"Masalah lagi?" Tanya Bobby yang baru saja menyambut Hanbin dengan sapaan ala anak hiphop.
"Ingin bekerja saja, memangnya tidak boleh?"
Bobby sedikit membulatkan matanya yang kecil, "oh, chill bro! Kau benar benar seperti kehilangan arah setelah berhenti bermain perempuan"
Hanbin tidak menjawab, memilih untuk menyalakan komputernya untuk mengubah puisi yang sempat ia tulis menjadi sebuah lagu.
"Oh iya! Aku jadi ingat tentang kualitas spermamu!" Seru Bobby secara tiba tiba, membuat target utama yang dibicarakan menatapnya tajam. "Sudah berapa lama sih? Tidak ada yang meminta kau bertanggung jawab ya?"
Pria itu dalam diamnya mulai menebak kapan kejadian itu terjadi, kejadian fenomenal bersama Jennie yang belakangan ini nampak sedang senang menetap di pikirannya.
"Kualitas spermamu buruk!"
Satu pukulan berhasil mendarat di tubuh kurus Bobby. "Memang gila, dasar!"
"Loh, aku bicara fakta kan?!" Seru Bobby yang kini dengan senang hati menarik kursinya ke samping pria yang sudah memasang mode paling serius. "Serius, aku penasaran siapa sih orang yang berhasil mendapat investasi terbesar dari seorang Kim Hanbin?"
Kalau boleh, bisa tidak negara menghapuskan undang-undang tentang kekerasan? Hanbin saat ini juga ingin melempar teman sejati yang sepertinya masih saja pemasaran atas kejadian fenomenal malam itu.
Merasa tak kunjung mendapat jawaban yang dinginkan Bobby akhirnya menyerah, membiarkan urusan kualitas Kim Hanbin menjadi urusan si pria itu saja Bobby sudah tidak mau ikut campur.
"Maaf, tuan tampan. Tapi sepertinya aku tidak bisa bekerja malam ini. Ada hal penting yang perlu ku urus" si gigi kelinci itu langsung berlari keluar studio untuk menyelesaikan hal penting yang sama sekali tidak ingin Hanbin tau. Juga sebelum mendapat amukan dari sahabat sekaligus bosnya itu.
Selepas kepergian Bobby, Hanbin kembali fokus pada pekerjaannya. Pria sudah siap memasuki umur 30 itu masih asik mencari nada yang tepat untuk puisi sederhananya.
Tapi sejujurnya, pertanyaan Bobby tadi dapat membuat Hanbin sedikit terusik. Apa kualitasnya memang seburuk itu?
Layar ponselnya tiba tiba menyala, menampilkan nama seseorang yang kata Bobby berhasil mendapat investasi terbesar dari Kim Hanbin. Tanpa menunggu lama, pria itu langsung menerima panggilan Jennie yang hebatnya hanya dengan suara dapat selalu mendatangkan kenyamanan bagi Hanbin.
"Ada apa?" Tanya Hanbin dengan nada sedikit tegas, padahal sibuk memegang dada karena takut jantungnya pindah tempat.
"Oh, kenapa tiba tiba terhubung padamu? Aku padahal mau menelfon sepupuku. Kim Haebi"
Sebuah senyum tipis terlukis di atas bibir tebal milik Hanbin. "Oh begitu, ya sudah ku matikan saja?"
"Jangan!"
Respon cepat dari si penelfon membuat Hanbin semakin melebarkan senyumannya. Sambil memainkan minuman yang ada di gelas kecilnya, pria itu kembali membuka pembicaraan dengan si perempuan dengan suara yang hangat.
"Belum tidur?"
"Menurutmu kalau sudah aku bisa menelfon?"
"Tapi pasti sudah mengantuk ya? Sampai salah menelfon"
"Bukan begitu, nama kalian mirip ya jadi tidak ada yang salah kan?"
"Iya tidak ada yang salah" perempuan selalu benar, ah Hanbin sepertinya akan sering menerapkan prinsip itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
One Night, Forever
FanfictionKim Jennie sadar bahwa dirinya adalah seorang yang bodoh, lemah dan buruk diantara yang paling buruk. Diselingkuhi oleh sang kekasih bukanlah hal asing untuk dirinya. Ia merasa bahwa dirinya memang tak pantas untuk bahagia, buruknya mungkin memang i...