15. Bahagia dan Kamu

23 8 0
                                    

"Cinta monyet atau cinta serius yang kita jalani sekarang tidaklah penting, yang terpenting hatiku sudah aku berikan sepenuhnya untukmu."

***

Perlahan matahari mulai menghangatkan badan. Walau udara masih terasa dingin, setidaknya ada sedikit biasan cahaya mentari menyentuh permukaan kulit

Malam kemarin terasa sangat singkat, saking singkatnya, mereka tidak ingin tidur dan lebih memilih untuk berdiam diri di bawah sinar rembulan dan bintang. Menikmati hangatnya pelukan dalam hati yang tertusuk duri, begitu sakit dan juga menyesakkan. Begitu singkat sampai pagi kembali menyapa mereka. Dirandra memejamkan kembali kedua matanya, mengingat kenyataan kelanjutan cerita cintanya malam kemarin. Harapan dan tujuannya terasa dilahap oleh sang waktu begitu Harshita melepas pelukannya dan udara pun semakin menusuk tat kala kata maaf keluar dari celah bibir Harshita.

"Maaf, aku tidak bisa menerimanya," ujar Harshita seakan sedang berperang dengan batinnya. Bohong kalau Harshita tidak mencintai Dirandra, bohong kalau gadis itu tidak menginginkan seorang Dirandra. Namun, takdir mengatakan hal yang berbeda, mereka tetaplah berbeda dan cinta mereka terlarang oleh tahta yang sudah menjadi kodratnya.

Dalam pelukan tadi, Harshita meninggalkan ribuan duri di dalam hati Dirandra, rasanya ingin tertawa dalam kepahitan mendengar apa yang Harshita katakan.

"Bohong, aku bisa melihat dari matamu, Har."

Harshita menggeleng, mengelus pipi kiri Dirandra dengan lembut. Menatap mata coklat Dirandra dengan perasaan yang gelisah.

"Beri aku waktu. Diran, aku ini manusia yang egois, tapi aku sangat takut, takut akan kisah kita nanti seperti apa. Aku tidak mau kita saling menyakiti nantinya."

"Apa karena kita berbeda?" tanya Dirandra malas.

"Aku tidak menganggapmu berbeda, buktinya aku berani mengacak rambutmu seperti ini." Harshita mengacak rambut Dirandra seraya menyembunyikan keinginan yang sama dengan laki-laki di depannya.

Dirandra mengambil tangan Harshita, sehingga pergerakan gadis itu berhenti dan tatapan mereka saling mengunci.

"Baiklah, tidak apa kamu menolakku saat ini, tapi kamu harus mendengar dan melihat apa yang sebelumnya aku ingin tunjukkan kepadamu," ujar Dirandra dengan kata-kata yang tidak bisa lagi Harshita tolak. Tatapan mata coklat Dirandra begitu menusuk hatinya yang sedang berkedut nyeri.

Perlahan Dirandra kembali mengeluarkan kotak kecil di saku celananya. Membuka dan memperlihatkan sebuah batu berwarna biru laut yang jernih.

"Kata Neneku, batu ini adalah aku. Dia hadir saat aku lahir ke dunia. Batu ini juga adalah hati dan jiwaku, kata Nenek, tidak ada yang tahu aku memilikinya, bahkan kedua orang tuaku. Kata Neneku, ini adalah takdir aku untuk mendekap batu ini, namun sebuah keberuntungan untuk aku memilikinya, karena batu ini akan membantu hatiku untuk memilih pada siapa hati aku akan menetap."

Dirandra mengeluarkan batu biru itu, lalu mengambil tangan Harshita yang mendingin. Hatinya bergemuruh, seakan ada bola api besar sedang menabrak bongkahan batu di ruang hati Harshita saat batu biru itu menyentuh permukaan telapak tangannya. Harshita memejamkan kedua matanya sambil mengepalkan kedua tangannya. Hati Dirandra terasa lebih hangat seakan di peluk dengan cinta yang tulus melihat batu itu berada dalam tangan Harshita.

"Kata Nenekku, aku boleh memberikan batu ini untuk satu orang, orang yang dipilih hatiku, yaitu kamu Harshita."

Harshita kembali membuka matanya, menatap dalam batu biru di tangannya penuh tanya, penuh arti dan penuh cinta. Dirinya tidak bisa lagi menentang takdir, tidak bisa lagi berperang dengan hatinya. Hanya satu kalimat yang melintas dalam pikiran dan hatinya saat ini.

Dirandra || Harshita ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang