dikerumuni banyak anak kecil sepertinya. Kalau Aja dan kakaknya tidak mau membelikan ia eskrim, maka yara akan beli sendiri!

Yala kan juga punya uang!

Yara memekik senang ketika satu cone eskrim rasa vanila ada digenggaman tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya memegang sebuah boneka teddy kesayangannya.

ia segera berjalan menuju Aja dan Fariz sambil sesekali menjilat eskrim vanila dengan toping oreo tersebut.

Namun, sesampainya ia di ayunan tempat mereka berkumpul tadi, ia langsung mendapatkan tatapan tajam dari sahabat dan kakaknya.

"Kan aku udah bilang! Gak boleh makan esklim!" Ujar Putra, ia menatap tajam Yara. Yara memang keras kepala, sama seperti dirinya dan tidak akan ada yang mengalah jika mereka sedang seperti ini.

"Kan udah beli, masa ga dimakan" Jawab Yara dengan nada cadelnya. Tanpa mempedulikan dua orang yang sedang menatapnya tajam, ia menjilat eskrim ditangannya dengan santai.

"Yara, buang!" Perintah Putra, ia berkacak pinggang sambil menatap yara yang dengan santainya menjilat eskrim rasa vanila yang begitu menggiurkan.

Yara melotot kesal mendengar ucapan Putra, ia menggeleng tegas sambil berkata "Gak mau!" Ujarnya lantang

Putra kesal setengah mati, maka dengan polosnya ia mengambil eskrim ditangan yara lalu membuangnya. Membuat Yara marah lalu menangis tersedu-sedu ditempatnya berdiri

"Kenapa dibuang?!" Teriak Yara, air matanya tak berhenti mengalir, Ia memeluk boneka teddy ditangannya.

"Aja, jangan kasar!" Bentak Fariz yang sedang tadi diam, ia melotot kearah Putra membuat Putra mendengus kesal.

"Dia makan eskrim, Aja ga mau yara sakit lagi!" Jawab Putra, kenapa harus ia yang disalahkan? Padahal kan ia hanya mengkhawatirkan yara.

"Aja jahat, hiks...hikss" Lirih Yara disela tangisannya, ia mendongak menatap benci sosok sahabatnya yang lebih tinggi darinya. Lalu pergi, meninggalkan Putra dan Fariz yang juga ikut berlari mengejarnya masuk kedalam rumah.

Di ruang tamu rumah Putra, ia melihat Yara yang menangis tersedu-sedu di pelukan bundanya. Seketika Putra merasa bersalah, harusnya tadi ia bicara baik-baik bukan dengan cara membuang paksa eskrim ditangan Yara. Namun, apa yang diharapkan  dari bocah lima tahun yang egois dan keras kepala?

"Aja bentak Yara?" Tanya bundanya Putra membuat putra mengalihkan atensinya pada sang bunda sambil mengangguk pelan. Ia memang membentak Yara, terlepas dari apapun kesalahan yara.

"Bunda... Yala mau pulang" Ujar Yara, membuat Bunda Nana menoleh kearah orang tua putra yang menatapnya dengan ekspresi bersalah. Craletta –mama Putra tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Dan setelah itu, Putra maupun kedua orangtua dan adiknya tidak menyadari bahwa itu adalah pertemuan terakhir mereka, lewat sebuah boneka teddy yang tertinggal di sofa rumahnya Putra selalu berharap bahwa Yara datang kembali kepadanya.

Kejadian 12 tahun yang lalu itu, masih tersimpan apik dalam memori Putra, kejadian yang selalu sukses membuatnya meneteskan air mata. Ia rindu Yara, ia merasa bersalah dan ia selalu menyalahkan diri sendiri atas kecelakaan yang dialami keluarga yara ketika pulang dari rumahnya hari itu

Harusnya ia tak membentak Yara, harusnya ia membiarkan yara makan eskrim, harusnya ia membiarkan gadis itu batuk dan demam daripada ia harus kehilangan sahabatnya.

Putra menghela nafas pelan, memasukan kembali figuran itu kedalam kotak biru laut dengan aksen bintang –sesuatu yang sangat disukai Yara. Boneka teddy yang sudah usang serta sebuah kalung khas perempuan –yang dulu ia tolak mentah-mentah– juga tersimpan apik ditempat yang sama.

Dan lagi, kenapa sekarang ia malah teringat Naya? Gadis pertama yang menolaknya bahkan sebelum ia menyampaikan ketertarikannya. Dan hazel itu, kenapa dengan menatap mata itu ia malah teringat Yara?

Dan sekarang, kenapa ia malah memikirkan Naya? Ia hanya tertarik pada gadis misterius itu, seperti yang sebelum-sebelumnya.

•••

Jangan lupa vote komen share!<3

[Revisi. Rabu, 1 april 2020]



















AM I WRONG?! •CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang