Ayah marah besar begitu semua urusan di kantor polisi telah selesai. Sama sekali tidak pernah menyangka, kalau Dani akan terjerumus dalam pergaulan yang buruk, sampai tertangkap oleh pihak kepolisian.
Sebelumnya, ayah bilang kalau beliau mendapatkan telepon dari kepolisian dan memberitahu kalau Dani tertangkap, karena kasus balap liar yang belakangan ini membuat resah masyarakat sekitar.
Untungnya, karena Dani baru pertama tertangkap, dan anak itu bersih dari narkoba, jadi dia hanya diberikan peringatan, dan ayah menjamin kalau Dani tidak akan melakukan sesuatu yang menyimpang lagi.
Urusan Dani dengan kepolisian mungkin sudah selesai, tapi tidak dengan ayah. Setelah memarahinya habis-habisan, ayah memutuskan untuk menarik fasilitas motor dan kartu kredit milik Dani.
"Ayah kasih kamu fasilitas yang baik, harusnya kamu gunakan juga sebaik-baiknya. Bukan malah kayak gini." Ujar ayah yang masih belum reda rasa kekesalannya pada Dani.
"Dani, kamu ngaku sama mamah, kenapa belakangan ini juga penggunaan kartu kredit kamu jadi boros banget? Sedangkan uang kuliah semuanya teteh yang tanggung." Tanya mamah yang duduk disamping Dani.
Mamah juga yang sedari tadi menjadi penengah antara ayah dan Dani, supaya semuanya tidak makin memburuk.
"Dani cuma pake buat jajan aja kok mah, sama beli beberapa barang buat keperluan kuliah. Gak lebih." Dani beralasan.
"Kamu yakin Dani? Gak ada yang kamu tutupi dari kita semua?" Ujarku mendesaknya.
"Enggak ada teh, emang semua apa-apa tuh jaman sekarang mahal. Makanya keliatannya Dani boros." Dani yang sedari tadi hanya tertunduk, kini memberanikan diri untuk menatap ku.
"Pokoknya mulai sekarang apapun ayah batasi. Kalo ada perlu apa-apa harus jelas, biar mamah yang urus." Ayah mungkin sudah lelah dengan semua rasa marahnya. Dia langsung berdiri dari tempat duduknya, dan berlalu ke kamar.
"Dani tolonglah, kamu kan anak laki-laki satu-satunya, kebanggaan mamah sama ayah, jangan bikin kami kecewa gini dong." Ujar mamah.
"Maafin Dani, mah. Dani gak akan gitu lagi."
Mamah mengangguk pelan, menepuk pundak Dani beberapa kali, "mamah masih percaya sama kamu, tolong jangan sampai hal kayak gini terulang lagi. Cukup sekali aja kamu buat mamah sama ayah kecewa." Lalu mamah ikut menyusul ayah ke kamar, meninggalkan aku dan Dani berdua di ruang tamu.
Sudah pukul dua pagi, udara dingin kota Bandung mulai menusuk tulang. Sebenarnya, ada banyak hal yang masih mengganjal di pikiran ku tentang kenapa sepertinya Dani banyak berubah, walapun anak itu terus-menerus mengelak, dan mengatakan kalau semuanya masih sama, seperti dulu.
"Kamu udah ngantuk, Dani?" Tanya ku pada Dani yang duduk tepat didepan ku.
Dani menggeleng pelan, "belum teh, Dani juga minta maaf sama teteh ya. Teteh juga pasti sama kecewanya kayak ayah dan mamah."
Aku beranjak dari tempat dudukku, dan beralih duduk disamping Dani, lalu memeluknya. Sebenarnya, aku rindu saat dimana kami saling berebut mainan, saling bertengkar ketika salah satu mendapatkan perhatian lebih dari mamah, saat kami berdua masih sering tidur diatas satu ranjang.
Kenapa sepertinya hanya dalam sekejap mata, kami berdua sudah tumbuh dewasa, dan menghadapi berbagai permasalahan hidup yang sangat rumit. Terlebih lagi, ketika aku memutuskan untuk tinggal di Korea, jarak diantara kita memang semakin menjauh. Ditambah dengan kesibukan masing-masing, membuat ku lupa untuk memperhatikan adikku satu-satunya itu.
"Teh, kenapa nangis? Dani udah bikin teteh kecewa banget ya?" Ujar Dani saat mendengar isakan tangis ku.
"Teteh kangen, kangen kamu yang masih bisa teteh suruh buat ngambil mangga tetangga, kangen kamu yang masih polos, kangen masa kecil kita dulu. Maafin teteh ya, kalo belakangan ini jadi jarang memperhatikan kamu juga."
KAMU SEDANG MEMBACA
Min's Family
Fanfictionanother book from dating with suga. Kisah rumah tangga Suga yang gak terlalu menarik akan tetap berlanjut dengan sekelumit kisah nyelenehnya.