Eighth

2.1K 246 12
                                    

Park JiMin menatapku dengan tatapan bertanya-tanya. Aku bisa menebak isi pikirannya. Dia pasti bertanya dalam hatinya kenapa aku bisa ada disini. Secara, aku bukan orang yang penting untuk diundang ke acara seperti ini.

Setelah sambutan selesai, SeokJin dan aku pergi untuk mengambil minum. Rupanya dia melihat wajahku yang tampak muram.

"Ada apa denganmu?" tanyanya padaku.

"Tidak apa-apa. Aku baik—"

"Ah, rupanya benar, kau Lee EunJi." Suara ini, suara yang sangat familiar. Aku berbalik ternyata benar. Park JiMin. Dia menatapku dari atas ke bawah. "Ternyata kau bisa berdandan cantik juga."

"Ah, iya," aku tidak tahu harus berkata apa.

"Bagaimana kau bisa ada disini? Ini adalah acara yang penting untuk orang-orang yang penting juga. Sedangkan kau sama sekali bukan orang yang penting. Jangan-jangan setelah putus denganku kini kau berpacaran dengan pengusaha yang kaya?" katanya. Lidahnya sangat tajam hingga membuat hatiku sedikit tergores. Bagaimana bisa dia mengatakan hal seperti itu?

"Tidak. Aku—"

"Dia adalah sekretaris pribadiku, CEO Park, jika kau sangat ingin tahu," potong SeokJin dengan kata yang tegas dan tatapan tajam.

JiMin menatap SeokJin. Kurasa dia sedang mencoba mengingat siapa orang ini. "Ah, CEO Kim! Rupanya dia sekretaris pribadimu. Tapi bagaimana bisa? Dia tidak memiliki pengalaman kerja yang bagus sekali hingga bisa kau jadikan sekretaris," katanya sambil menatapku.

"Aku jauh lebih berbakat dari yang kau pikirkan. Kalaupun aku berpacaran dengan pengusaha kaya apa urusanmu?" kataku tajam.

JiMin tersenyum. "Ah kau benar. Sikapmu masih sama seperti dulu. Kalau ka—"

Aku pergi sebelum dia sempat menyelesaikan ucapannya. Dia tampak sedikit kesal. Siapa yang peduli? Dia sudah menyakiti hatiku. Aku duduk di atap hotel ini. Udara cukup dingin. Sayang sekali aku tidak memakai luaran.

Pluk.

Jas? Aku menengok ke belakang. JiMin? Sedang apa dia disini? Sudahlah. Aku tidak memedulikannya dan mengalihkan pandanganku.

Tiba-tiba dia duduk di sampingku dan berkata "ternyata kau masih suka melihat langit." Aneh sekali. Padahal kami belum terlalu lama berpisah. Dia berkata seolah-olah kami sudah berpisah lama sekali.

"Iya. Dan kau juga masih suka mengusik kehidupan orang lain," jawabku sarkas. Dia hanya tertawa kecil. "Sebaiknya kau kembali ke dalam sebelum Oh YeNa menjemputmu paksa."

"Aku tidak bersama YeNa. Aku datang kemari sendiri," katanya sambil menunduk. "Aku sudah putus dengannya."

Kalimatnya yang terakhir sukses membuat mataku membulat. "Kenapa?"

"Aku melihatnya keluar dari kamar hotel bersama seorang pria. Yang belakangan kuketahui dia adalah Jeon JungKook, Co-CEO Min Corporation," katanya dengan nada sedih.

Bodoh sekali Oh YeNa. Kau menyia-nyiakan orang seperti JiMin? Sampai saat inipun aku masih bisa merasakan debaran di hatiku. Apakah aku boleh berharap lagi pada JiMin?

"Aku merindukanmu," ucapnya sambil menatapku.

Aku juga.

Perlahan dia mendekatkan wajahnya padaku. Aku tidak berani, ah tidak, lebih tepatnya aku tidak mau bergerak. Rasanya tubuhku seperti tersihir. Wajahnya semakin dekat, mengurangi jarak di antara kami. Tiba-tiba dia berhenti. Sekarang jarak wajah kami hanya sekitar 5 cm.

"Kumohon kembalilah padaku," bisik JiMin. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya.

Sepersekian detik dia sudah menempelkan bibirnya pada bibirku. Rasanya sudah lama aku tidak merasakan ini. Aku membiarkan bibirnya melumat dengan bibirku. Aku tidak membalas lumatannya. Tapi aku juga tidak bisa menolaknya. Kami berdua sama-sama menikmati momen ini.

Rain [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang