14. Dua Hati

36 8 1
                                    

"Benang apa yang mengikat kita sampai terasa sesakit ini?"

***

Tubuh Dirandra membeku saat genggaman tangannya dibalas oleh Harshita, dingin namun menghangatkan. Sengatan listrik kecil-kecil menjalar keseluruh tubuh membuat jantungnya memompa lebih cepat. Tidak perlu kata yang banyak, Dirandra hanya mampu tersenyum lembut melihat wajah Harshita. Perlahan Laki-laki tinggi itu menarik Harshita menuju tenda anak-anak pramuka yang didirikan sebelah barat dermaga. Harshita terus melihat penyatuan tangan mereka, seakan tidak mau terlepas dalam genggaman masing-masing. Batinnya bertanya-tanya apakah semua ini benar? Namun tidak ada yang bisa menjawab seperti apa yang ia harapkan.

Benar saja apa yang dikatakan Yudis, segala perlengkapan sudah disediakan oleh anak-anak pramuka, mulai dari alat-alat dan bahan untuk memasak, begitu juga dengan tenda yang besar cukup untuk menampung dua puluh orang didalamnya.

"Ini teman kamu?" Yudis melihat kedua tangan seumurannya saling menggenggam.

"Mungkin lebih dari teman," jawab Dirandra membuat Harshita menunduk malu. Yudis yang mendengarnya tidak terlalu peduli, kemudian ia menjelaskan susunan acara sampai besok. Dirandra hanya mengangguk mengerti karena kebanyakan acaranya dipegang oleh anak-anak pramuka, sedangkan rencananya ada di luar itu.

"Sekarang acara bebas, kalian boleh kemana saja, asalkan jam lima sore nanti kalian sudah ada di sini."

Dirandra mengangguk lalu meninggalkan area perkemahan menuju arah selatan, dimana pohon-pohon besar tumbuh subur. Tanpa ada niat melepas sebentar genggaman tangannya pada tangan Harshita.

"Kita mau kemana?" tanya Harshita mencoba untuk mengikuti langkah lebar laki-laki tinggi yang akhir-akhir ini membuat hatinya berkedut nyeri.

"Welcome to the jungle." Tangan kiri Dirandra membentang memperlihatkan hutan yang sangat lebat di depannya.

Harshita terkekeh lalu menepuk bahu Dirandra, mencoba melepas genggaman tangannya lalu berlari menaiki batang pohon yang tumbang. Harshita melepas jaket yang diberikan oleh Dirandra, melemparnya begitu saja ke sembarang arah.

"Sudah lama sekali aku tidak bermain-main ke hutan." Menghirup aroma hutan dalam-dalam, melawan dingin dan melepaskan segala masalah yang belum terselesaikan akhir-akhir ini. Tugas menumpuk, teman satu kelompoknya tidak ada yang mau berkerja sama, dan masalah dirinya sendiri dengan hatinya yang tidak mau berdamai semenjak kejadian di UKS. Hanya masalah itu yang belum bisa Harshita abaikan sampai sekarang.

Dirandra melepas jaketnya lalu melemparnya ke tempat jaket Harshita terjatuh, ikut menyusul naik ke batang pohon membuat batang pohon itu berderit. Dengan cepat Harshita memegang tangan Dirandra agar tidak terjatuh. Mereka saling memandang kemudian tertawa, sudah lama sekali mereka tidak tertawa seperti ini.

"Jangan banyak gerak dulu, nanti kita jatuh," cegah Dirandra, lalu lebih mendekat sambil mengeluarkan kotak kecil di saku celananya.

"Ini adalah pemberian Neneku, waktu kecil Nenek selalu membuat Canang dan Banten untuk sembahyang, lalu tidak sengaja menemukan batu biru ini di pekarangan rumah tepat saat Mama sakit perut ingin melahirkan aku ...."

"Turun dulu, aku enggak nyaman berdiri disini terus." Atau lebih tepatnya, tidak nyaman Dirandra terlalu dekat dengan tubuhnya, karena jantung Harshita seperti lari maraton di depatnya.

Dirandra mengacak rambut pendek Harshita lalu menuntun gadis itu turun dan duduk di batang pohon tempat sebelumnya mereka berdiri.

"Udaranya segar, ya?"
"Hey, jangan alihkan pembicaraanku, aku mau ngomong serius ini," kesal Dirandra membuat Harshita terkekeh lalu mengacak rambut hitam Laki-laki itu tanpa dosa sebelum ia berlari lagi menjauhi Dirandra.

Dirandra || Harshita ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang