***
Ketika aku berdiri ditengah keramaian, kosong mendominasi, dirimu muncul seperti fatamorgana. Itukah rindu?***
Hijrah itu bukan tentang bagaimana aku menutup tubuhku dengan kain kebesaran hingga hanya mataku saja yang tampak, bukan juga tentang gembar-gembor; 'Aku sudah berhijrah' ataupun menampakkan diriku di majelis-majelis ilmu kemudian membaginya di media sosial untuk sebuah prestige. Tidak!
Inilah diriku. Masih penuh dengan tinta hitam, dan merah. Hitam adalah sisiku yang kusembunyikan rapat-rapat pada dunia, agar mereka - singa-singa kelaparan; tak mudah membaui aromaku, tak mudah menemukan titik lembutku, dan tak mudah menjadikanku mangsa empuk untuk kepentingan perpolitikan. Sementara merah adalah kesukaanku. Sejenis api untuk menarik sesuatu, seseorang atau apapun itu yang aku ingini -termasuk dirimu.
Aku sudah mulai mengenal arti sepi. Bagaimana bisa aku berada di ruang hampa sementara bunyi gesekan dedaunan dan aungan serigala di sekitarku tampak jelas? Mengelilingi, memuja, dan menginginkanku untuk dimiliki. Inikah hampa? Inikah rindu?
"Hey, kau yang tak tahu diri! Apa yang sedang coba kau cari saat ini? Lihatlah! Mereka adalah kumpulan para raja dan penguasa. Adakah yang lebih hebat dari mereka? Jika iya, katakan! Siapa? Di mana? Kan kutemui dan kukibarkan serbuk perayuku," seru si merah dalam diriku.
Sementara bagian hitam dalam diriku mengejekku. "Rindu mulai ada dalam dirimu. Jadi, sampai di sini ketangguhanmu menghalaunya? Sampai di sini batas hebatmu untuk tak membiarkan dia masuk menjelajahi ruang terdalammu? Kau payah! Lihat saja, sebentar lagi merah dan hitam akan menyapamu."
Peperangan yang tak menemukan pemenangnya itu membuatku gerah. Kuputuskan untuk berlalu dan mengabaikan suara-suara berisik itu. Entah pada akhirnya itu adalah rindu atau bahkan sejenis rasa melankolis itu, aku adalah aku -pemegang penuh kendali atasku sendiri. Jadi, kembalilah aku pada sebuah daging hidup pemberani yang penuh dengan misteri. Tak terlihat, tak tersentuh.
Akan tetapi, pada faktanya, hitam-mu lebih gelap dari milikku. Merahmu lebih berkobar dari geloraku. Siapa dirimu sebenarnya? Sejarah menciptakanmu dengan pahatan yang tak kupahami. Zaman menjadikanmu manusia purba paling berakal di sepanjang bumi edanisme, dan aku? Tak menafikan jika dirimu lebih berbahaya dariku. Kau berada di area yang belum pernah kujelajahi sebelumnya, dan itu membuatku tertarik dengan mudahnya untuk memasuki duniamu lebih dalam. Aku mulai bermain dengan hatiku, aku mulai mempertaruhkannya untuk sebuah perjalanan judiku. Sudahkah kukatakan padamu? aku segila itu. Jika belum, maka, dengarkan; kegilaanku tak terkendali ketika merahku sudah menyala.
Kau yang bermandikan api. Bersiaplah untuk terbakar bersamaku, karena kutahu, kobaranmu akan menggila ketika merahmu menyatu dengan milikku.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
28.800 DETIK
RomanceJika 'aku rindu' saja sudah tak kaupercaya. Bagaimana jika 'aku cinta' mendarat tepat di dadamu? Menghilang bukan berarti melupakan, hanya saja spasi kita butuhkan untuk saling memahami. Membisu bukan berarti tak memedulikan, hanya saja diam lebih t...