MTMC 🖤 11

3.1K 96 33
                                    

"Dokter , saya mohon selamatkan anak saya" Sava yang hendak masuk keruang operasi tersentak kaget karena tangannya ditahan oleh seorang wanita paruh baya dengan penampilan yang sudah kacau.

Sava memegang tangan ibu itu yang berada di lengannya, dan mengelusnya pelan.

"Saya akan berusaha semaksimal mungkin Bu, ibu dan keluarga bisa bantu dengan doa" Sava tersenyum tulus , David yang disamping Sava ikut menepuk pelan pundak ibu tersebut.

"Saya dan dokter Sava duluan ya Bu, operasi sudah mau dimulai" pamit David dan di angguki oleh ibu itu. Sava dan David segera masuk ke ruang operasi dan memulai tugasnya.

Tetapi ketika Sava sedang mengoperasi pasien, ada kendala di tengah jalan nya operasi, kondisi pasien tiba tiba memburuk , denyut jantung pasien melemah, Sava segera memberi isyarat para dokter lainnya untuk melakukan *defibrilator . Sava mengejutkan jantungnya berkali kali tapi tetap tidak berpengaruh, dan detik itu juga denyut jantung pasien sudah tidak ada, pasien pun sudah tidak bisa di selamatkan.

Badan Sava seketika langsung lemas, dan air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

David menurunkan masker di wajahnya , dan menarik nafas dalam. "Waktu kematian menunjukkan pukul 10.43 pada hari Selasa, 29 Agustus 2019 di Rumah Sakit Pelita Jaya" David mengumumkan kepada dokter lain, dan mereka mengangguk lalu para dokter mengakhiri operasinya.

Setelah operasi benar benar selesai, suster dan dokter lain membereskan peralatan, sedangkan Sava duduk termenung di sudut ruangan. David yang melihat sahabatnya tampak lesu pun menghampiri.

"Kenapa sav?" Sava terlonjak kaget ketika David memegang pundaknya.

Sava menggeleng gusar "Aku-- aku ga tau gimana caranya nyampein berita duka ini ke keluarga pasien, terutama ibu nya" ucap Sava dengan nada frustasi.

David menepuk pundak Sava, ia juga sebenarnya merasa sedih tidak bisa menyelamatkan nyawa pasiennya.

"Aku berasa gagal jadi dokter kalo gini dav" Sava menutup wajahnya dengan kedua tangannya, ia tampak gusar.

"Hei hei, no , jangan bilang seperti itu" David panik ketika Sava berbicara seperti tadi, David pun jongkok dihadapan Sava, dan memegang lutut Sava.

"Sava look at me!" Sava segera menatap mata sahabatnya yang sama sayu dengan nya.

"Kamu sama sekali ga gagal. Jangan bilang seperti itu. Kita semua disini sudah berusaha semaksimal mungkin untuk mempertaruhkan nyawa pasien kita, tapi, kalau Tuhan sudah berkehendak  , apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak bisa menyalahkan takdir tuhan . Ingat itu Sava" ucap David menenangkan Sava . Sava pun mengangguk perlahan.

"So, berhenti menyalahkan diri kamu sendiri. Oke?" David menatap mata sahabat nya sembari memegang pundak Sava.

"Iya, akan aku coba dav, makasih banget, aku beruntung punya sahabat kaya kamu" Sava tersenyum tulus pada David, dan tentu nya David membalas senyuman Sava.

"Gih sana kedepan, sampein berita duka ini ke keluarga pasien, pasti mereka sudah menunggu" ucap David sembari bangkit dari posisi jongkoknya.

Sava mengangguk, dan menarik nafas dalam.

Sava keluar dari ruang operasi, Sava berusaha tenang, namun ia tetap tidak bisa menyembunyikan ekspresi gusar nya.

"Dengan keluarga pasien atas nama Raffa Putra?" Ujar nya ketika sampai di ruang tunggu depan kamar operasi, ibu dan bapak bapak yang sedang tertidur langsung gelagapan bangun dan menghampiri Sava.

"Dokter, ba-bagaimana keadaan anak saya?" Tanya ibu paruh baya . Sava tidak lagi bisa menahan air mata yang dari tadi dibendungnya, ibu tersebut semakin panik melihat dokter yang menangani anaknya menetes kan air mata.

Marrying The Cold Man.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang