6. Perpisahan

37 8 0
                                    


"Semakin tekan pompa air itu, maka semakin banyak air yang keluar. Semakin tekan rasa ini, maka semakin mekar tumbuhnya."

***

Mengisahkan cerita cinta Jayaprana dan Layonsari dalam pementasan perpisahan Sekolah membuat penonton sangat antusias menyaksikannya. Begitu banyak rintangan yang mereka lalui, salah satunya Paramita dan kedua temannya sempat jatuh sakit beberapa hari. Semuanya sangat yakin kalau Paramita sakit karena mengeluh sepanjang jalan.

Cahaya meredup, suasana panggung menegang, sayup-sayup suara musik membuat bulu kuduk berdiri. Para penonton terlihat mematung seakan tidak berkedip agar tidak melewati sedetik adegan yang indah dari pementasan sendratari. Kisah cinta yang tulus, suci dan abadi selalu terngiang di kepala masyarakat sampai sekarang, bahkan kesetiaan dan patuh pun turut melengkapi kisah hidup Jayaprana dan Layonsari.

Hai kau Jayaprana
Manusia tiada tahu terimakasih
Berjalan dengan damai ke alam
Dosamu sangat besar
Bahkan kau melampaui tingkat raja
Akulah yang menyuruh membunuhmu
Istrimu tidak pantas untukmu
Sungguh milik orang besar dan itu Aku,
Raja dari kerajaan Kalianget
Kuambil kujadikan istri raja
Serahkan jiwamu sekarang
Jangan engkau melawan
Layonsari jangan kau kenang
Kuperistri hingga akhir jaman

Dirandra sangat menghayati perannya, wajahnya serta gerakan tariannya begitu menyentuh diiringi suara narasi yang diisi oleh Pak Swastika, terlihat menyatu.

Bagi Jayaprana titah raja tidak boleh dibantah, kesetiaannya pada raja lebih besar sampai menglahkan rasa cintanya.

"Lakukan Patih, bila ini memang titah raja, hamba siap dicabut nyawanya demi kepentingan Raja. Dahulu Beliaulah yang merawat dan membesarkan hamba, kini Beliaulah pula yang ingin mencabut nyawa hamba."

Tarian Dirandra begitu sesuai dengan apa yang diucapkan oleh Pak Swastika. Suara musik tiba-tiba meninggi, Patih Sawung Galing mengambil senjata Kris yang dimiliki oleh Jayaprana. Hanya senjata itulah yang mampu membunuh sosok Jayaprana yang kini terlihat lelah dan tidak berdaya.

"Berikan Kris ini kepada istriku nanti, agar ia tahu seberapa besar pengabdianku pada Raja."

Tanpa menunggu lagi Patih Sawung Galing membunuh Jayaprana dengan Kris itu. Darah keluar begitu banyak, namun tidak mengeluarkan bau amis, melainkan semerbak wewangian.

Dari kejauhan Harshita menghapus air matanya tidak sanggup melihat puncak adegan ini. Gadis manis Harshita mengatur napasnya agar suaranya tidak bergetar karena kini giliran dirinya untuk membaca narasi.

Alam seakan menangis, gempa bumi tiba-tiba terjadi, angin topan tiba-tiba datang. Binatang berbunyi tidak karuan. Menangisi kematian Jayaprana. Semerbak wewangian yang dipancarkan oleh tubuh Jayaprana membuat semua rombongan terheran-heran dan sangat sedih.

Lampu di panggung berkelap-kelip dengan musik sedih diiringi gong yang menyedihkan. Perlahan cahaya lampu mati berbarengan musik yang berubah, kini sosok Layonsari muncul sambil menari indah. Diikuti oleh Raja di belakangnya.

"Ni Lu Layonsari, saya datang untuk melamarmu. Kini suamimu telah tiada, ijinkan Rajamu ini menemani hidupmu sampai akhir jaman."

Raut wajah yang berseri-seri Sang Raja menari di depan Layonsari tanpa ada rasa bersalah di matanya.

"Tidak Baginda, saya tidak percaya Suami saya telah tiada." Harshita kembali menghapus air matanya. Ini adalah inti dari cerita cinta Jayaprana dan Layonsari.

Sang Raja tertawa, namun suara tawa itu dikeluarkan oleh Pak Swastika dengan lantang sebelum berujar sombong, "kau tidak percaya?" Perlahan Sang Raja mengelurkan Kris milik Jayaprana yang berlumuran darah. Suasana semakin mencengkam dengan musik dan gerakan-gerakan tari yang diciptakan oleh Itu Tari mampu menghipnotis semua penonton.

Dirandra || Harshita ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang