"Diam adalah emas. Tetapi terkadang, tak selamanya diam itu tetap menjadi emas. Ketika aku menggerakan lidahku nanti ... Jangan terkejut ya, karena sebuah keberanian tengah bertamu di hati ku."
(Victoria Mikhailova)
~ oOo ~
Seorang pria paruh baya berstelan jas hitam itu tampak mendekat---karena mendengar sebuah keributan. William Anderson, pemilik salah satu toko pakaian terbesar di GUM itu berdiri disamping gadis yang menunduk.
"Ada apa ini, Eva?"
Eva menelan ludahnya gugupnya. "Gadis ini belum membayar belanja---"
"Oh jadi kau yang membuat keributan ditokoku?" potong William cepat. Ia menatap gadis disampingnya dengan tajam.
"Tuan, dia tidak bersal---" Eva berusaha menjelaskan. Namun mendapat tatapan mematikan dari atasannya membuat nyalinya menciut. Wanita berusia 25 tahun itu hanya bisa menghela napas pasrah.
Poor you, baby girl...
"Kalau tak punya uang---jangan belanja disini!" ucap William tegas.
Vee hanya diam. Ia sangat takut. Keringat dingin mulai merembes---membasahi wajahnya yang pucat.
William menatap pegawainya. "Berapa total belanjaannya, Eva?"
"US$ 200 ribu, Tuan." jawab Eva pelan.
William melotot. Ia menatap gadis yang menunduk ini dengan dada naik turun---menahan marah.
"Kau ini! Apa kau ingin mencuri ditokoku?!" bentak William emosi. "Kau ingin membuatku rugi dan akhirnya gulung tikar?! Huh?!"
Suara bentakan itu mampu membuat tubuh mungil Vee bergetar ketakutan. Ingin rasanya ia menangis, namun ia harus kuat. Vee mengangkat kepalanya, yang sedikit pusing---menatap pria paruh baya itu dengan senyum sesalnya.
"Ma---maafkan saya, Tuan." ucap Vee menyesal. "Tapi Anda jangan khawatir. Saya akan membayarnya." tambahnya menyakinkan.
"Jangan percaya. Tuan William. Lihat saja penampilan gadis itu!" cibir seorang wanita paruh baya yang berdiri dibelakang Vee.
William menatap penampilan gadis itu dari bawah sampai atas---menilai. Ia menggeram marah.
"Dengan pakaian lusuh seperti ini, seharusnya kau tidak diizinkan masuk!" bentak William marah.
Pria tampan yang berdiri tak jauh dari sana, mengepalkan tangannya menahan marah---saat melihat gadisnya dihina dan dipermalukan. Ia mempercepat langkahnya untuk menghampiri gadis itu.
Vee mendongkak---menatap pria itu menahan emosi. "Apa hanya orang yang berpakaian bagus yang boleh masuk ke mall ini, Tuan?" tanyanya sopan.
"Orang berpakaian lusuh pun boleh datang ke mall ini---khususnya tokoku jika memiliki uang!" William berucap sinis---penuh penekanan diakhir kalimatnya.
Vee menggigit bibir bawahnya. Tak membantah---karena pria itu benar.
"Bayar belanjaan mu ini dan pergi dari sini!" usir William tegas. "Lain kali aku akan meminta security untuk melarangmu masuk." lanjutnya lempeng.
Vee menatap pria itu berani. "Anda siapa melarang orang berpakaian lusuh seperti saya memasuki mall ini?" jeda sejenak. "Apakah Anda pemilik seluruh mall ini?"
"Bukan seluruhnya---tetapi toko terbesar di mall ini adalah milikku." jawab William angkuh.
"Tuan, aku pasti akan membayarnya---segera. Aku adalah puteri dari---"
"Puteri dari seorang Presiden? Pengusaha sukses?" sela William sinis. "Melihat dari penampilanmu saja, aku tahu---kau dan keluargamu itu berasal dari kelas rendahan." tambahnya menghina.
Wanita tua disamping William mendesis sinis. "Sepertinya orangtuanya tidak pernah mengajari---"
"CUKUP!!!"
Semua orang terlonjak kaget mendengar teriakan gadis itu. Termasuk Arnav.
Langkahnya terhenti. Ia menatap gadis itu dengan kilat tak percaya di mata nya lalu berubah menjadi kilatan puas dan bibir itu mengukir senyum bangga.
Gadisnya yang terlihat marah ... Terlihat lebih mempesona, anggun dan cantik daripada sikap lemah gadis itu.
She's so pretty...
Arnav berhenti---berdiri ditempatnya. Kedua tangan di masukan kesaku celana bahannya, manik biru itu menyorot gadis itu dengan takjub dan bangga.
Ia akan menonton sikap gadis itu dari sini.
Vee menatap wanita tua itu dengan berkilat marah. "Kau adalah orang tua. Kau juga sudah tua. Tidak bisakah kau bersikap layaknya orangtua yang bijak?"
Wanita tua itu diam.
"Ingatlah pada kematian, Nenek." lanjut Vee mengingatkan.
Wanita tua itu menunduk malu.
Kini, Vee menatap William marah. "Hanya karena kau adalah pemilik toko terbesar di mall ini---kau menjadi manusia yang sangat angkuh dan sombong?" tanyanya menatap William sinis. Vee menatap datar orang-orang disekelilingnya yang membuang muka. "Kalian boleh menghinaku, tapi jangan pernah kalian menghina orangtuaku!" ucap Vee tegas.
Hening.
"Apa kalian tidak pernah diajari oleh orangtua kalian untuk bicara sopan dan bagaimana cara untuk menghormati orang lain?" tanya Vee namun mereka diam.
Vee melihat banyak orang yang berpenampilan sosialita disekelilingnya. "Kalian yang berlagak seperti sosialita dan mengaku berasal dari kalangan kelas atas---yang memiliki segalanya, tidak lebih dari seorang manusia yang tidak memiliki hati nurani." ucapnya menggeleng sedih dan menatap mereka semua dengan sorot iba.
"Bisa saja, 'kan kalian yang berpenampilan sosialita---ternyata adalah orang yang berasal dari kelas rendahan?" Vee tersenyum masam. "Bisa saja, kalian berpura-pura seperti orang kaya agar ditemani banyak orang? Bisa saja, 'kan?" Vee mengajukan pertanyaan responsif.
Beberapa dari mereka tampak berbisik-bisik---sepertinya ada yang merasa tersindir.
Vee tersenyum kecil.
Hening.
William melotot marah. "Kau---"
"Dan kau---Tuan William Anderson yang terhormat," sela Vee cepat. "Aku tahu, aku salah. Tapi pasti, akan ku bayar semua belanjaan ini." tambahnya serius.
"Kau ingin membayarnya dengan apa?! Huh?!" bentak William. "Dengan daun?! Huh?!" sentaknya kesal.
Vee mengepalkan tangannya untuk meredam getar ketakutan yang menyerang tubuhnya.
"Kenapa diam?" tanya William sinis. "Tidak bisa jawab? Tidak bisa membayarnya, ya, 'kan?" ejeknya ketus.
Vee menghela napas dalam. "Aku akan---"
"Aku yang akan membayarnya."
~ oOo ~
HOPE YOU LIKE IT!
VOTE + KOMEN NYA YAKKK😆
Hayoo, siapa yoo yang mau bayarin belanjaan Vi yang bejibun itu?
😆😆😆
So... Emoticon kalian buat part ini?
See you soon😘
KAMU SEDANG MEMBACA
My Mr. OPPO
RomanceMy Mr. Over Possessive and Over Protective "You Complete Me~" ---ARVEE--- ... Pertemuan tak terduga di suatu Kafe membuat Arnav Mikhelson menyukai Victoria Mikhailova pada pandangan pertama. Pria tampan itu mengklaim jika gadis itu adalah kucing kec...