17. Akhir Pertemuan

27 6 0
                                    

“Setidaknya jangan selipkan luka di dalam kenangan manis kita atau aku benar-benar tidak bisa melupakanmu.”

***

Sayup-sayup suara musik melantun di pekarangan rumah. Lampu hias melilit-lilit di setiap batang pohon yang tumbuh kurus di beberapa tempat, menerangi beberapa tamu yang sudah hadir. Beberapa balon menggantung di atas ranting, pagar dan tembok. Lucu dan warna warni. Bulan sabit muncul di atas langit. Begitu gelap, namun tetap terang karena bintang sangat banyak ikut menemani.

Dada Dirandra berdetak tidak menentu melihat Begitu banyak orang yang sudah hadir dalam acara ulang tahunnya yang ke tujuh belas tahun. Gelisah dalam hatinya terus menganggunya sejak kemarin, sudah beberapa hari Dirandra tidak melihat Harshita, terakhir saat mereka bermalam di sisi danau Batur, karena gagal mendaki. Dirandra melihat sekali lagi kalung yang diberikan oleh Harshita agar jantungnya kembali berdetak normal, namun percuma saja, karena pujaan hatinya belum juga menampakkan diri di hadapannya, padahal pesta ulang tahun akan segera dimulai.

Setelah berjalan-jalan mengelilingi pekarangan rumah untuk menyapa beberapa tamu. Dirandra terpaku melihat siapa yang baru saja datang dari pintu masuk, di hiasi beberapa bunga warna warni pintu itu berubah menjadi pintu yang ada dalam dongeng. Gadis itu berjalan sangat pelan dan terlihat ragu untuk melangkah maju, matanya bergetar karena sudah terperangkap dalam tatapan mata coklat Dirandra. Kaki Dirandra seperti dicengkram dari bawah, matanya terpaku pada sosok gadis ciptaan Tuhan yang selalu membuat hidupnya kacau.

Tidak hanya Dirandra yang memperhatikan gadis itu, beberapa orang pun mulai memusatkan perhatiannya pada sosok gadis yang dibalut gaun hitam berkelap-kelip saat melintasi lampu hias, di lehernya menggantung sebuah kalung panjang berliontin batu biru laut pemberian Dirandra yang di desain oleh Bapak sendiri, kemudian rambut hitam bergelombangnya tidak lagi pendek seperti saat ia baru memasuki bangku SMK, kini hampir menutupi punggungnya. Polesan mekap tipis membuat gadis itu terlihat berbeda, namun tetap sama di mata Dirandra.

"Aneh, ya?" Sangat jelas Harshita tidak nyaman menggunakan pakaian yang melekat pada tubuhnya saat ini.  Harshita bingung melihat kekasihnya masih tetap menatapnya dengan tatapan kagum.

"Diran," panggil Harshita sambil menepuk lengan Dirandra.

"Cantik, indah dan aku semakin cinta," puji Dirandra tanpa memutuskan pandangannya.

Harshita menunduk malu sambil tersenyum. Ia memukul pelan dada Dirandra karena tidak tahan mendengar pujian yang di berikan oleh kekasihnya sendiri.

"Pakai topengnya," pinta Dirandra. Harshita pun memberikan topeng mata berwarna silver kepada Dirandra. Laki-laki itu tersenyum dan membantu untuk memakaikan topeng mata sebelum Mama dan Papa menyadari Harshita ada di sini.

"Kamu benar-benar cantik, Hani,"  bisik Dirandra di dekat telinga gadis itu. Harshita menoleh membuat jarak wajah mereka sangat dekat. Senyuman sederhana Harshita selalu mampu memporak-porandakan dunia Dirandra. Sorot mata coklat Dirandra seakan haus akan cinta. Dirandra ingin di hari spesialnya hanya ada Harshita, berdua bercanda tawa dan makan bersama. Tidak menginginkan hadiah atau kue yang besar, cukup Harshita di sampingnya tersenyum tulus ke arahnya dan memberikan tatapan cinta yang tulus sudah lebih dari cukup untuknya. Bahkan Harshita sudah menjadi hadiah terindahnya saat ini.

"Kamu tunggu di sini, boleh makan apa saja, aku mau ke dalam sebentar," ujar Dirandra sambil memegang bahu Harshita. Gadis itu cemberut karena ia tidak mengenal satu orang pun tamu yang hadir.

"Sebentar saja, Hani."

Harshita menghela napas berat seraya mengangguk kecil, akhirnya ia duduk sendiri di salah satu meja bulat dipenuhi makanan di tengah-tengah meja.

Dirandra || Harshita ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang