10. Memcoba Menatap

38 9 9
                                    


"Dalam hidup selalu ada pertentangan. Jiwaku bertentangan dengan hatiku."

***

Mereka berdua masih saja terdiam dan membisu. Kecangguan antara mereka membuat darah dalam tubuh tidak mengalir sempurna saat mereka duduk bersebelahan seperti saat ini. Duduk lesehan di samping rak buku sambil membawa buku masing-masing di tangan mereka. Walau mata mereka tertuju pada buku, tetapi hati terus berargumen tentang bagaimana cara berbicara terlebih dahulu. Begitu banyak keraguan yang di rasakan akibat berjauhan terlalu lama.

Deru napas gelisah sangat jelas keluar dari hidung Dirandra. Gadis di sampingnya benar-benar sudah berubah. Biasanya Harshita paling tidak suka dengan suasana sunyi seperti ini, namun sudah bermenit-menit berlalu, gadis itu masih memfokuskan pandangannya pada buku bacaan yang sedang ia pegang. Dari samping, Dirandra dapat melihat setiap pahatan wajah gadis menginjak umur enam belas tahun di sampingnya. Aura cantik yang dikeluarkan Harshita sangat kuat, alisnya terlihat lebih rapi, ada titik tahi lalat di bagian ujungnya. Dirandra baru menyadari ada titik hitam di ujung alis gadis hitam manis di sampingnya ini. Bulu mata gadis itu masih sama seperti dulu, rahangnya terlihat lebih tajam dan leher jenjangnya terlihat lebih tinggi, harum tubuhnya pun berbeda, Dirandra dapat menebak aroma tubuh Harshita saat ini yaitu aroma cendana. Begitu alami dan natural. Seandainya mereka seperti buku, mungkin dalam diam mereka bisa berbicara tanpa harus mengeluarkan suara, mengutarakan isi hatinya yang sedang gelisah aneh.

"Sampai kapan kita seperti ini?" Harshita bertanya tanpa melihat Dirandra di sampingnya. Laki-laki itu langsung memalingkan wajahnya. Bersikap seolah-olah ia membaca buku sebelum Harshita menyadari sedang diperhatikan diam-diam oleh Dirandra.

Karena tidak ada jawaban dari Dirandra, akhirnya Harshita menoleh ke samping kanannya. Menghela napas panjang, sepanjang-panjangnya karena laki-laki yang dulunya penakut tidak mengeluarkan suaranya sejak pantat mereka mencium lantai. Sedangkan dirinya kebingungan untuk memulai pembicaraan, padahal sebelum ia bertemu dengan Dirandra sudah menyusun pertanyaan dengan rapi untuk Dirandra di dalam benatnya, namun sampai saat ini Harshita tidak bisa memilih salah satu pertanyaan yang cocok diberikan pertama untuk Dirandra.

Dirandra ikut menoleh menatap wajah Harshita yang sedang menunggu jawaban. Seketikan pertanyaan Harshita melebur disetiap hembusan napasnya.

"Sampai kamu mau memaafkanku."

Jam dinding berbunyi setiap detiknya, menjadi iringan akan keheningan yang terjadi di antara mereka. Napas pun menjadi pelengkap jarak dan jeda menjadi harapan untuk Dirandra agar bisa memulai dari awal lagi. Walau berbeda. 

"Aku tidak tahu apa yang terjadi. Kamu menjauhiku tiba-tiba."
Harshita kembali melihat buku tebal yang ia pegang, walau kenyataannya dirinya tidak bisa berlama-lama menatap kedua mata Dirandra yang sedang menatapnya penuh arti.

"Aku bingung harus menjelaskan darimana. Tapi, itu tidak penting, yang terpenting kamu mau memaafkanku karena aku menghindarimu."

Harshita terkekeh masam, lalu menutup bukunya sampai mengeluarkan bunyi. Melihat deretan buku yang ada di depannya dengan pandangan nanar. Entah tanggapan apa yang harus ia berikan kepada Dirandra saat ini. Marah? Kecewa? Atau yang lainnya? Kenyataannya, Harshita tidak pernah tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua.

"Bisa jelaskan?" Harshita menoleh melihat Dirandra, memohon agar ia tahu pasti alasan kenapa teman di sampingnya ini menjauhi dirinya beberapa tahun terakhir.

"Mama dan Ajik menyuruhku untuk fokus belajar."

Lidah Dirandra mulai terasa sulit digerakkan, menjelaskan alasan yang sebenarnya membuat tubuhnya menggigil.

Dirandra || Harshita ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang